Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Lainnya - Kepala Tata Usaha

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Rajin Kerja = Beban Bertambah, Mitos atau Realita?

10 April 2024   01:22 Diperbarui: 10 April 2024   09:05 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Beban Kerja Pada Karyawan. (Sumber Gambar: pexels.com/Nataliya Vaitkevich) 

Bekerja dengan baik dan rajin merupakan nilai positif yang ditanamkan dalam diri setiap karyawan. Dengan dedikasi dan kinerja yang optimal, harapannya adalah mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari atasan. Namun, realitas di lapangan tidak selalu sejalan dengan ekspektasi. Bagi beberapa orang, kinerja yang baik justru berujung pada penambahan beban kerja. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah rajin bekerja benar-benar identik dengan beban tambahan?

Fenomena ini sering kali terjadi di berbagai lingkungan kerja. Karyawan yang menunjukkan performa gemilang, menyelesaikan tugas dengan cepat dan efisien, serta selalu siap membantu rekan kerja, cenderung diandalkan oleh atasan. Alhasil, mereka dilimpahi dengan berbagai tanggung jawab tambahan, bahkan di luar deskripsi pekerjaan mereka.

Situasi ini menimbulkan dilema bagi karyawan yang rajin. Di satu sisi, mereka merasa senang karena kemampuannya diakui dan dihargai oleh atasan. Di sisi lain, beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan stres, kelelahan, dan mengganggu keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan.

Pertanyaannya kemudian, apakah rajin bekerja memang selalu identik dengan beban tambahan? Atau adakah cara untuk menghindari situasi ini? 

Teori di bawah ini akan mengasumsikan bahwa adanya keterikatan antara hubungan kerja dengan beban kerja.

Teori X dan Y oleh Douglas McGregor
Teori ini menjelaskan dua pandangan berbeda tentang perilaku karyawan. Teori X mengasumsikan bahwa karyawan secara alami tidak suka bekerja dan harus dipaksa atau diberi insentif untuk mencapai tujuan perusahaan. Sebaliknya, Teori Y mengasumsikan bahwa karyawan secara alami suka bekerja dan mencari tanggung jawab, serta akan lebih produktif jika diberi kebebasan untuk berinovasi dan berkontribusi pada keputusan.

Singkatnya Teori X dan Y dari Douglas McGregor menunjukkan bahwa sebenarnya karyawan akan senang jika kinerja mereka yang sangat produktif itu mendapatkan apresiasi atau reward dari atasan mereka. 

Jika produktivitas mereka yang di atas rata-rata justru malah menambah beban, maka karyawan tersebut lambat laun akan kembali ke setelan pabrik atau dalam kata lain, produktivitas nya menurun setara dengan karyawan yang lain (yang biasa-biasa saja). 

Apakah rajin kerja benar-benar menyebabkan beban kerja bertambah? 

Pertanyaan tentang apakah rajin kerja benar-benar menyebabkan beban kerja bertambah adalah pertanyaan yang kompleks dan tidak memiliki jawaban yang mudah. Setidaknya ada lima faktor yang perlu dipertimbangkan:

1. Definisi "Rajin Kerja"

Apa yang dimaksud dengan "rajin kerja" dapat berbeda-beda bagi setiap orang. Bagi sebagian orang, rajin kerja berarti menyelesaikan tugas dengan cepat dan efisien. Bagi yang lain, rajin kerja berarti selalu siap membantu rekan kerja dan mengambil tanggung jawab tambahan.

2. Budaya Kerja

Budaya kerja di perusahaan juga dapat memengaruhi hubungan antara rajin kerja dan beban kerja. Di beberapa perusahaan, karyawan yang rajin dihargai dan diberi kesempatan untuk berkembang. Di perusahaan lain, karyawan yang rajin mungkin dibebani dengan lebih banyak pekerjaan.

3. Kepribadian dan Motivasi

Kepribadian dan motivasi karyawan juga dapat memengaruhi bagaimana mereka merespons beban kerja. Orang yang memiliki kepribadian yang proaktif dan termotivasi tinggi mungkin tidak keberatan dengan beban kerja yang berat. Orang yang memiliki kepribadian yang lebih pasif dan mudah stres mungkin lebih mudah kewalahan dengan beban kerja yang berat.

4. Keterampilan Manajemen Waktu

Keterampilan manajemen waktu yang baik dapat membantu karyawan untuk menyelesaikan tugas dengan lebih efisien dan mengurangi beban kerja.

5. Dukungan dari Atasan dan Rekan Kerja

Dukungan dari atasan dan rekan kerja dapat membantu karyawan untuk mengatasi beban kerja yang berat.

Berdasarkan lima faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada jawaban yang pasti untuk pertanyaan apakah rajin kerja benar-benar menyebabkan beban kerja bertambah.

Inilah beberapa kemungkinan yang mungkin bisa terjadi:

Rajin kerja dapat menyebabkan beban kerja bertambah jika:

  • Karyawan tidak memiliki keterampilan manajemen waktu yang baik.
  • Budaya kerja di perusahaan tidak menghargai keseimbangan antara kehidupan dan kerja (work-life balance).
  • Atasan dan rekan kerja tidak memberikan dukungan yang cukup.

Rajin kerja tidak selalu menyebabkan beban kerja bertambah jika:

  • Karyawan memiliki keterampilan manajemen waktu yang baik.
  • Budaya kerja di perusahaan menghargai keseimbangan antara kehidupan dan kerja (work-life balance).
  • Atasan dan rekan kerja memberikan dukungan yang cukup.

Jika kita memahami hubungan antara rajin kerja dan beban kerja, serta mengambil langkah-langkah yang tepat, diharapkan karyawan dapat bekerja dengan optimal dan mencapai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Hubungan antara rajin kerja dan beban kerja adalah kompleks dan tergantung pada berbagai faktor. Wajib bagi individu dan perusahaan untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara kinerja dan keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance).

Perlu digarisbawahi bahwa tidak semua orang atau perusahaan memiliki pengalaman yang sama dengan rajin kerja dan beban kerja. 

Apakah mitos ini terbukti atau tidak?

Berdasarkan sumber dari greatnusa.com dan kompasiana.com/Mochammad Ridwan tampaknya mitos bahwa kinerja yang baik secara otomatis menyebabkan peningkatan beban kerja tidak selalu terbukti. Beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan ini termasuk:

Pertama, Kebijakan Perusahaan. Perusahaan dengan manajemen sumber daya manusia yang baik cenderung mengakui dan memberi reward kepada karyawan atas kinerja yang baik tanpa secara tidak proporsional menambah beban kerja mereka. 

Kedua, Keseimbangan Kerja-Hidup (work-life balance). Karyawan yang memiliki keseimbangan kerja-hidup (work-life balance) yang baik dan dukungan yang memadai dari perusahaan cenderung lebih bahagia dan produktif, tanpa merasa beban kerja mereka meningkat secara signifikan. 

Ketiga, Stres dan Produktivitas. Beban kerja yang berlebihan dapat menyebabkan stres, penurunan konsentrasi, motivasi, dan energi untuk bekerja, yang pada akhirnya dapat menurunkan kinerja karyawan. 

Keempat, Efisiensi Kerja. Karyawan yang efisien dan mampu mengelola waktu serta tugas mereka dengan baik sering kali dapat menyelesaikan pekerjaan tanpa perlu bekerja lembur atau mengambil beban kerja tambahan.

Kelima, Pengaturan Prioritas dan Batasan. Karyawan yang pandai mengatur prioritas dan menetapkan batasan cenderung dapat menghindari peningkatan beban kerja yang tidak diinginkan meskipun mereka bekerja dengan rajin.

Dengan begitu, meskipun ada kasus di mana kinerja yang baik dapat menyebabkan peningkatan beban kerja, ini bukanlah suatu keharusan dan banyak faktor lain yang berperan. Wajib bagi perusahaan untuk melakukan kajian lebih dalam tentang beban kerja dan memastikan bahwa karyawan yang berprestasi diberi penghargaan yang sesuai tanpa membebani mereka dengan tanggung jawab tambahan yang tidak adil atau tidak diinginkan. 

Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa hubungan antara kinerja kerja yang baik dan peningkatan beban kerja tidaklah linear dan tidak selalu berlaku secara universal. Kinerja yang tinggi dapat dihargai dengan pengakuan yang tepat dan kompensasi yang adil tanpa harus membebani karyawan dengan tanggung jawab tambahan yang tidak diinginkan. 

Wajib bagi perusahaan untuk mengimplementasikan kebijakan yang mendukung keseimbangan kerja-hidup (work-life balance) yang sehat, mengakui kontribusi karyawan, dan memastikan bahwa beban kerja tetap adil dan terkelola. Dengan begitu, kita dapat mematahkan mitos ini dan bergerak menuju budaya kerja yang lebih produktif dan berkelanjutan di mana kinerja yang baik dilihat sebagai aset, bukan sebagai beban.”

Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? 

Mungkin teman-teman Kompasianer mempunyai sudut pandang yang berbeda terkait hal ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun