Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Lainnya - Kepala Tata Usaha

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pa, Aku Mau Jadi...": Bisakah Kita Lepas dari Bayang-bayang Uang Demi Mimpi Anak?

24 Februari 2024   12:11 Diperbarui: 24 Februari 2024   12:18 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda mendengar kalimat polos dari anak, "Pa, aku mau jadi dokter," "Ma, aku mau jadi pilot," atau "Aku ingin jadi astronot saat besar nanti"? Mimpi-mimpi polos dan penuh semangat itu sering kali memicu kebahagiaan sekaligus kekhawatiran bagi orang tua. Di balik rasa bangga dan dukungan, bayang-bayang keraguan akan kemampuan finansial untuk mengantarkan anak meraih mimpinya kerap kali menghantui.

Mengapa topik ini penting untuk dibahas?

Di era materialisme ini, uang sering kali menjadi faktor penentu utama dalam kehidupan. Biaya pendidikan yang tinggi, kebutuhan hidup yang terus meningkat, dan rasa ingin memberikan yang terbaik bagi anak dapat mendorong orang tua untuk fokus pada pencapaian materi. Namun, di balik fokus pada uang, ada bahaya terabaikannya mimpi dan cita-cita anak.

Dalam artikel ini kita akan membahas dilema yang dihadapi banyak orang tua dalam menghadapi mimpi anak. Pertanyaannya adalah, bisakah kita melepaskan diri dari bayang-bayang uang dan fokus pada mimpi dan cita-cita anak? Bagaimana caranya agar kita dapat mendukung anak meraih mimpinya tanpa terbebani oleh keterbatasan finansial?

Uang: Tembok Raksasa di Jalan Menuju Mimpi

Uang, sebuah alat tukar yang sering kali menjadi batu sandungan dalam perjalanan manusia meraih mimpi. Di era materialisme ini, uang menjelma menjadi simbol kesuksesan dan kebahagiaan, bahkan tak jarang menjadi faktor penentu utama dalam mengejar mimpi.

Pendidikan, kunci utama untuk meraih banyak mimpi, tak luput dari jerat materialisme. Biaya pendidikan yang tinggi, terutama untuk jenjang pendidikan tinggi, menjadi tembok raksasa bagi mereka yang memiliki keterbatasan finansial. Mimpi menjadi dokter, insinyur, pilot, atau bahkan pengusaha terhambat oleh ketidakmampuan untuk membiayai pendidikan yang dibutuhkan.

Tak hanya pendidikan, biaya hidup yang terus meningkat juga menjadi faktor yang mempersulit pengejaran mimpi. Keinginan untuk memiliki kehidupan yang layak dan nyaman sering kali mendorong orang untuk memilih pekerjaan yang menjanjikan gaji tinggi, meskipun bukan passion mereka. Mimpi menjadi seniman, musisi, atau penulis terkubur karena dianggap tidak menjanjikan stabilitas finansial.

Ketakutan akan masa depan dan rasa ingin memberikan yang terbaik bagi anak juga mendorong orang tua untuk fokus pada pencapaian materi. Mereka rela bekerja keras dan mengorbankan waktu dan kebahagiaannya demi memastikan anak mereka memiliki kehidupan yang lebih baik. Namun, di balik pengorbanan itu, ada bahaya terabaikannya mimpi dan cita-cita anak.

Materialisme, dengan segala pengaruhnya, telah menciptakan paradigma bahwa mimpi hanya bisa diraih dengan uang. Paradigma ini melahirkan kecemasan, keraguan, dan bahkan ketakutan untuk melangkah maju dan mengejar mimpi.

Namun, benarkah uang adalah satu-satunya kunci untuk meraih mimpi? Apakah kita harus terjebak dalam bayang-bayang uang dan mengubur mimpi-mimpi kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun