Di bawah ini adalah dua contoh bagaimana hukum kedua ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:
Pertama, dalam dunia kerja, kita harus berhati-hati dalam memilih teman. Jangan terlalu percaya kepada teman yang hanya terlihat baik di depan kita, tetapi tidak bisa dipercaya di belakang kita.
Kedua, dalam dunia politik, pemimpin harus selalu waspada terhadap lawan politiknya. Mereka bisa menjadi musuh yang berbahaya jika mereka berhasil memenangkan pemilu.
Tentu saja, hukum kedua ini tidak boleh diterapkan secara membabi buta. Kita tetap harus bersikap bijaksana dan bermoral dalam berinteraksi dengan orang lain. Namun, hukum ini bisa menjadi panduan yang berguna bagi kita untuk melindungi diri dari orang-orang yang ingin memanfaatkan kita.
Hukum kedua dalam buku The 48 Laws of Power, karya Robert Greene, mengajarkan kita bahwa dalam dunia yang kompetitif dan penuh intrik, kita harus selalu waspada terhadap orang lain, baik teman maupun musuh.
Ada tiga alasan mengapa kita tidak boleh terlalu mempercayai teman, antara lain:
Pertama, teman bisa menjadi musuh yang berbahaya jika mereka merasa terancam oleh kita. Jika teman kita merasa bahwa kita lebih sukses atau lebih kuat dari mereka, mereka bisa menjadi musuh yang berbahaya. Mereka bisa mengkhianati kita, menyebarkan rahasia kita, atau bahkan berusaha menjatuhkan kita.
Kedua, teman bisa menjadi sumber informasi yang berbahaya. Teman kita mungkin mengetahui informasi rahasia tentang kita. Jika informasi tersebut jatuh ke tangan musuh kita, itu bisa digunakan untuk menyakiti kita.
Ketiga, teman bisa menjadi beban bagi kita. Teman kita bisa menuntut perhatian dan dukungan kita. Jika kita tidak bisa memenuhi tuntutan mereka, mereka bisa menjadi musuh yang berbahaya.
Lalu bagaimana cara memanfaatkan musuh?
Menurut buku ini, meskipun musuh bisa menjadi berbahaya, mereka juga bisa menjadi aset yang berharga jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik. Musuh bisa menjadi sumber informasi, atau bisa digunakan untuk menekan orang lain.