Pengasuhan kepada anak merupakan bentuk pelayanan yang dilakukan dan diterapkan dalam segala bentuk serta diberikan kepada anak mulai sejak anak dilahirkan hingga mereka memasuki usia dewasa nanti. Pengasuhan yang dimaksud tentu saja mulai dari perlakuan fisik, intelektual emosional, dan sosial.
Sebagai orangtua, maka sebuah tanggung jawab besar sedang dipikulkan kepadanya agar bisa mendidik anak dan menentukan pola asuh yang tepat buat anak-anaknya.
Pola asuh kepada anak merupakan suatu proses hubungan antara orangtua dan anak dalam mengupayakan perkembangan fisik, emosional, social, intelektual, dan spiritual mulai dari dalam kandungan hingga mereka dewasa.
Pola pengasuhan yang baik tentu saja ditujukan agar supaya anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehat, berbudi pekerti yang luhur dengan akhlak dan adab yang mulia.
Mengingat pentingnya orangtua untuk dapat memastikan gaya pengasuhan yang tepat yang diberikan kepada anak sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak dengan sehat.
Hal itu dikarenakan bagaimana cara orangtua berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak kelak akan berdampak pula pada masa depannya, termasuk cara ketika anak-anak bersikap dan berperilaku. Karenanya hindarilah kesalahan-kesalahan umum yang mungkin terjadi dalam menetapkan Batasan pengasuhan kepada anak.
Berikut adalah 5 kesalahan umum yang harus dihindari saat menetapkan batasan pengasuhan kepada anak.
1. Hindari: Perangkap rasa bersalah
Setiap orangtua dan pengasuh kerap memiliki rasa bersalah dan malu. Hal ini sangat umum terjadi di antara keluarga yang anak-anaknya belajar dan berpikir secara berbeda.
Orangtua dan pengasuh mengalami perasaan bersalah disebabkan oleh berbagai alasan.
Contoh: "Bunda sangat sedih saat kamu tidak makan makan malammu. Padahal bunda sudah menghabiskan waktu begitu lama untuk membuatnya untukmu".
Perkataan seperti ini jadi seperti menunjukkan bahwasannya anda adalah orangtua yang buruk. Meskipun ayah-bunda tahu itu semua tidak benar. Ayah -- bunda mungkin merasa malu karena belum bisa memberikan yang terbaik, bersikap sabar, baik hati atau perasaan lainnya sebagaimana yang seharusnya.Â
Perasaan ini sebenarnya sangat wajar terjadi. Namun perasaan ini tidaklah dapat membantu sama sekali. Karena perasaan ini tidak mencerminkan kenyataan.
Lalu bagaimana cara mengatasi rasa bersalah ini? Ketahuilah bahwa sebagai orangtua, tentu ayah-bunda bukanlah penyebab dari kesulitan yang diciptakan untuk anak.Â
Dengan perasaan ini cobalah temukan strategi untuk membantu ayah-bunda mengatasi saat-saat yang sulit. Tetaplah bersikap santai jika ayah-bunda belum menemukan solusinya. Hal yang terpenting adalah selalu memiliki rencana untuk mengelola situasi yang memicu rasa bersalah.
2. Hindari: Negosiasi
Sebaiknya hindarilah bernegosiasi yang berlebihan kepada anak. Karena akan lebih mudah memperbaiki situasi setelah memberikan jawaban.
Contoh negosiasi yang berlebihan: "Lima menit lagi maka kita harus pergi .... Oke... tujuh menit. Baiklah, Sepuluh menit lagi, tapi kamu harus segera datang".
Lalu bagaimana cara menghindari negosiasi yang berlebihan dengan anak? Caranya ada beberapa yang bisa ayah-bunda terapkan, yaitu :Berpikir sebelum memberikan jawaban kepada anak.
Sebaiknya orangtua dapat menghindari sikap impulsif dalam menghadapi anak. Hindarilah aktivitas tawar menawar jika Ananda terus berulang meminta sesuatu untuk dikabulkan, lalu beri respon pendek dan singkat seperti "iya", "oke" atau "baiklah" yang pada akhirnya menimbulkan kebosanan pada anak. Tak lupa berilah anak janji sesuatu yang justru akan membuatnya termotivasi.
3. Hindari: Memohon
Memohon kepada anak dapat menyebabkan orangtua menjadi lebih dekat kepada anak setelah argumentasi yang Panjang, atau justru malah akan menjauhkan orangtua kepada anak.
Contoh: "Nak, Kamu harus tetap di tempat tidurmu. Tolong, jangan keluar! Bisakah kamu melakukannya untuk ibu? Tolonglah?".
Kita sebagai orangtua bisa saja tidak memahami mengapa anak-anak melakukan sesuatu yang mereka inginkan sehingga orangtua perlu memohon mereka untuk menghentikannya. So, pertimbangkanlah.
4. Hindari: Ancaman kosong
Terkadang orangtua lepas kontrol ketika emosi sedang memuncak, bahkan hingga mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak pantas pada anak. Akibatnya kalimat yang dikeluarkan itu merupakan ucapan yang kasar dan bahkan bernada ancaman.
Contoh: "Jika kamu tidak mematikannya sekarang, maka kamu tidak boleh menonton TV selama seminggu".
Padahal jika ayah-bunda telah mengucapkan kalimat tersebut, anak kadang ingin melihat pembuktian dari ancaman yang telah disampaikannya, apakah akan terjadi atau tidak.
Bagaimana jika ternyata anak lebih memilih ancaman yang telah dilontarkan kepadanya? Padahal, sadarkah kita sebagai orangtua bahwa kata-kata yang kita ucapkan bisa saja membuat mereka tidak menghormati orangtuanya, memberikan perasaan terluka, bahkan selalu teringat hingga mereka menjadi dewasa. Karenanya jika ayah-bunda bermaksud bersikap keras kepada anak, ada baiknya untuk senantiasa menjaga dan mengendalikan lisan kita.
5. Hindar: Serangan pribadi
Problem besar yang dihadapi oleh banyak orangtua pada masa kini adalah sikap ketergesa-gesaan. Akibat banyaknya terlibat urusan, apalagi teknologi yang semakin berkembangan pesat, banyak orangtua yang hanya ingin cepat melihat hasil, tanpa mau bersabar dan telaten saat menjalani proses itu semua.
Contoh : "Kamu menjadi anak nakal sekarang. Berhentilah bertingkah seperti itu dan pergilah ke tempat tidur".
Saat orangtua menemukan perilaku anak yang tidak diperkenankan, janganlah menunjukkan sikap kasar. Namun sebaliknya kita harus menasihati mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Pengasuhan kepada anak diawali dengan perbaikan perilaku orangtua. Sebagai orangtua maka mereka harus bisa menjadi pribadi yang mengagumkan yang bisa menjadi role model bagi anak-anaknya.
Jika kesalahan umum tersebut sering terjadi, maka upayakanlah bagaimana orangtua dapat mengubah citra mereka dimata anak-anak.
Ketahuilah bahwasannya kata-kata muncul dari siapa yang mengucapkannya. Mengucapkan kata-kata kepada anak akan menambah bobot ucapan itu. Maka perhatikanlah ucapannya. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H