Ketika mulai mengajar anak-anak usia sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama secara bersama-sama di daerah, ada banyak siswa yang melakukan canda dan interaksi dengan menggunakan bahasa- bahasa yang menjadi tren saat ini. Bahasa-bahasa tren yang banyak di populerkan di banyak akun-akun media sosial dianggap sebagai sesuatu yang kekinian meski itu kurang pantas untuk didengar dan diucapkan. Akibatnya anak-anak tidak lagi mengedepankan norma-norma kesopanan sebagai pembatas interaksi dengan yang lainnya.
Mencermati fenomena ini, guru juga perlu untuk mengambil peranan penting dan lebih agar tidak ikut terjebak dalam membuka peluang munculnya kasus bullying tanpa disadari. Ya benar sekali, pakar UPI, Bandung juga turut mencermati hal ini. Bahwa guru perlu berhati-hati karena bisa jadi guru juga membuka peluang bullying tanpa sadar.
Sering kali sebagai guru, kita tentu saja ingin ikut terlibat dalam setiap komunikasi bersama anak didik di sekolah. Mungkin hanya ingin sekedar dekat dengan mereka, maka guru akan melemparkan canda tanpa bermaksud untuk merendahkan. Namun, apabila tidak berhati-hati hal ini akan disikapi oleh anak-anak untuk melakukan hal yang sama bahkan lebih yang berujung kepada kasus bullying.
Maraknya kasus bullying di sekolah, bukan tidak mungkin bisa saja terjadi justru karena ada peran guru di dalamnya. Â Ya, guru bisa menjadi pelaku bullying tanpa ia sadari.
Meski kampanye anti bullying semakin marak di sekolah, tetapi apabila tidak didukung dengan peran guru dalam mengajak anak-anak untuk bersikap lebih baik, maka materi ini bisa tidak berjalan sebagaimana mestinya jika pendidik atau guru tak ikut berpartisipasi. Pada kenyataannya, guru harus memaksimalkan peran baiknya agar kasus kekerasan atau bullying disekolah tidak semakin marak dan terjadi.
Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Dinn Wahyudin mengatakan: Kadang kala guru itu membuka peluang bullying. Misalnya, mengomentari tubuh siswanya. "Kok kamu gendut?" Karena dianggap komentar yang wajar, murid di kelas akhirnya ikut mem-bully anak yang dikomentari guru itu.
Jika hal itu dilakukan terus menerus, maka akhirnya ini menjadi repeating action. Artinya menormalisasi candaan siswa yang gemuk. Ketika guru tertawa yang diikuti oleh murid lainnya, kemudian yang di-bully juga ikut tertawa meski sebenarnya ia tidak menyukainya, maka kebiasaan itu juga ternyata tidak ada yang mengingatkan yang pada akhirnya bullying itu semakin besar. Jika sudah semakin parah, maka siapa yang akan disalahkan?
Peran guru disekolah adalah menyampaikan hal-hal baik kepada anak didik. Sangat tidak etis jika guru terlalu ikut campur mengurusi bentuk tubuh, kondisi ekonomi, suku, ras, agama maupun urusan pribadi siswa di depan siswa lainnya.
Selain tentang komentar-komentar spontan yang dilakukan oleh guru di sekolah yang secara tidak sadar dilakukan seperti yang telah disebutkan, hal lain yang perlu menjadi concern bersama juga adalah mengenai persaingan di kelas yang menyebabkan celah bulllying semakin terbuka lebar. Persaingan yang dimaksud bisa terjadi dengan adanya perlakuan pilih kasih atau bahkan pengurutan ranking yang sudah seharusnya tidak menjadi tren lagi disekolah.
Sebagai guru tentu kita sangat paham siapa yang terbaik di dalam kelas. Namun hal itu bukanlah sesuatu yang mutlak bahwa anak-anak tersebut diperlakukan secara istimewa sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat.
Lalu tindakan apa yang harus dilakukan guru untuk memberantas bullying? Berikut adalah beberapa saran yang mungkin bisa menjadi diskusi dan masukan bersama untuk kita semua sebagai guru.
1. Guru itu adalah role model.Â
Sadarilah bahwa guru merupakan role model bagi anak didik kita. Role model artinya teladan yang bisa memberikan contoh yang baik kepada orang lain baik melalui pola pikir maupun perilaku yang dilakukan sehari-hari. Karenanya guru di sekolah sangat berpengaruh karena memiliki peran yang besar di dalam tumbuh kembang anak-anak didik di sekolah.Â
Sebagai guru maka kita adalah pengganti orang tua di mana guru harus membela anak-anak jangan sampai mereka merasa direndahkan. Dalam hal ini guru juga harus berlatih tentang bagaimana mengatasi bullying sekaligus memahami seluk beluk bullying.Â
Jangan sampai apa yang kita lakukan sebagai guru justru malah menjadi pemicu munculnya bullying di sekolah. Menata perilaku dan ucapan merupakan bagian penting yang harus dimiliki sebagai kecakapan bagi seorang guru. Karenanya tunjukkanlah jika guru bisa menjadi teladan di sekolah.
2. Berhentilah memilih anak emas diantara siswa.Â
Tanpa kita sadari, terkadang kita sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan anak yang lainnya. Alih-alih memberi semangat kepada anak didik, justru kita malah merendahkan anak didik dengan membanding-bandingkannya. "Ayo anak-anak cepat dikerjakan, lihat itu si ani, dia sudah selesai dengan tugasnya. Pintar sekali mengerjakannya juga". Ucapan semacam ini masih sering terdengar dan diucapkan oleh guru. Padahal dengan berkata seperti ini, anak-anak akan hilang motivasinya untuk belajar.
3. Buat regulasi atau aturan sekolah yang harus dilakukan siswa. Setiap kali saya memulai kelas di awal tahun ajaran baru, maka selalu saya memasukkan aturan yang harus ditaati oleh siswa di dalam kelas. Aturan untuk selalu berbuat baik kepada teman juga menjadi aturan yang tidak kalah penting untuk ditekankan kepada siswa.Â
Selalu saya sampaikan bahwa berbuat baik kepada teman juga berarti saying good words only. Artinya anak-anak hanya diperkenankan untuk memuji teman dengan tulus dan mengucapkan kata-kata yang baik. Apabila mereka mengucapkan kata-kata yang tidak pantas terhadap yang lainnya, kita bisa meminta mereka untuk memiliki konsekuensi apa yang akan ditanggung.Â
Dengan menetapkan konsekuensi ini, maka anak didik akan lebih bertanggung jawab dalam penerapannya. Termasuk pengawasan terhadap anak-anak pada setiap bentuk aktivitas dan jam belajar. Misalnya, di kantin, ada pengawasan khusus dan siswa dilarang mengobrol terlalu lama yang pada akhirnya berujung pada keributan dan pembullyan. Sistem piket guru sesuai area dan jam juga patut ditingkatkan sebagai pencegahannya.
4. Melakukan joyfull learning.Â
Menciptakan suasana yang hangat, hubungan yang saling mendukung, iklim yang positif dan pelibatan semua siswa di ruang kelas dapat meminimalisir munculnya kebencian dan berujung bullying. Guru harus membangun konsep belajar bersama secara menyenangkan. Selain itu perhatikan pula anak-anak yang lebih rentan terhadap bullying. Seperti anak-anak yang baru atau pindahan, anak-anak dengan disabilitas, atau anak-anak yang sering mengeluh karena di bully oleh orang lain. Â
5. Melakukan mini study trip ke tetangga sekolah, pasar terdekat, puskesmas, atau public place lainnya.Â
Cara ini bisa dilakukan agar anak menyadari hidup itu terdiri dari banyak orang, banyak lapisan, yang saling membutuhkan. Kunjungan singkat ini juga bisa menjadi refleksi bagi guru sendiri. Libatkan siswa untuk bermain peran (role play) mengenai situasi bullying dan cara mengatasinya.
6. Gunakan profil pelajar pancasila semaksimal mungkin sebagai panduan dalam mencegah dan mengantisipasi bullying di sekolah. Tekankan perilaku yang baik, empati, dan capaian prestasi bersama di sekolah tentu juga akan meningkatkan kesadaran di antara anak-anak.
Mari mencegah bullying secara bersama-sama dengan meningkatkan peran guru di sekolah. Jangan sampai ada pelaku bullying di sekolah baik dari siswa maupun guru. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H