Mohon tunggu...
Noenky Nurhayati
Noenky Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Saya adalah seorang penulis lepas, teacher trainer, MC, pendongeng dan kepala sekolah yang senang mengajar Karena memulai Dunia pendidikan dengan mengajar mulai dari Play group TK SD hingga SMP. Sampai sekarang ini. Saya masih aktif mengajar disekolah SD N BARU RANJI dan SMP PGRI 1 Ranji , Merbau Mataram. Lampung Selatan. LAMPUNG. Saya juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantarainya Kepala sekolah TK terbaik Se Kabupaten Bekasi, Kepala Sekolah Ramah Anak Se Kabupaten Bekasi, Beasiswa Jambore Literasi Bandar Lampung Tahun 2023 dan Beasiswa Microcredential LPDP PAUD dari Kemendiknas tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengemas Kegiatan Bermain Kotor-kotor pada Conceptual Playworld

18 September 2023   13:23 Diperbarui: 19 September 2023   14:18 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah lihat tayangan iklan yang menyatakan "berani kotor itu baik"? 

Pada tayangan iklan itu kita melihat visualisasi bagaimana anak-anak kecil bermain bola dan bajunya menjadi kotor. Padahal kita juga sudah terlanjur mempercayai ungkapan jika kebersihan adalah sebagian dari iman. 

Lalu sebagai orangtua dan pendidik apakah kita juga akan memberikan pengalaman belajar kepada anak melulu kebersihan tanpa bermain kotor alias bermain dengan melibatkan pasir, tanah dan alam?

Foto oleh Noenky
Foto oleh Noenky

Anak-anak usia dini tentu saja membutuhkan banyak pengalaman dalam belajar, bermain ataupun berpetualang di dunianya agar menumbuhkan semangat belajar. 

Namun di beberapa sekolah tempat mengajar biasanya selalu saja ada orang tua siswa yang bersikap anti ketika anaknya melewati pengalaman belajar dengan kotor-kotoran. 

Saat menggunakan crayon, pewarna makanan, cat pewarna, tanah liat, menempel dengan lem dan alat bermain lainnya kadang kala dengan sangat terbuka mereka merasa keberatan. 

Dampaknya pada anak yang terbiasa selalu di tempat yang bersih juga selalu muncul sikap antipati saat guru mulai memberikan pengalaman belajar yang menggunakan bahan-bahan yang berakibat kotor baik itu pada tangan maupun baju sekolahnya.

Hal ini ditunjukkan juga dengan ekspresi takut dan jijik saat memegang alat-alat bermain yang dianggap dapat menimbulkan kotor baik itu di tangan maupun seragam sekolah. 

Sikap over protektif pada anak maupun orangtua tentunya justru akan membuatnya sulit melakukan interaksi pada lingkungan dan sosialnya serta akan tumbuh rasa kurang percaya diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun