Mohon tunggu...
Noenky Nurhayati
Noenky Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Saya adalah seorang penulis lepas, teacher trainer, MC, pendongeng dan kepala sekolah yang senang mengajar Karena memulai Dunia pendidikan dengan mengajar mulai dari Play group TK SD hingga SMP. Sampai sekarang ini. Saya masih aktif mengajar disekolah SD N BARU RANJI dan SMP PGRI 1 Ranji , Merbau Mataram. Lampung Selatan. LAMPUNG. Saya juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantarainya Kepala sekolah TK terbaik Se Kabupaten Bekasi, Kepala Sekolah Ramah Anak Se Kabupaten Bekasi, Beasiswa Jambore Literasi Bandar Lampung Tahun 2023 dan Beasiswa Microcredential LPDP PAUD dari Kemendiknas tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kemarahan dan 5 Cara untuk Mengelolanya

20 Juni 2023   22:57 Diperbarui: 20 Juni 2023   23:01 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini saya sering merasakan kemarahan yang terjadi pada diri saya. Seberapa pun saya ingin menutupi dan mengendalikannya, kadang kala tidak tertahankan untuk diluapkan. Misalnya saja setelah sekian lama suami tidak membantu pekerjaan rumah, saya mencoba untuk sabar dan berharap kesadaran akan muncul. Namun setelah sekian lama menggerutu dalam hati, akhirnya saya malah meluapkan kekesalan saya kepada suami. Suami sampai keheranan dengan ocehan dan omelan yang saya sampaikan. Meski kemudian beliau menjadi sadar dan mulai menunjukkan inisiatif sesuai keinginan istrinya.

Apakah hal ini baik bagi perkembangan hubungan kami? Apakah kemarahan menjadi jalan satu-satunya untuk mewujudkan keinginan. Apakah kita harus menahan emosi karena hal itu tidaklah pantas dilakukan? Atau malah lebih baik kita meluapkan emosi semaksimal mungkin agar kita menjadi lega dan tuntas dengan segala permasalahan?

Sering kali juga kita memperhatikan sebuah video di media sosial dan internet bagaimana orang-orang tidak dapat menahan amarahnya dan memilih untuk meluapkan emosi di tempat umum. Barulah setelah ada konsolidasi dan mediasi untuk mencari jalan keluar muncul permintaan maaf yang diiringi dengan tangis dan penyesalan.

Lalu apa sih kemarahan itu sejatinya? Sudahkah kita mengenali dengan baik kemarahan? Yuk simak tulisan saya berikut ini yaa......

Kemarahan adalah emosi alami dan berharga. Emosi itu ada dan memang diciptakan untuk melindungi diri kita, membela, dan membuat kita tetap merasa aman. Selain itu, kemarahan sering kali berusaha melindungi Kita dari perasaan yang lebih "rentan" seperti ketakutan, kesedihan, rasa malu, kecemburuan, dan kekecewaan. Emosi ini kemungkinan besar tidak aman untuk dirasakan dan diekspresikan saat tumbuh dewasa, jadi kemarahan masuk (sebagai pertahanan) untuk menjaga Kita agar tidak merasakannya.

Hal tentang kemarahan adalah bahwa ia selalu memiliki pesan. Biasanya, itu ada untuk memberi tahu Kita bahwa satu atau lebih kebutuhan Kita tidak terpenuhi. Ini adalah respons stres yang berfungsi sebagai cara untuk mendapatkan PERHATIAN Kita juga loh!

Inilah masalahnya; Kita tidak harus sepenuhnya mengesampingkan amarah Kita. Emosi dan amarah kita ada dan muncul karena suatu alasan tentunya. Sebaliknya, cobalah untuk penasaran. Dengarkan pesan yang mendasari dari kemarahan dan emosi yang ada, ucapkan terima kasih karena telah melayani tujuan penting dan beri tahu bahwa emosi tidak harus bekerja terlalu keras karena Kita mampu mengambil alih sekarang. 

 

Berikut adalah 5 tips / cara mengelola kemarahan.

1. Akui itu - Kita mungkin tidak suka, merasa marah, tapi itu ada. "Beri nama untuk menjinakkannya". Saat emosi itu muncul, kenali hal itu untuk lebih mengatur diri kita dengan baik. Bahwa kita sedang merasakan emosi yang muncul, akui bahwa kita tidak merasa senang akan sesuatu, dan kita mengakui hal itu.

2. Izinkan- Sekarang setelah Kita menamainya, biarkan ada di sana (tanpa menindak lanjutinya). Emosi benar-benar kehilangan kekuatan dan kekuatannya ketika kita membiarkannya tanpa penilaian. Jadi tidak perlu semakin membuatnya semakin memuncak. Rasakan emosi yang muncul dengan berubahnya detak jantung dan perasaan kita. 

3. Bicara tentang itu- Tidak ada salahnya merasakan apa yang Kita rasakan. Dan, itu JAUH lebih umum daripada yang Kita pikirkan! Bagikan perasaan Kita dengan teman terpercaya, pasangan, terapis/pelatih, dll. Mempelajari bahwa Kita tidak sendirian sungguh menenangkan. Dengan membicarakannya kita juga akan jauh merasa lebih baik dalam memandang permasalahan yang dihadapi. 

4. Berusahalah untuk menyembuhkannya. Mulailah memperhatikan apa yang membuat Kita marah, termasuk apa yang Kita perhatikan terjadi di tubuh Kita. Kemudian, pada saat tenang, lakukan yang terbaik untuk memunculkan ide apa pun yang dapat membantu Kita tenang di tengah momen yang menantang. Misalnya, bernafas dengan baik untuk melaluinya, menghitung sampai 10, berjalan ke ruangan lain, melangkah keluar, menggunakan mantra (misalnya. "Saya bisa menangani ini", "Saya akan melewati ini", "Saya orang baik yang mengalami kesulitan waktu"). Terus gaungkan ini di dalam hati sambil terus meyakinkan diri dan merasakan kemarahan semakin mereda. Dan, bahwa semuanya akan baik-baik saja dan kemarahan tidak sebanding dengan apa yang akan terjadi dan mungkin saja buruk. 

5. Ketahuilah bahwa tidak apa-apa untuk meminta bantuan. Patut dipahami bahwa Kita tidak dapat melakukan semuanya dan menguasai semuanya - tidak ada yang bisa! Hal ini sama saja seperti benar-benar membutuhkan sebuah desa ibaratnya. Artinya sangat besar sekali yang kita tidak mampu melakukannya sendirian. Mintalah bantuan pada orang sekitar Kita dan jika Kita merasa tidak memilikinya, mulailah menjangkau orang lain yang lebih luas yang juga dapat membantu dan memahami kita (termasuk komunitas online) untuk mulai menciptakan dukungan bagi diri Kita sendiri.

Ketahuilah ini: Sebuah Kemarahan besar bukanlah salahmu- Ini sebenarnya adalah teriakan minta tolong! Jika mengelola amarah adalah sesuatu yang Kita perjuangkan, Yuk kita saling mendukung lingkungan sekitar kita. Bantu siapa pun yang membutuhkannya dan menjadi bahu bagi orang lain dan saling berbagi.

Semoga bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun