Mohon tunggu...
Yuni Astuti
Yuni Astuti Mohon Tunggu... Perawat - Perawat, sedang belajar merawat hati anak dan keluarga

sedang belajar menulis, ibu dari 4 orang anak, perawat, yun.astuti@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Ayam Bertemu Induknya

14 Oktober 2014   19:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:03 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menulis sebenarnya sudah sejak kecil kita lakukan. ya..mulai sekolah Taman Kanak-Kanak kita belajar menulis huruf dan angka. Beranjak Sekolah Dasar, kita belajar menulis kata dan berusaha memahami maknanya. Susah memang...apalagi hingga membentuk kalimat. Membaca saja masih susah apalagi menulis. Itu dulu,  pengalaman saya ketika masih imut he..he..

Setelah dirasa bisa membaca dan menulis lancar, bapakku yang hanya seorang mantri alas , seorang pegawai rendahan yang tugasnya menjaga hutan, mengenalkan aku dengan mesin ketik. Masih kuingat betapa nggumun dan hebohnya diriku ketika huruf demi hurunf kupencet. Dan....thing..!  Suara itu selalu terdengar ketika batas margin tulisan sudah sampai batas akhir .

Seneng yang luar biasa waktu itu, seperti dapat mainan baru..! Meskipun aku tidak mengetik kata ataupun kalimat, apalagi artikel..! Yang kulakukan hanyalah asal pencet-pencet huruf, yang tak jelas menjadi kata ataupun kalimat.

Kelas 4 SD aku diajarkan menulis cerita yang mungkin hanya satu paragraf saja, untuk selanjutnya dikirimkan ke sebuah majalah mingguan. Waktu itu bapakku berlangganan majalah berbahasa Jawa  Jaya Baya dan Panyebar Semangat. Dan bapakku sering mengirimkan cerita pendek, dan sudah lumayan sering dimuat dalam majalah tersebut.

O, iya..ketika kelas 5 SD saya pernah diikutkan lomba mengarang, karena dianggap tulisan saya agak lumayan...

Harusnya, aku sudah menjadi penulis terkenal atau paling tidak profesiku sebagai jurnalis. Harusnya....!! Tapi ilmu menulis yang diajarkan kepadaku hanya terbatas sampai saya lulus SD saja. Karena rumah dinas bapak yang selalu di tengah hutan, ya...karena aku orangutan, sekolah di tingkat SMP saja saya harus nge-kost. Sehingga tidak ada kesempatan lagi untuk belajar menulis. Sehingga ilmu menulisku terputus begitu saja, padahal sebenarnya aku sudah mulai jatuh cinta dengan menulis.

Saat kuliah Diploma III, saya mencoba menulis lagi. Bukan karena tugas kuliah ataupun jurusan kuliah yang mengajakku menulis. Tapi sekedar menumpahkan rasa kangen yang sudah sekian lama terputus. Wah.., betapa senengnya ketika tulisanku nampang di sebuah rubrik remaja.Sekali itu saja, dan aku tidak berusaha belajar menulis lagi, sayang ya....?

Yang paling melekat dalam ingatanku sampai sekarang adalah pesan bapak ketika saya masih belajar menulis. " Nik, nulis itu gak usah dipikir. Tulislah apa yang pengin kamu tulis"

Akupun gak tahu, apakah yang disampaikan itu ilmu menulis yang bener atau salah. Bapakku bukan seorang jurnalis, apalagi penulis terkenal. Yang kutahu, bapak sangat hobi menulis. Sampai-sampai punya catatan tentang pengeluaran uang mulai saya masuk kuliah sampai lulus. Semua dicatatnya dengan rinci, termasuk misalnya bapak ke Semarang main ke kost aku dan beli minum. Harga es satu gelaspun dicatatnya. Weleh...weleh...!

Ketika bertemu dengan Kompasiana di akhir tahun 2013. Hati ini suuuenengnya bukan kepalang...! Lha piye...? Lha gak usah repot-repot cetak naskah, gak usah kirim lewat pos, gak butuh perangko, gak ada edit-editan juga..., tinggal tul.....! naskah langsung bisa tayang. Gak peduli apakah tulisanku layak baca atau tidak, layak tayang atau tidak, yang penting rasa kangenku tersalurkan.

Betul, ibarat anak  ayam yang tadinya kehilangan induk, kini sudah kutemukan kembali. Berpelukan.....!!! seandainya Kompasiana bisa kupeluk dan kudekap, pastilah tidak akan kulepaskan, Ceileee...!!

Dan seandainya lagi, jika saja  bapakku masih hidup pasti kubelikan tiket Kompasianival..!! Betapa senengnya berfoto dengan beliau di acara Kompasianival, pasti seru dan pake banget. ( Eh, tak terasa air mataku menetes mengenang beliau...Ya Allah, berikan tempat yang layak untuk bapak, amiin..)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun