Ceritera September 2014.
Setengah pamer setengah bangga, satu layar laptop dilihat lebih dari sepuluh orang, berkali-kali diulang untuk melihat dan membuktikan bahwa aku punya tempat untuk untuk rekreasi yang murah dan menarik sesuai dengan isi kantong dan hobby jeprat jepret.
" iya, baguskan, lumayan buat refreshing sambil fotafoto "
" sebelah mana kang " tanya yang lainnya.
" Pantai Indah Kapuk "
" percuma dijelasin wong ke Jakarta aja baru nyampe Gambir udah muntah2 " Â seseorang menjawab dan langsung disambut tawa dan celotehan.
" ya udah di sekedulin aja kita kesana "
" ayo, ayo, melu, melu "
Ternyata foto-foto yang aku ambil di Hutan Wisata Alam Pantai Indah Kapuk bisa membawa impian untuk memaksa diri teman-temanku ke Jakarta.
Setelah beberapa kali sekedul dibuat dan dirubah-rubah dan nama peserta sudah beberapa kali gontaganti disesuaikan dengan kesibukan pekerjaan dan akhirnya delapan orang bisa ikutan sekalian ambil cuti ke masing-masing kampung halaman dengan posisi transit di Jakarta.
Setelah menitipkan tas dan baran bawaan lainnya dirumahku, delapan orang ini sudah siap dengan senjatanya masing-masing, termasuk uniform yang jika orang lain melihat pasti bisa menebak bahwa pemakai uniform itu adalah seorang fotographer atau paling tidak seorang pencinta petualangan alam, hebat demannya.
Carter minibus yang bisa muat delapan orang langsung meluncur ke arah PIK, dan sepanjang jalan suara klik kamera tidak henti, sedikit macet langsung buka jendela, lampu merah terlalu cepat ada yang ngomel karena obyek buruannya lepas.
Sampai dilokasi langsung membayar karcis dan parkir yang tampak mulai teratur, turun dari mobil langsung siaga gaya, warna pakaian gelap dan topi sangat membantu mencirikan diri.
Dipintu masuk petugas memeriksa karcis sambil berkata " silahkan titipkan kameranya disini " sambil menunjuk papan pengumuman disebelahnya TIDAK BOLEH MEMBAWA KAMERA ATAU BAYAR SATU JUTA.
Tujuh kepala langsung menoleh kearahku dan empat belas mata langsung menatap mataku
" apaapaan ini, opo iki, njur piye, bah, what ?......" semua mengarah ke padaku
" dulu aku bisa bebas, kenapa sekarang jadi berubah " wajahku ku rubah menjadi memelas.
Perundingan dimulai dan terlanjur sudah, rintangan harus dilalui, kamera ditingal dimobil dan hape jadul dan modern mulai diselibkan disaku siap dioperasikan.
Setelah karcis diperiksa, masuklah kami semua sambil bersungut-sungut dan sempat bertanya ke petugas " TWA ini milik siapa pak, Pemda DKI atau milik pribadi "
Tidak ada jawaban dan tidak perlu dijawab karena pengunjung lain mulai ramai, petugas harus menunaikan tugasnya memeriksa karcis .
Kecewa karena kami tidak hobby selfie
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H