Bisa ditebak pula, saking serunya, mereka ingin mencoba menyalakan sendiri. Di sinilah batasan tegas diperlukan. Tentu saja saya melarang. Mereka tidak boleh menyalakan petasan sendiri. Titik.
Anak kecil, cukup nikmati saja. Biarkan orang dewasa yang menyulut api petasan. Kalau sampai meledak di tangan bisa bahaya. Begitu, kata saya. Setengah merengut, akhirnya mereka menurut.
Empat hingga lima kali meledak, justru mereka yang tambah semangat. Mereka bahkan menyemangati saya untuk menyulut lagi dan lagi. Kata mereka, seru. Apalagi petasan roket yang ketika dinyalakan bisa terbang dan meledak di angkasa.
Hingga akhirnya petasan habis, mereka masih belum puas. Mereka meminta untuk dibelikan lagi. Lagi-lagi, di sinilah batasan diperlukan. Main petasan itu secukupnya saja. Jangan overdosis. Tentu saja saya menolak.
Sambil memberi pengertian bahwa cukuplah bermain petasan. Jangan kebanyakan. Lebih baik uangnya dipakai buat beli jajan. Atau disumbangkan kepada yang membutuhkan.
Main petasan boleh saja, asalkan tahu batasan. Kebanyakan main petasan juga tidak baik. Dapat mengganggu tetangga yang mungkin tengah menghabiskan waktu bersama keluarga. Ada saatnya bermain, ada saatnya berhenti.
Kalau sudah begini, jurus andalan dan kreativitas mesti dikeluarkan. Saya ajak mereka ke swalayan terdekat untuk membeli jajan. Supaya terdistraksi dan teralihkan dari asyiknya bermain petasan.
Secuil Pelajaran
Kendati butuh ekstra hati-hati saat memainkannya, bermain petasan juga punya secuil manfaat. Pertama, menghilangkan rasa bosan. Tatkala obrolan Lebaran sudah mentok, bermain petasan bisa menjadi ide brilian untuk mengusir rasa bosan.
Kedua, mengekspresikan rasa senang. Seperti uraian di atas, petasan umumnya digunakan untuk merayakan sesuatu. Tahun baru dan Lebaran adalah dua di antaranya.