Apa pun itu, siapa pun bisa berasumsi bahwa hadiah kompetisi tahun ini memang sedikit terdegradasi. Kita tahu, lah, harga sepeda motor listrik jauh di atas jam tangan cerdas.
Well, bagi para pemburu kompetisi, hadiah memang menjadi faktor utama daya tarik sebuah kompetisi. Semakin mahal atau tinggi nilai hadiahnya, semakin besar pula daya tariknya. Siapa pun pasti sepakat, adagium seperti itu wajar-wajar saja.
Pertanyaannya, apakah dengan iming-iming hadiah yang "beranjak ke bawah" itu menyurutkan semangat saya dalam mengikuti kompetisi? Jawabannya tidak. Justru saya semakin tertantang.
Sekali lagi, saya ingin membuktikan kepada diri saya sendiri, bahwa hadiah nomor dua. Yang nomor satu, tentu saja kembali memupuk semangat diri untuk lebih konsisten dalam menulis.
Jika kalian mengikuti akun Instagram saya @nodi_harahap, niscaya kalian akan menemukan jawabannya. Saat artikel ini saya tulis, saya telah menjuarai kompetisi menulis, atau yang berkaitan dengan menulis, sebanyak 97 kali.
Kalimat di atas saya tulis bukan dengan maksud sombong atau riya. Bukan sama sekali. Yang saya maksud adalah, di titik ini, yang saya kejar adalah gelar juara, bukan hadiah semata.
Mendapat hadiah karena juara lomba memang menyenangkan. Tetapi di atas semua itu, yang paling membanggakan adalah menyabet gelar juara. Saya ingin menjadi orang pertama yang menjuarai kompetisi Ramadan yang diselenggarakan Kompasiana sebanyak dua kali berturut-turut atau back to back.
Bagi saya, target itu patut diperjuangkan. Meskipun di titik ini, saya juga tidak tahu, apakah saya bisa menuntaskan tantangan selama 30 hari berturut-turut? Atau jangan-jangan berhenti di tengah jalan karena ada kesibukan yang lain.
Menampik Segala Alasan
Omong-omong soal kesibukan, tantangan terbesar dari kompetisi Diari Ramadan (atau Samber THR di tahun-tahun sebelumnya) adalah soal konsistensi. Kita pasti dihadapkan pada kesibukan sehari-hari. Pertanyaannya, apakah di tengah kesibukan itu kita sanggup konsisten membuat konten 30 hari berturut-turut?