Kedua, di tataran kolektif. Sebagai negara hukum, Indonesia telah menempuh sejumlah kebijakan berwawasan lingkungan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. Sebut saja insentif kendaraan listrik yang telah bergulir sejak triwulan pertama tahun ini.
Insentif itu di antaranya berupa bantuan terhadap 250.000 sepeda motor listrik agar harga jualnya berada di angka Rp 7 juta per unit. Kebijakan itu bertujuan mengatasi tingginya harga jual kendaraan listrik. Pada 2023, anggaran yang dialokasikan untuk bantuan itu mencapai Rp 1,75 trilun.
Di samping itu, pemerintah juga memberikan keringanan pajak. Bus listrik yang dirakit dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di atas 20 persen hingga 40 persen, diberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 5 persen. Sehingga PPN yang perlu dibayar konsumen menjadi hanya 6 persen saja.
Anggapan bahwa kendaraan listrik akan mendominasi alat transportasi masa depan memang bukan isapan jempol. Pasalnya, dunia semakin memberi perhatian terhadap isu lingkungan. Dan, menurut kalkulasi Transport & Environment (T&E), emisi karbon yang dihasilkan mobil listrik 70 persen lebih rendah ketimbang mobil konvensional.
Oleh karena itu, kita patut mendukung kebijakan itu. Cita-cita mempercepat emisi nol bersih dari 2060 menjadi 2050 memerlukan kesungguhan kolektif dan individual. Jika tercapai, secara ekonomi, akan terjadi penghematan hingga 4 triliun dolar AS, serta menaikkan PDB hingga 5 persen.
Sajian angka-angka sudah terbentang. Sekarang, tinggal satu pertanyaan. Apakah kita sudi gunakan data itu sebagai alat pemicu diri untuk bertransformasi menjadi pribadi yang lebih berwawasan lingkungan? [Adhi]
#jejakkarbonku.id #iesr #generasienergibersih
Referensi:
[1] Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2022.
[2] Global Forest Watch, World Research Institute, 2022.
[3] Laporan Standar Ganda yang Mematikan, Greenpeace Indonesia, 2019