Dengan ketiga alasan itu, rasanya sangat pas kalau kita tempatkan ikan bakar sebagai sajian khas Nusantara. Kuliner yang paling merepresentasikan jati diri dan identitas asli warga Indonesia.
Menyantap Ikan Bakar Saat Libur Lebaran
Baru-baru ini Presiden Republik Indonesia mengimbau agar jangan cepat-cepat kembali bekerja supaya memecah konsentrasi arus balik. Saya pun mematuhinya. Saya memperpanjang masa libur Lebaran hingga 1 Mei 2023 nanti.
Berwisata ke daerah Lembang, Jawa Barat, di tengah perjalanan kami melewati restoran bahari. Karena sudah pukul dua lewat, dan kami belum makan siang, kemudi mobil langsung saya arahkan ke restoran itu.
Di sana kami memesan sepiring gurami bakar bumbu kecap. Satu porsi untuk berdua. Untuk saya dan istri. Ukuran ikannya memang cukup besar. Terlalu besar untuk disantap seorang diri. Khawatir lewah atau mubazir kalau sampai tidak habis.
Ikan bakarnya terasa segar dan manis. Meskipun tidak sesegar ketika menyantap ikan bakar di Kawasan Timur Indonesia. Pas, lah.
Tapi jangan salah. Bumbu kecapnya yang paling juara. Lengkap dengan irisan cabai rawit dan bawang merah. Sebagai penyuka kuliner pedas, yang satu ini memang tidak boleh terlewat. Sekali cabai rawit kena gigit, langsung huh-hah kepedesan.
Perpaduan rasa manis dan pedas terasa begitu sempurna. Manisnya dari ikan dan kecap, sementara rasa pedas datang dari cabai rawit. Lengkap dengan nasi putih hangat sebagai asupan karbohidrat.
Kelar menyantap ikan bakar, saya merenung. Di daerah dataran tinggi seperti Lembang saja ada yang jual ikan bakar. Enak, pula! Dengan kata lain, tidak harus berada di pantai untuk bisa menikmati sajian ikan bakar.
Di mana pun kita berada, kita bisa berjumpa kedai ikan bakar dengan mudah. Dan itulah alasan keempat saya memposisikan ikan bakar sebagai khazanah kuliner yang paling mencitrakan Nusantara.