“Nenek moyangku seorang pelaut.”
Ya, kutipan lirik lagu ciptaan Ibu Sud itu sebenarnya menegaskan siapa jati diri kita sebenarnya. Kata “Nusantara” pun sejatinya bermakna gugusan pulau-pulau yang dipersatukan oleh lautan. Dengan demikian, kata kuncinya adalah laut.
Maka dari itu, kuliner seorang pelaut pasti berasal dari kekayaan laut. Dan, tidak ada satu pun bahan makanan yang lebih pantas merepresentasikan kekayaan laut dibanding ikan-ikanan.
Oleh sebab itulah saya memilih ikan bakar sebagai kuliner yang paling merepresentasikan Nusantara.
Ikan Bakar Nusantara
Kenapa harus ikan bakar? Kenapa bukan ikan goreng saja?
Karena cara mengolah bahan makanan yang pertama kali diterapkan manusia setelah berhasil menyalakan api adalah membakar. Menggoreng sendiri baru dipopulerkan oleh peradaban Mesir kuno sejak tahun 2500 sebelum Masehi.
Alasan itu menjadi kausa pertama mengapa saya menempatkan ikan bakar sebagai kuliner khas Nusantara. Bukan ikan goreng, bukan pula steam ikan.
Alasan kedua, nasionalitas. Ketika kita menyebut “ikan bakar”, maka kita tidak sedang merujuk pada suatu daerah tertentu saja. Hal ini berbeda dengan rendang, misalnya, yang tentu berasosiasi pada Sumatera Barat atau daerah Melayu.
Ikan bakar dimiliki oleh hampir semua daerah di Indonesia. Bumbunya saja yang berbeda. Di Sumatera, ada ikan bakar bumbu padang, khas Minang, Sumatera Barat. Orang Jawa punya ikan bakar bumbu kecap. Sementara warga Bali mengenal ikan bakar Jimbaran atau ikan bakar bumbu Bali.