Ramah dan cepat. Itu kesan pertama yang kami tangkap. Tidak sampai lima menit, bakso rusuk pesanan kami tiba di atas meja makan. Lengkap dengan senyum ramah dari pramusaji yang tengah bertugas.
Istri saya memesan bakso rusuk. Saya memesan menu yang sama, tapi dengan sedikit tambahan. Usai membaca menu, saya penasaran dengan bakso mercon. Jadilah bakso rusuk mercon. Maklum, saya memang penyuka kuliner pedas.
Apa yang kami pesan benar-benar tidak mengecewakan. Melebihi ekspektasi, malah. Bakso semangkok penuh itu disajikan panas-panas. Lengkap dengan toping bihun, mi kuning, dan sayur-sayuran.
Akan tetapi, yang membuat rasa lapar kian membumbung, tidak lain dan tidak bukan adalah aroma daging sapinya. Wanginya begitu kuat. Semakin menegaskan bahwa bakso ini terbuat dari daging sapi berkualitas.
Setelah mencoba, apa yang kami duga ternyata benar adanya. Aroma daging sapi langsung menyeruak, memenuhi lidah. Kuahnya begitu gurih. Tekstur baksonya terasa kenyal. Tidak keras, tidak pula lembek. Pas.
Rasa pedas dari bakso merconnya pun terasa pas. Pedasnya tidak sampai mengganggu selera makan. Kira-kira, tidak sepedas menggigit cabai rawit bulat-bulat. Tapi lebih pedas dari cabai ulek basah yang biasa kita jumpai di meja makan.
Bagi kami berdua, porsinya juga terasa pas. Tidak terlalu banyak, tapi jauh dari kata sedikit. Cukup untuk mengganjal perut yang sejak pagi tadi menjerit lantaran belum kunjung diisi. Maklum, takut terjebak macet arus mudik.
Faktor Pembeda
Faisal, pramusaji yang melayani kami hari itu, bercerita. Katanya, resep yang digunakan untuk membuat bakso ini sebenarnya sama dengan resep yang digunakan oleh pedagang bakso lainnya.
Yang membuatnya terasa berbeda adalah cara membuat kaldunya. Kata Faisal, untuk mendapat kuah bakso yang gurih, tulang rusuk sapi dan tetelannya dimasak lebih lama. Supaya saripati sapi yang terkandung di dalamnya benar-benar keluar.