Itu hadiah tak ternilai dari Tuhan kepada umat manusia. Seakan Tuhan hendak memberikan apresiasi kepada ciptaan-Nya yang telah bersusah-payah menahan hawa nafsu selama bulan Ramadan.
Nilai-nilai melatih diri melawan hawa nafsu selama berpuasa juga tercermin dari upaya membuka selotip nastar. Toples pertama akan terasa sulit. Akan tetapi, usai toples perdana, membuka toples-toples nastar berikutnya akan terasa lebih ringan.
Bahkan kalau kita kreatif, membuka selotip nastar tidak perlu utuh. Cukup sebagian hingga rekatan terasa renggang, kita bisa membuka paksa selotip nastar tanpa merusak isinya. Pernah, kan?
Kita juga bisa menggunakan alat bantu untuk menguliti selotip nastar. Pisau, misalnya. Namun demikian, kita tetap perlu berhati-hati. Sebab tanpa kehati-hatian tinggi, risiko jari tersayat semakin besar.
Dan ketika selotip nastar berhasil dibuka, sama seperti Lebaran, kita akan memperoleh hadiahnya. Yaitu berupa kenikmatan kue nastar yang bebas kita santap saat Lebaran tanpa ada kewajiban berpuasa.
Ketiga: Menjaga Kesucian
Pernah terpikir tidak? Mengapa nastar dibungkus dengan selotip? Padahal kue nastar sudah memiliki kotak khusus. Kenapa tidak disamakan dengan kaleng rengginang? Yang bisa dibuka-tutup tanpa menggunakan selotip?
Usut punya usut, selotip yang digunakan pada kue nastar berfungsi untuk menjaga daya tahan kue nastar. Dengan selotip, nastar tidak cepat lembab dan tidak mudah tumpah ketika dijinjing atau dibawa.
Dengan kata lain, kesucian nastar kian terjaga dengan rekatan selotip. Serupa dengan manusia yang kesuciannya terjaga saat Lebaran setelah berpuasa Ramadan selama sebulan penuh.