Saya pun tersenyum malu. Niat saya setelah berbagi memang minta didoakan. Siapa tahu dari bibir suci anak yatim-lah doa saya dikabulkan Tuhan. Tidak ada salahnya, kan?
Sejurus kemudian, saya menulis secara rinci beberapa munajat yang selama ini hanya bisa dipendam dalam hati. Sebab kata orang, doa itu harus rinci. Apa persisnya, tentu tidak akan saya ceritakan di sini.
Yang jelas, saya sangat percaya bahwa anak yatim memang pewujud mimpi. Saya pribadi pernah merasakannya. Ketika saya bertugas di Jakarta, saya titip doa kepada anak yatim supaya pindah tugas ke daerah. Benar saja, setahun berselang, saya dimutasi ke Medan.
Bukber Hemat, Tetap Nikmat
Dari artikel ini Anda sudah bisa menduga. Jika Anda bertanya kepada saya, bagaimana cara saya bukber hemat tapi tetap nikmat? Jawabannya adalah berbuka puasa bersama anak-anak yatim.
Hemat karena biaya yang dikeluarkan terjangkau. Nikmat karena bisa berbagi kebahagiaan kepada mereka yang membutuhkan. Ada bonus didoakan, pula! Nikmat mana lagi yang kamu dustakan?
Di tengah asyik bercengkerama, tiba-tiba terdengar kumandang azan Isya. Saatnya pulang ke rumah untuk menunaikan ibadah malam Ramadan.
Tapi sebelum angkat kaki, kami sempatkan diri memberikan salam tempel. Supaya anak-anak punya uang saku untuk jajan atau ditabung. Siapa tahu ada yang butuh baju baru untuk dikenakan saat Lebaran nanti.
Sambil bersalam-salaman, saya sempatkan mengusap kepala mereka satu per satu. Seraya memberi pesan, “Jangan lupa, uangnya ditabung untuk membeli kebutuhan, ya!”
Tanpa bersuara, mereka tersenyum. Bagi kami pribadi, tiada kata yang sanggup menggambarkan senyum mereka. Dengan berbagi sekotak nasi kepada para pewujud mimpi, kami merasa bahagia. [Adhi]