Sejak dulu, aktivitas ngabuburit yang paling enak adalah berburu jajanan pasar. Entah kenapa, setelah berpuasa sehari penuh, saat sore tiba, perasaan saya selalu lapar mata. Apa-apa terlihat begitu lezat lagi nikmat.
Apalagi jam pulang kantor saat bulan Ramadan dipercepat. Pukul empat atau setengah lima sudah bisa angkat kaki dari rutinitas pekerjaan. Mumpung masih ada dua jam lagi jelang berbuka, saya langkahkan kaki menuju Pasar Wadai Banjarmasin.
Pasar Wadai Banjarmasin? Apa itu?
Sini, sini. Saya kasih tahu. Pasar Wadai Banjarmasin adalah sejenis bazar Ramadan yang di dalamnya tersedia banyak penjual kue. Persis seperti namanya, “wadai” (bahasa Banjar), yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya “kue”.
Pasar wadai memang menjadi tradisi, budaya, sekaligus ciri khas Urang Banjar. Diselenggarakan sebulan penuh selama bulan Ramadan. Beragam kue khas Banjar dijajakan di sini. Buka mulai pukul dua hingga malam tiba.
Tak heran, banyak warga Banjarmasin yang datang kemari. Mereka berburu kue favorit sebagai menu hidangan berbuka. Tahun ini adalah pasar wadai edisi ke-36. Artinya, sudah 36 tahun sejak pasar wadai pertama diselenggarakan.
Pasar wadai bukanlah pasar yang punya lokasi tetap. Dibangun jelang Ramadan, dibongkar saat Lebaran. Tahun ini, Pasar Wadai Banjarmasin berlokasi di Menara Pandang nol kilometer, diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Banjarmasin.
Pemerintah Kota Banjarmasin sengaja memilih lokasi itu. Sebab selain bisa berburu kuliner tradisional, pengunjung juga bisa menikmati suasana pinggir sungai. Memandangi kelotok (perahu kaya bermotor) yang lalu lalang di sepanjang Sungai Martapura.
Ada yang berbeda di pasar wadai kali ini. Selain lebih ramai pengunjung lantaran aturan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sudah dicabut, jumlah pedagang berjualan juga tidak kalah banyak. Total ada 160 stan yang meramaikan pasar wadai.