9 Ramadan 1364 Hijriah.
Santap sahur Sayuti Melik hari itu kian terasa hambar. Sejak sepekan terakhir, ia dirundung rasa gelisah. Bibirnya kering, kedua bola matanya memerah. Lantaran kurang tidur dan terlalu banyak merokok.
Sudah hampir pukul satu dini hari, belum ketok palu juga. Masih berdebat pula.
Di hadapannya teronggok mesin ketik tua. Siap menanti aba-aba. Mesin ketik itu baru saja diambilnya kemarin malam dari gedung Konsulat Jerman. Sengaja ia bawa ke rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda karena, kabarnya, naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia akan segera naik tayang.
Tapi, prosesnya tidak semudah itu, Kawan!
Sebenarnya, saat mendengar kabar tentara sekutu menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, asa mengumumkan kemerdekaan Indonesia kian mengangkasa. Apalagi, tepat tiga hari yang lalu, Jepang menyerah kepada sekutu.
Lagipula, barisan pelaksana Indonesia merdeka juga sudah dibentuk dan berkumpul dalam wadah bernama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tidak kurang dari dua puluh tujuh tokoh bangsa bergabung dalam himpunan yang diinisiasi oleh Soekarno, Mohammad Hatta, dan Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat itu.
Tunggu apa lagi?
Kendati sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, deraan revisi tidak kunjung berhenti. Bahkan hingga detik-detik terakhir.