Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Mengupas Makna Ramadan di Negeri Paman Sam

1 April 2023   23:57 Diperbarui: 2 April 2023   00:02 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan: sumber Pixabay

Ramadan 2023 tiba. Selalu ada hal menarik yang bisa kita pelajari dari kisah Ramadan di berbagai penjuru dunia. Aktivitas ibadahnya memang serupa---sama-sama berpuasa dan mendirikan salat malam. Akan tetapi, budaya dan suasana yang menghiasinya boleh jadi berbeda.

Di Indonesia, semarak Ramadan senantiasa menggema ke seluruh pelosok negeri. Genderang beduk sahut-menyahut setiap kali azan Magrib berkumandang. Derap langkah jamaah salat tarawih menghiasi malam demi malam pada Bulan Suci. Tidak ketinggalan, teriakan anak-anak dan pemuda masjid memecah kesunyian malam saban waktu sahur tiba.

Puncaknya, mudik ke kampung halaman dan bersilaturahmi dengan sanak famili menjadi budaya yang tidak bisa dilepaskan ketika merayakan Idulfitri. Inilah suasana Ramadan yang lazim kita rasakan di Nusantara.

Yang menarik, keindahan Ramadan tidak hanya dirasakan oleh umat muslim saja, tetapi juga oleh seluruh rakyat Indonesia. Contoh sederhananya bisa kita temukan pada saat halalbihalal. Saling memaafkan pasca Ramadan, tanpa memandang latar belakang agama, adalah salah satu nilai luhur yang dimiliki Indonesia.

Lantas, bagaimana dengan rakyat Indonesia yang berada di luar negeri? Terutama mereka yang tinggal di negara yang mayoritas penduduknya nonmuslim. Di Amerika, misalnya. Apakah mereka merasakan kegembiraan yang sama?

Meskipun saya belum pernah melewatkan Ramadan di Amerika, saya berani menduga bahwa tantangan berpuasa di sana tidaklah serupa. Saya beri contoh sederhana. Di Amerika, kita tidak bisa menemukan penjaja takjil di pinggir jalan setiap kali beduk Magrib akan berkumandang. Benar, kan?

Kendatipun demikian, bagi Pemerintah Amerika Serikat, ternyata bulan Ramadan cukup menarik perhatian. Sebagai bukti, Pemerintah AS sampai-sampai mengeluarkan presidential message berkenaan dengan bulan suci Ramadan.

Melalui laman resmi Gedung Putih, Pemerintah AS mendoakan agar umat muslim di Amerika dapat melaksanakan ibadah Ramadan dengan baik. Tidak lupa, mereka juga berharap agar semangat Ramadan bisa mempererat tali persaudaraan antarpenduduk agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang lebih harmonis.

Tidak berhenti sampai di sana, Pemerintah AS juga kerap menyelenggarakan acara buka puasa bersama di Gedung Putih. Berbagai komunitas muslim Amerika turut hadir untuk menikmati jamuan makan malam di sana.

Pemerintah AS menjamin bahwa setiap penduduk di Amerika, baik muslim maupun nonmuslim, pendatang maupun lokal, memiliki hak yang sama untuk bisa beribadah dengan aman dan damai. Ia juga berharap agar semangat Ramadan dapat menjadi jalan terciptanya kerukunan antarkomunitas di Amerika.

Apa yang dilakukan Pemerintah AS sedikit banyak menunjukkan kepada kita, betapa besar makna Ramadan bagi Negeri Paman Sam. Bisa jadi, besarnya perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Amerika kepada umat muslim disebabkan karena pesatnya perkembangan umat muslim di sana.

Pew Research Center dalam artikel bertajuk New Estimates Show US Muslim Population Continues to Grow, menampilkan fakta yang cukup menarik. Hasil penelitian lembaga survei tersebut menunjukkan terdapat 3,45 juta umat muslim di Amerika pada 2017.

Dalam 10 tahun terakhir, laju pertumbuhan penduduk muslim di Amerika pun terbilang sangat pesat, yakni mencapai 46,81 persen atau hampir 5 persen per tahun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Amerika sendiri, yang berada di kisaran 1 hingga 2 persen per tahun.

Dari sana, kita pun bisa menduga. Semakin banyak umat muslim di Amerika, maka semakin kental pula nilai-nilai Islam di sana. Pada bulan Ramadan, bulan sucinya umat muslim sedunia, adalah momen yang paling tepat untuk mengukur sejauh mana makna kebaikan dan kedamaian Islam menghiasi kehidupan masyarakat Amerika.

Menebar Kebaikan Menjalin Tali Persaudaraan

Salah satu kisah tentang indahnya kebersamaan pada bulan suci Ramadan bisa kita temui di sebuah masjid di Virginia. Setelah menunaikan ibadah puasa, umat muslim berbondong-bondong untuk berbuka bersama.

Yang menarik, undangan buka bersama tidak hanya ditujukan bagi umat muslim saja, tetapi juga kepada penduduk sekitar tanpa memandang asal-usul agamanya. Semua bisa hadir menikmati jamuan di dalam area masjid. Lewat santap malam, mereka melebur menjadi satu dalam sebuah kerangka kebersamaan.

Penduduk nonmuslim yang ingin tahu lebih jauh tentang Islam, baik mereka yang sekadar penasaran atau bahkan yang ingin serius belajar, diberikan kesempatan seluas-luasnya. Mereka bisa mengamati bagaimana cara umat muslim menunaikan salat dan mengaji kitab suci Alquran.

Seton Mcilroy, seorang wanita Katolik yang turut hadir di sana, bahkan sempat mengikuti salat tarawih berjamaah. Kepada VOA News, ia mengaku sangat senang bisa merasakan nilai-nilai kedamaian yang diusung Islam secara langsung. Sangat jauh dari kesan negatif yang acap kali ia temui saat membaca berita atau menonton televisi.

Indahnya kebersamaan pada bulan Ramadan bukan saja ditunjukkan dari buka puasa bersama atau salat tarawih berjamaah di masjid Virginia, tetapi juga penggalangan donasi yang dilakukan oleh beberapa lembaga muslim di Amerika.

Alexandria, lembaga donasi muslim nonprofit terbesar di Amerika, seperti dilansir VOA News, menyebutkan jumlah donasi biasanya meningkat pesat pada bulan Ramadan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi.

Bagi donatur muslim, bulan Ramadan adalah bulannya berzakat. Di samping zakat fitrah---yang memang hanya diwajibkan pada bulan Ramadan---ada pula zakat penghasilan. Biasanya, umat muslim Amerika menentukan haul (batas waktu yang menjadi syarat wajib zakat) bertepatan dengan bulan Ramadan. Alasannya sederhana: supaya lebih mudah mengingatnya.

Bagi donatur nonmuslim, mereka tertarik untuk berdonasi di bulan Ramadan karena alasan kemanusiaan. Mereka ingin ikut andil dalam mengatasi ketimpangan dan kemiskinan di dunia. Program donasi dan zakat dari berbagai lembaga donasi muslim lantas menjadi jembatan yang paling pas untuk menyalurkan kebaikan hati mereka.

Dalam pelaksanaannya, Alexandria memang memiliki program yang terukur. Sekitar 70 persen dari donasi yang terkumpul mereka salurkan untuk mengatasi masalah kelaparan dan kesehatan di seluruh dunia, khususnya di Afrika dan Asia. Sisanya, mereka tujukan untuk membantu korban bencana alam dan kemiskinan di Amerika.

Meski membawa nama Islam, pada praktiknya setiap lembaga donasi muslim nonprofit di Amerika tidak membeda-bedakan agama.

"Kemiskinan tidak mengenal agama. Ketika Anda lapar, saya tidak akan pernah bertanya apa agama Anda," kata Halil Demir, Direktur Eksekutif The Zakat Foundation of America.

Apa yang ditunjukkan umat muslim di Amerika sejatinya mencerminkan nilai-nilai luhur dari ajaran Islam. Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa berbuat baik kepada sesama. Islam juga memerintahkan muslim agar menafkahkan sebagian dari harta yang dimiliki. Kedua nilai inilah yang ingin ditunjukkan oleh umat muslim di Amerika sepanjang bulan Ramadan.

Menyimpulkan Makna Ramadan

Ramadan adalah bulan berbagi kebaikan. Mungkin itu adalah kalimat yang paling tepat untuk memaknai Ramadan di Negeri Paman Sam. Status sebagai umat minoritas tidak serta-merta menjadikan muslim Amerika berdiam diri.

Mereka turut memperkenalkan dan menghadirkan kebaikan ajaran Islam kepada siapa pun tanpa memandang asal-usul agama. Mereka merangkul siapa saja yang merasa kelaparan untuk bersama menikmati keberkahan sajian iftar. Tiada lain yang mereka harapkan kecuali pahala dari sisi Tuhan.

Maka, sudah sepatutnya kita menarik pelajaran dari sana. Melalui perbuatan mulia, dakwah bisa hadir di tengah-tengah Amerika. Saya percaya, inilah yang menyebabkan jumlah umat muslim di sana mampu berkembang dengan pesat melebih laju pertumbuhan penduduknya.

Mereka tertarik dengan Islam lantaran menyaksikan nilai luhur yang ditunjukkan oleh umat muslim. Tidak dengan paksaan, tidak pula karena desakan. Sebab kedamaian dan ketenteraman hanya bisa dihadirkan oleh senyuman, bukan dengan gencatan apalagi makian.

Akhir kata, setelah melalui bulan Ramadan, semoga kita termasuk ke dalam barisan orang-orang yang gigih menebar kebaikan, bukan kebencian. [Adhi]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun