Di balik bumantara, hujan turun menanak luka
Memanggul pilu, memeram duka
Bersenyum paksa, bersolek durja
Bertanyalah kami kepada Sang Pelipur Lara
Kapankah pelangi itu tiba?
Tiba-tiba ia datang membawa senyuman
Merobek legam yang telah lama menodai awang
Merajut sukacita, menuai tawa
Mengudar warna dalam setiap tutur kata
Iya, kami bahagia
Pelangi itu tak ubahnya sosok ksatria
Ia selalu ada untuk membasuh luka
Ia selalu tegar dalam menepis bimbang
Ia selalu hadir demi memberi pasti
Dan ia selalu berenergi saat menaruh apresiasi
Maka ketika ia berkata, “Aku harus pergi”
Batin kami lantas menjerit, tiada daya memendam getir
Kata-katanya bagai terompet sangkakala yang siap menutup tirai bahagia
Untuk kali kedua, bertanyalah kami kepada Sang Pelipur Lara
Secepat itukah kala memisahkan kita?
Karena waktu kita berjumpa, lantaran waktu pula kita bersabda sampai jumpa
Namun kami percaya, waktu tiada diukur dari seberapa detik yang berganti
Tapi dari seberapa banyak cinta dan rindu yang bersemi
Oleh sebab itu, di sudut kala yang singkat ini
Izinkanlah kami berkata, “Pelangi itu telah memenuhi hati.”
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H