Saya mesti tabah menjalani kedua ujian di atas selama bertugas di Siau. Seperti halnya warga di sana yang harus rela mengalami pemadaman listrik bergilir setiap minggu. Maklum saja, pasokan listrik di sana masih sangat terbatas.
Begitu juga dengan komunikasi. Internet bagaikan barang langka yang hanya bisa diakses di pusat kota. Kecepatan koneksinya pun masih ala kadarnya. Sedikit gambaran, kita bisa berbalas teks lewat WA tetapi tidak bisa mengirim gambar.
"Biar internet tak jalan dan listrik padam, yang penting masih ada ikan bakar," tutur pemilik penginapan yang saya singgahi kala itu.
Sayangnya, apa yang dikatakan pemilik penginapan benar adanya. Menyantap ikan bakar memang satu-satunya hiburan kami untuk menghidupi gelapnya malam di Siau.
Pengalaman Bayar Tagihan
Ketika sedang asyik menyantap ikan bakar, tiba-tiba saya dikagetkan oleh dering notifikasi. Satu pesan masuk ke ponsel. Isinya sungguh membuat hati gelisah dan jantung berdebar.
Pak Adhi, ditunggu pembayaran paket seminar kit paling lambat hari ini. Tadi siang sudah saya kirim invoice-nya via WA. Namun sepertinya handphone Bapak tidak aktif. Mudah-mudahan kali ini Bapak terima SMS saya.
Kontan saya malu. Hari itu adalah jatuh tempo pembayaran tagihan perlengkapan seminar yang saya pesan minggu lalu. Saya benar-benar lupa. Lagi pula, tagihan yang dikirim via WA juga tidak sampai lantaran kendala sinyal. Sial!
Semula saya hendak meminta perpanjangan waktu selama seminggu. Begitu sampai di Manado, barulah saya transfer lewat mobile banking atau ATM. Sebab dari empat bank yang berkantor di Siau, tidak ada satu pun yang sama dengan rekening saya maupun vendor.
Tabungan saya ada di CIMB Niaga Syariah, sedangkan giro vendor ada di BCA. Sementara itu, di Siau hanya tersedia Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BPD SulutGo.