Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Baca Dulu, Jempol Kemudian

8 September 2018   18:11 Diperbarui: 9 September 2018   10:43 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Minat baca Indonesia masih rendah | sumber gambar: slidemodel.com dan georgetownpl.org (diolah dan disajikan kembali dalam bentuk infografis)

Setiap penulis sejatinya hanya memiliki harapan tunggal ketika ia menulis, yaitu karyanya dibaca. Saya bisa membayangkan bagaimana rekan saya menulis artikelnya dengan penuh cita-cita. Berharap agar gagasan yang ditulisnya, bisa dinikmati oleh banyak orang. Sehingga akan menjadi sumber rujukan, manfaat, atau inspirasi bagi setiap orang yang membacanya.

Mungkin ia juga berangan-angan, bahwa pembaca yang kritis akan menghubunginya setelah membaca tuntas tulisannya. Menanyakan tentang bagian yang kurang tepat, atau menyampaikan argumen atas hasil analisis yang berbeda pendapat. Menguliti kata per kata, demi merumuskan solusi yang tepat atas topik yang diangkat.

Jikalau ada harapan untuk memperoleh kompensasi pun, saya berani bertaruh, bahwa itu berada pada urutan terakhir dari tujuan ia menulis. Karena jelas, ia tidak mengandalkan artikelnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Etika membaca dengan gawai | sumber gambar: flaticon.com (diolah dan disajikan kembali dalam bentuk infografis)
Etika membaca dengan gawai | sumber gambar: flaticon.com (diolah dan disajikan kembali dalam bentuk infografis)
Sebagai seorang blogger---yang doyan mengikuti kompetisi menulis---saya pun merasakan hal yang sama. Mungkin karena melihat beberapa prestasi yang telah saya raih, seorang sahabat pernah bertanya. Mengapa saya lebih banyak mengikuti kompetisi, dibandingkan dengan menulis di media cetak.

Saya menjawab. Pertama, karena saya memiliki kesempatan untuk mendapat hadiah. Hadiah yang saya peroleh dari kompetisi menulis, tidak hanya menjadikan dapur tetap ngebul, namun juga menambah tabungan bagi istri untuk melanjutkan studi.

Kedua, karena prestasi. Siapa yang tidak senang ketika namanya terpampang sebagai pemenang kompetisi penulis? Hal itu membuat saya senang dan ketagihan.

Terakhir, dengan mengikuti kompetisi, minimal artikel yang saya kirim pasti dibaca dengan tuntas oleh para juri. Pasti! Bisa jadi bukan hanya sekali, tetapi hingga berkali-kali. Untuk membandingkan tulisan saya dengan peserta lainnya, apabila kualitasnya dinilai cukup untuk ditempatkan dalam daftar nominasi pemenang.

Ah, jangan berkecil hati kawan. Saya pernah mendengar dari orang bijak, bahwa orang yang menulis itu, berpeluang mendapatkan 3 kepuasan. Pertama, puas karena tulisannya berhasil ia selesaikan. Kedua, puas karena hasil tulisannya telah dibaca orang. Dan terakhir, puas karena mendapatkan kompensasi, bisa dalam bentuk materi ataupun ketenaran.

Jikalau yang kedua belum bisa dinikmati, setidaknya kau sudah mendapat 2 kepuasan lainnya, bukan?

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun