Seakan tetap abadi, ada salah satu pepatah kuno yang diajarkan oleh nenek moyang bangsa ini kepada setiap generasi muda penerus bangsa secara turun temurun. “Kebersihan Pangkal Kesehatan.” Sekilas terdengar sederhana, namun sesungguhnya penuh arti dan makna.
Pepatah tersebut mengajarkan kepada kita mengenai arti penting menjaga kebersihan untuk mencapai kehidupan yang sehat. Sebagai contoh sederhana, kita senantiasa dianjurkan untuk mencuci tangan sebelum makan. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa mencuci tangan dapat membunuh berbagai kuman dan bakteri yang melekat sehingga dapat mencegah timbulnya berbagai penyakit. Contoh lainnya adalah meminum air yang telah dimasak. Memasak air minum sebelum dikonsumsi dapat membunuh mikroorganisme negatif yang terkandung di dalam air, serta menghindarkan kita dari risiko sakit perut. Dalam tataran yang lebih luas, tentunya dengan menjaga kebersihan lingkungan akan menjamin terciptanya lingkungan yang lebih sehat.
Selain berdampak positif terhadap diri dan lingkungan, menjaga kebersihan ternyata juga memiliki dampak yang sangat besar bagi perekonomian, khususnya di sektor pariwisata. Kok bisa? Bayangkan jika kita berwisata ke sebuah objek wisata yang kotor dan tidak terawat, tentu kita tidak akan nyaman berlama-lama di sana. Bahkan mungkin kita tidak akan berpikir untuk mengunjungi objek wisata tersebut untuk kedua kalinya. Selanjutnya dapat ditebak, objek wisata yang kotor tidak akan berkembang dan memiliki dampak yang negatif, tidak hanya terhadap kelestarian lingkungan, namun juga terhadap perekonomian di daerah tersebut. Sebaliknya, objek wisata yang bersih, asri, dan indah dapat menarik minat kunjungan wisatawan sehingga akan menjadi sumber ekonomi baru bagi penduduk di sekitar daerah tersebut. Dari sana rasanya kita sepakat bahwa pengelolaan sampah (waste management) menjadi salah satu faktor penting bagi setiap objek wisata.
Di berbagai negara maju di Eropa, waste management telah menjadi kunci keberhasilan dalam pengembangan sektor pariwisata. Penelitian yang dilakukan oleh Murava dan Korolbelnykova (2016) menyimpulkan bahwa objek wisata merupakan salah satu daerah penghasil sampah terbesar di dunia. Selanjutnya Ezeah et al (2015) menyimpulkan bahwa pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan dapat memberikan efek jangka panjang yang sangat positif terhadap industri pariwisata dan ekonomi di Eropa, antara lain mengurangi biaya sosial ekonomi, efisiensi biaya operasional, melestarikan lingkungan, dan meningkatkan citra serta kepuasan wisatawan. Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk merumuskan pengelolaan sampah yang baik, setidaknya harus mencakup tiga hal yaitu manusia (komunitas), fisik (infrastruktur dan peralatan penunjang), serta hukum dan ketentuan yang berlaku (legal instruments).
Sebagai salah satu negara kepulauan yang kaya akan budaya daerah, Indonesia memiliki beragam objek wisata yang tersebar mulai dari Sabang hingga Merauke. Beberapa objek wisata bahkan menjadi ikon pariwisata nasional bahkan mancanegara. Sebut saja Candi Borobudur di Jawa Tengah, Pantai Kuta di Bali, Gili Trawangan di Nusa Tenggara Barat, ataupun Kota Tua di Jakarta. Nah, di Sulawesi Utara, ada salah satu objek wisata yang telah menjadi ikon pariwisata dunia yaitu Taman Laut Bunaken.
Siapa yang tidak kenal dengan keindahan Bunaken? Berjarak hanya sekitar 30 menit dari ibukota Manado, Bunaken setidaknya memiliki 20 (dua puluh) dive spot dengan kedalaman hingga mencapai ±1.300 meter. Hamparan terumbu karang yang terbentang luas di dasar laut berwarna biru menjadi sumber kehidupan bagi berbagai jenis ikan dan spesies laut lainnya. Bahkan tingkat biodiversitas kelautan yang ada di Bunaken telah diakui merupakan salah satu yang tertinggi di dunia! Tidak heran mengapa kemudian Bunaken disebut-sebut sebagai surganya para penyelam internasional. Namun demikian, pesona keindahan dan keanekaragaman hayati di Bunaken kini mulai terancam. Apalagi jika bukan karena persoalan kebersihan.
Masalah kebersihan memang terus membayangi Bunaken dalam beberapa tahun terakhir. Keindahan pemandangan bawah laut dan terumbu karang kini mulai tergantikan dengan sampah plastik bekas kemasan air mineral. Upaya pelestarian lingkungan memang belum menjadi prioritas masyarakat sekitar Bunaken. Selain itu, tidak tersedianya tempat pembuangan sampah yang layak di Bunaken semakin mempersulit upaya pengelolaan sampah. Tempat pembuangan sampah terdekat hanya tersedia di Kota Manado, sehingga produksi sampah di Bunaken mau tidak mau harus diangkut dengan menggunakan kapal. Terbatasnya jumlah kapal pengangkut sampah kemudian memperburuk permasalahan kebersihan di Bunaken. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka niscaya pesona keindahan Bunaken sebagai ikon pariwisata dunia hanya tinggal sejarah.
Pablo Picasso, seorang pelukis terkenal pernah berkata, “Action is The Fundational Key to All Success.” Tindakan nyata adalah kunci utama dari seluruh kesuksesan. Melihat permasalahan kebersihan di Bunaken, Bank Indonesia tidak tinggal diam. Seperti yang telah disinggung di awal, masalah kebersihan di Bunaken bukan hanya berdampak pada kelestarian lingkungan, tetapi juga mengancam kelangsungan pariwisata dan perekonomian daerah. Sejalan dengan salah satu tema Tranformasi Bank Indonesia, yaitu Institutional Leadership, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara menginisiasi sebuah gerakan yaitu ‘Gerakan Bersih-Bersih Bunaken’ pada tanggal 10 Oktober 2015.
Hal utama yang dilakukan dalam gerakan ini adalah membersihkan Bunaken dari kepungan sampah, baik yang terdapat di pesisir pantai maupun di dasar laut. Selain melibatkan seluruh pegawai organik maupun non-organik, Bank Indonesia juga mengajak serta pemerintah daerah, masyarakat, dan komunitas pecinta alam di sekitar Bunaken untuk terlibat langsung dalam gerakan ini. Tidak hanya membersihkan sampah, Bank Indonesia juga memberikan bantuan berupa alat-alat kebersihan mulai dari sapu lidi hingga tempat sampah. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan di Bunaken.
Bukankah, sebuahaksi nyata akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan ratusan lembaranalisa? Semoga!
Artikel ini juga dipublikasikan di Blog Pribadi penulis.
Referensi :
Murava dan Korolbelnykova. 2016. The Analysis of the Waste Problem in Tourist Destinations on the Example of Carpathian Region in Ukraine. Journal of Ecological Engineering Vol.12 Issue 2.
Ezeah et al. 2015. Tourism Waste Management in the European Union : Lessons Learned from Four Popular EU Tourist Destinations. American Journal of Climate Change Vol.4. Scientific Research Publishing Inc.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H