Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlunya Pendidikan Karakter untuk Selamatkan Masa Depan Bangsa

17 April 2017   23:19 Diperbarui: 17 April 2017   23:30 2372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak hanya mengajar, seorang guru juga harus memberikan contoh positif bagi muridnya | Sumber Ilustrasi : www.astrowani.com

“Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.” Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi daya kekuatan.

Sebuah gagasan yang timbul dari pemikiran tajam dan sarat pengalaman seorang Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara, saat mendirikan Peguruan Taman Siswa pada tahun 1922. Sejarah mencatatkan bahwa Perguruan Taman Siswa menjadi salah satu elemen penting pergerakan kemerdekaan Indonesia, khususnya melalui dunia pendidikan. Gagasan tersebut kemudian dikenal secara luas dan menjadi semboyan yang memberikan arti penting bagi pengajar dalam dunia pendidikan di tanah air.

Semboyan tersebut menjadi pondasi penting bagi sikap guru dalam mendidik muridnya. Selain memberikan ilmu yang bermanfaat bagi murid, seorang guru wajib memberi contoh positif, menyemangati, dan mendukung murid agar memiliki nilai dan karakter utama bangsa yang diperlukan dalam kehidupannya, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Nilai dan karakter tersebut tidak mungkin dapat tertanam secara utuh pada diri seorang murid apabila guru tidak memiliki nilai dan karakter yang sama.

Seakan tidak pernah habis ditelan zaman, apa yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara pada sembilan puluh lima tahun yang lalu, ternyata masih dibutuhkan dalam dunia pendidikan di Indonesia, khususnya dewasa ini. Efek globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan alur informasi masuk dengan deras, baik informasi positif maupun informasi negatif. 

Celakanya, sepertinya secara naluriah otak manusia akan lebih tertarik untuk membaca informasi negatif dibandingkan dengan informasi positif. Sebagai contoh sederhana, berita ricuhnya rapat paripurna DPD-RI di Jakarta lebih digemari oleh masyarakat dibandingkan dengan berita membaiknya outlook sovereign credit rating Indonesia dari stable menjadi positive yang diberikan oleh Rating and Investment Information, Inc. (R&I), salah satu lembaga pemeringkat rating investasi kelas dunia.

Berbagai studi ilmiah telah membuktikan bahwa informasi negatif akan melekat lebih kuat dalam memori seseorang dibandingkan dengan informasi positif (Ito et al, 1998). Penelitian Merrel (2012) juga menyimpulkan bahwa informasi negatif dapat memberikan efek negatif jangka panjang bagi psikologis seseorang.

Kurangnya kemampuan dalam menyaring informasi akan sangat berbahaya bagi perkembangan berpikir dan kehidupan anak-anak. Berdasarkan data yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah kasus di bidang pendidikan yang menimpa anak-anak Indonesia pada tahun 2015 meningkat sebesar 16.7% (yoy), dari semula 461 kasus menjadi 538 kasus. 

Sebagian besar kasus ini berupa bullying yang ironisnya terjadi di sekolah. Belum lagi jika ditambahkan dengan data kasus narkoba dan pornografi pada anak yang juga meningkat setiap tahunnya. Tidak jarang kita dengar di media bahwa kasus narkoba maupun pornografi kini telah banyak merambah ke sekolah-sekolah, bahkan hingga ke tingkat SMP.

Kegagalan dalam mendidik murid akan mengancam masa depan bangsa ini. Berbagai dampak negatif akan ditimbulkan dari kondisi tersebut, mulai dari hilangnya minat murid dalam belajar dan berprestasi, meningkatnya probabilitas putus sekolah dan bunuh diri, serta yang paling utama adalah hilangnya nilai dan karakter utama bangsa yang telah ditanamkan sejak dahulu oleh para pahlawan nasional, termasuk Ki Hadjar Dewantara.

Lima Nilai dan Karakter Utama Bangsa Indonesia

Sebagaimana telah disinggung di awal, ada lima nilai dan karakter utama yang perlu ditanamkan kepada generasi muda penerus bangsa sejak dini. Karakter pertama adalah religius. Karakter ini merupakan yang terpenting dalam membentuk generasi muda. Setiap agama mengajarkan penganutnya untuk senantiasa takut akan Tuhan. Dengan sikap takut akan Tuhan, maka seseorang akan berbuat baik kepada diri sendiri, keluarga, dan sesamanya, saling membantu dan tenggang rasa, serta menghormati pemeluk agama lainnya. Ilmu yang tidak dibarengi dengan karakter religius akan sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun