Melalui perkataan Om Dandan, saya tentu merasa diterima dengan baik.
Di hari pertama, santri Kolese Kanisius sudah di-expose dengan berbagai pengalaman yang baru. Setelah disambut oleh Om Dandan, santri Kanisius diajak untuk berkeliling di wilayah Al-Ittifaq. Saya dan tiga teman lainnya ditemani oleh tiga santri dari Al-Ittifaq.Â
Selama berkeliling di wilayah Al-Ittifaq, saya kagum dengan praktik agrobisnis yang dilakukan para santri. Persepsi saya tentang kehidupan pesantren berubah ketika saya berkeliling di wilayah Al-Ittifaq.
Ternyata, kehidupan di pesantren tidak melulu tentang pendidikan agama, tetapi juga keterampilan hidup tertentu. Suatu saat, santri-santri ini bisa diajak kolaborasi untuk melakukan agribisnis. Meskipun gaya hidup saya dengan para santri berbeda, kita ternyata bisa berkolaborasi.
Malam hari, para santri Kanisius diajak untuk kamisan di masjid. Tentu saja, para santri Kanisius tidak memahami apa yang terjadi selama kamisan. Namun, saya pribadi merasakan suasana keseruan, kehangatan, dan solidaritas selama kegiatan ini.Â
Kegiatan sosial yang benar-benar melibatkan human interaction seperti di acara kamisan sulit untuk dirasakan di Jakarta yang serba individualis dan cepat. Para santri terlihat sangat bahagia ketika mengikuti acara kamisan. Ketika melihat para santri yang menikmati acara kamisan, saya langsung menyadari bahwa kegiatan sosial rutin serupa harus dinormalisasikan di Jakarta. Meskipun human interaction di acara kamisan sangat sederhana, saya semakin menyadari pentingnya human interaction untuk kehidupan kita.
Hari kedua dapat dideskripsikan dalam dua kata: menantang dan melelahkan. Pada hari kedua, santri Kanisius bangun pukul 4 subuh dan pergi ke masjid. Setelah mengikuti kegiatan pengajian di masjid, santri Kanisius pergi ke Curug Bentang Padjajaran. Setelah ke Curug Bentang Padjajaran, santri Kanisius pergi ke ladang untuk berkegiatan. Hari kedua sungguh-sungguh dipenuhi dengan aktivitas fisik. Karena belum terbiasa bangun pada pukul 4 subuh dan ada banyak aktivitas fisik, tidak heran jika hari kedua menjadi hari yang menantang dan melelahkan.
Saya menyadari bahwa keseharian para santri Al-Ittifaq sangat padat dengan kegiatan. Namun, para santri tetap tampak bersemangat. Karena itu, saya kagum karena para santri kuat dalam menjalani kegiatan sehari-harinya.
Para santri memiliki prinsip atau motto bahwa ada tiga hal yang tidak boleh menganggur: waktu, tanah, dan sampah. Bagi para santri Al-Ittifaq, waktu itu selalu ada untuk dimanfaatkan. Sering kali kita tidak bisa berbuat sesuai karena malas saja, bukan karena kekurangan waktu. Ini adalah tamparan keras bagi saya yang kadang suka menunda-nunda pekerjaan demi kenikmatan sesaat.Â
Hari kedua yang melelahkan diikuti dengan hari ketiga yang cukup santai dan singkat. Hari ketiga, santri Kanisius melihat usaha budidaya jamur di dekat Al-Ittifaq. Kegiatan ini diikuti dengan kegiatan penutupan bersama Om Dandan. Setelah acara penutupan, santri Kanisius pun kembali menjadi siswa Kanisius.