Mohon tunggu...
Nobuhiro Komatsuda
Nobuhiro Komatsuda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kolese Kanisius

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dunia yang Berbeda: Sekolah Katolik Menyantri

18 November 2024   22:19 Diperbarui: 18 November 2024   22:59 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkeliling di wilayah Al-Ittifaq (sumber: dokumentasi pribadi)

"Perbedaan itu fitrah. Dan ia harus diletakkan dalam prinsip kemanusiaan universal." -Gus Dur

Kata "toleransi" memunculkan interpretasi yang beragam. Namun, di balik semua pemikiran yang muncul tentang kata tersebut, ide utamanya adalah "menerima perbedaan". 

Masyarakat dihadapkan dua pilihan: menerima perbedaan atau menolak perbedaan. Di Dunia Barat, sebagian masyarakat masih memilih untuk menolak perbedaan. Menurut EU Agency for Fundamental Rights (FRA), orang-orang Islam di Uni Eropa menghadapi diskriminasi di berbagai aspek kehidupan, baik dari masyarakat maupun pemerintah. Orang-orang Islam di Eropa kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, membeli rumah, dan anak-anak yang mereka kerap menjadi korban perundungan di sekolah.

Sebagai negara multireligius, Indonesia tidak bisa mengikuti jejak negara-negara yang memilih untuk mensegregasi masyarakatnya. Jika Indonesia memilih untuk membuat dikotomi sosial berdasarkan agama, integritas negara ini dapat terancam. Indonesia harus, dengan segala cara, menghindari intoleransi dan konflik keagamaan.

Intoleransi agama sering kali berakar dari kesalahpahaman. Untuk mengatasi intoleransi agama, kita perlu meningkatkan pemahaman tentang agama lain. Pada 30 Oktober 2024, siswa kelas XII Kolese Kanisius berkesempatan untuk melakukan live in di berbagai pondok pesantren di Banten dan Jawa Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman "santri" Kanisius tentang agama Islam. 

Cerita dari Al-Ittifaq

Satu kelompok siswa dari Kanisius berkesempatan untuk mengunjungi Pondok Pesantren Al-Ittifaq di Ciwidey, Jawa Barat. Berdiri sejak tahun 1934, Al-Ittifaq dikenal dengan kegiatan agribisnisnya dan bahkan pernah dikunjungi oleh Presiden Joko Widodo.

Live in para "santri" Kanisius berlangsung selama tiga hari dua malam. Sebelum keberangkatan, santri Kanisius merasakan berbagai perasaan. Ada perasaan gelisah karena belum pernah ke pondok pesantren dan ada juga yang mengalami fear of missing out terhadap berbagai dinamika yang terjadi di Jakarta, terutama karena semua gawai dititipkan ke guru sebelum keberangkatan. Namun, ada juga rasa antusias dan penasaran yang tak kalah besar. 

Setibanya di Al-Ittifaq, santri Kanisius disambut oleh Om Dandan, Kepala Pondok Pesantren Al-Ittifaq. Saat Om Dandan menyambut santri Kolese Kanisius, saya terkesan dengan perkataan beliau. 

"Keberagaman itu bukan masalah, justru sebuah anugerah" -Om Dandan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun