"We do not learn from experience... we learn from reflecting on experience." -- John Dewey
Quote ini memberikan pandangan kepada kita bahwa kita belajar itu sebenarnya tidak berasal dari pengalaman, tetapi bagaimana kita bisa merefleksikan diri kita dari pengalaman yang sudah kita lakukan. Dalam konteks ini, Ekskursi pada tahun 2024 ini menjadi salah satu contoh dari quote yang diberikan.
Ekskursi ini menjadi salah satu kegiatan di Kolese Kanisius yang sudah diselenggarakan dari beberapa tahun yang lalu. Menjadi salah satu kegiatan dan akhir kegiatan di kelas 12 ini. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan untuk mempelajari hal-hal baru. Di tengah rutinitas pendidikan formal, ekskursi memberikan kesempatan unik untuk mendalami nilai-nilai kehidupan, membangun karakter, dan memperluas wawasan. Tidak sekadar menimba pengetahuan, ekskursi memungkinkan kita untuk memahami bahwa dunia ini penuh dengan keragaman yang menyatukan manusia dalam nilai-nilai universal. Dari kegiatan ini, kita diajak untuk pergi ke suatu tempat, bernama Pondok Pesantren, dimana pondok ini berisikan dengan siswa-siswi yang ingin belajar bersama teman-teman mereka selama 6 tahun tanpa adanya pulang ke rumah orang tua.Â
Pengalaman ini tentu menjadi salah satu pengalaman yang tak pernah saya lupakan, karena selama bersekolah di Kolese Kanisius, tidak ada satu kegiatan diajak ke sekolah lain, terutama di pondok pesantren untuk saling berbagi ilmu. Paling hanya pergi ke rumah-rumah warga, saling bercengkrama memberikan pengalaman kehidupan kita yang saling menyatukan diri kita. Berinteraksi dengan para santri di Pondok Pesantren Al-Furqon Muhammadiyah, kami tidak hanya belajar tentang kehidupan mereka, tetapi juga menggali nilai-nilai yang bisa memperkaya diri. Dari sini, pengalaman ini menjadi salah satu pengalaman yang tidak pernah terlenyap di hidup saya.
Saat pertama tiba di pondok pesantren, saya merasa canggung. Belum mengenal siapa pun, suasana baru itu menghadirkan rasa gugup. Namun, segala kekhawatiran perlahan memudar ketika kami disambut dengan keramahan luar biasa dari para santri. Di luar ekspektasi saya, mereka menunjukkan kehangatan yang menginspirasi, membuat kami merasa diterima sebagai bagian dari mereka.
Sore harinya, kami bermain basket bersama. Momen ini menjadi titik awal bagi saya untuk lebih mengenal mereka. Dari siswa kelas 10 hingga kelas 12, mereka tidak hanya menunjukkan kemampuan bermain, tetapi juga sikap sportif dan semangat kebersamaan. Setelahnya, kami menikmati makan sore bersama, diiringi diskusi santai yang membuka wawasan saya tentang kehidupan di pesantren. Dari jam bangun pagi hingga kebijakan penggunaan ponsel yang hanya diperbolehkan pada hari Jumat, setiap cerita memberikan gambaran tentang disiplin dan tanggung jawab yang tinggi.
Malam harinya, kami berdiskusi lebih mendalam dalam kelompok kecil. Topik yang dibahas mencakup berbagai aspek kehidupan pesantren, mulai dari sistem pendidikan hingga kegiatan organisasi siswa. Tak lupa, saya dan beberapa teman menyempatkan waktu untuk berbincang dengan siswa kelas 10. Percakapan ini memberikan perspektif yang lebih personal tentang dinamika kehidupan mereka.
Keesokan paginya, pengalaman tak kalah menyenangkan menanti. Kami diajak ke pemandian air panas, sebuah kesempatan untuk bermain dan bercengkerama dalam suasana yang santai. Sore harinya, kegiatan berlanjut dengan permainan sepak bola bersama, diakhiri dengan sesi berbagi pengetahuan tentang public speaking dan debat yang dipandu oleh dua teman saya, Joel dan Hans.
Ketika malam tiba dan aktivitas hampir usai, perasaan campur aduk melingkupi hati saya. Rasa bahagia bercampur dengan kesedihan karena kami harus meninggalkan pondok pesantren keesokan harinya. Namun, kenangan dan pelajaran dari pengalaman ini akan selalu terpatri dalam ingatan.
Selama 3 hari di Pondok Pesantren Al-Furqon Muhammadiyah, tempat ini penuh dengan kesederhanaan dan kehangatan. Bangunan-bangunan sederhana namun fungsional mencerminkan kehidupan para santri yang teratur dan disiplin. Lingkungan pesantren yang tenang menjadi tempat yang ideal untuk pembelajaran, baik secara akademis maupun spiritual. Para santri dan santriwati juga menunjukkan sikap yang rendah hati dan penuh semangat kepada kita, siswa Kolese Kanisius. Meski hidup dalam keterbatasan, mereka memancarkan keceriaan yang menular. Aktivitas harian mereka dimulai sejak dini hari, diisi dengan jadwal yang padat. Namun, dibalik kesibukan itu, mereka tetap menyempatkan waktu untuk bermain, bercanda, dan saling mendukung.