Mohon tunggu...
noberlamba
noberlamba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah orang yang menyukai banyak hal seperti olahraga, seni, dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pengaruh Krisis Kredit Memperburuk Ketidaksetaraan Ekonomi di Amerika Serikat

10 Januari 2025   01:11 Diperbarui: 10 Januari 2025   00:14 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis kredit yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008, yang dikenal sebagai krisis subprime mortgage, memiliki dampak yang mendalam terhadap ketidaksetaraan ekonomi di negara tersebut. Krisis ini tidak hanya menghancurkan sistem keuangan AS, tetapi juga memperburuk kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin. Artikel ini akan membahas bagaimana krisis kredit berkontribusi pada ketidaksetaraan ekonomi di Amerika Serikat, dengan fokus pada penyebab, dampak, dan respons kebijakan yang diambil.

Krisis subprime mortgage berakar dari praktik pemberian pinjaman hipotek yang longgar dan tidak hati-hati. Pada awal tahun 2000-an, untuk merangsang pertumbuhan ekonomi setelah gelembung dot-com, Federal Reserve menurunkan suku bunga secara signifikan. Suku bunga yang rendah ini mendorong banyak orang untuk mengambil pinjaman hipotek, termasuk mereka yang secara finansial tidak layak, yang dikenal sebagai pinjaman subprime. Ketika suku bunga mulai meningkat, banyak peminjam tidak dapat memenuhi kewajiban mereka, menyebabkan lonjakan kredit macet dan akhirnya memicu kebangkrutan lembaga keuangan besar seperti Lehman Brothers.

Penyebab Ketidak Setaraan Ekonomi di AS?

penyebab utama dari krisis kredit adalah praktik pemberian pinjaman hipotek subprime yang tidak hati-hati. Lembaga keuangan memberikan pinjaman kepada peminjam yang secara finansial tidak layak, sering kali tanpa mempertimbangkan kemampuan mereka untuk membayar kembali. Hal ini diperparah oleh penurunan suku bunga yang dilakukan oleh Federal Reserve untuk merangsang pertumbuhan ekonomi pasca-ledakan gelembung dot-com, yang membuat pinjaman menjadi lebih mudah diakses.

Pinjaman hipotek subprime ini kemudian dikemas menjadi produk investasi kompleks seperti collateralized debt obligations (CDO) dan mortgage-backed securities (MBS). Produk-produk ini sulit dinilai secara akurat, sehingga banyak investor tidak menyadari risiko yang mereka ambil. Ketika pasar perumahan mulai runtuh, nilai dari sekuritas-sekuritas ini juga jatuh drastis, menyebabkan kerugian besar bagi lembaga keuangan dan investor.

Krisis ini juga mencerminkan kurangnya pengawasan dan regulasi dalam industri keuangan. Penghapusan beberapa regulasi penting, seperti Glass-Steagall Act, memungkinkan bank untuk terlibat dalam praktik berisiko tinggi tanpa pengawasan yang memadai. Hal ini menciptakan lingkungan di mana lembaga keuangan dapat mengambil risiko besar tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang.

Ketidakseimbangan dalam perdagangan global juga berkontribusi terhadap krisis ini. Defisit perdagangan besar di AS dan surplus perdagangan di negara-negara seperti Tiongkok menciptakan ketergantungan pada pinjaman internasional. Ketika krisis terjadi, dampaknya menyebar ke seluruh dunia, mempengaruhi stabilitas ekonomi global.

Dampak terhadpa ketidak setaraan ekonomi yang di alami AS

Salah satu dampak langsung dari krisis kredit bisa kita lihat dari  peningkatan beban utang bagi individu dan keluarga. Banyak peminjam dari kalangan berpendapatan rendah dan menengah terjebak dalam utang yang semakin meningkat akibat gagal bayar pinjaman hipotek. Dengan akses kredit yang semakin ketat setelah krisis, mereka yang sudah berada dalam situasi sulit menjadi semakin terpuruk. Hal ini menciptakan siklus kemiskinan yang sulit untuk diputus.

Krisis ini bisa juga menyebabkan penurunan signifikan dalam kekayaan rumah tangga. Banyak keluarga kehilangan rumah mereka akibat penyitaan, sementara nilai properti di seluruh negeri jatuh drastis. Menurut laporan, kapitalisasi pasar global terpangkas hampir 50% akibat krisis ini. Penurunan nilai aset ini sangat merugikan kelompok berpendapatan rendah dan menengah yang mengandalkan rumah sebagai investasi utama mereka.

Krisis kredit menyebabkan lonjakan angka pengangguran di AS. Banyak perusahaan melakukan pemotongan tenaga kerja untuk mengurangi biaya operasional di tengah penurunan permintaan. Pada puncaknya, tingkat pengangguran mencapai lebih dari 10% pada tahun 2009. Pengangguran yang tinggi ini terutama berdampak pada kelompok berpendapatan rendah, memperburuk ketidaksetaraan ekonomi.

Respons pemerintah terhadap krisis juga memperburuk ketidaksetaraan. Meskipun pemerintah mengeluarkan bailout sebesar $700 miliar untuk menyelamatkan lembaga keuangan besar, bantuan langsung bagi individu atau keluarga yang terdampak sangat terbatas. Ini menciptakan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, di mana institusi besar diselamatkan sementara masyarakat kecil dibiarkan berjuang. Kebijakan ini menunjukkan bahwa sistem keuangan lebih memprioritaskan penyelamatan lembaga besar daripada kesejahteraan masyarakat.

Solusi yang Dapat Dilakukan untuk Mengahiri Krisis Ketidak Setaraan Ekonomi AS.

Salah satu solusi utama adalah program restrukturisasi utang bagi pemilik rumah yang terjebak dalam hipotek subprime. Pemerintah dapat mensubsidi pemilik rumah agar mereka mampu melanjutkan pembayaran kredit rumah mereka. Misalnya, program yang diluncurkan oleh Presiden Barack Obama bertujuan untuk membantu antara tujuh hingga sembilan juta keluarga dalam merestrukturisasi dan mendanai kembali kredit rumah mereka, sehingga terhindar dari penyitaan.  Dengan memberikan bantuan langsung kepada peminjam, pemerintah dapat mencegah hilangnya aset dan mengurangi beban utang.

Peningkatan regulasi di sektor keuangan juga sangat penting. Setelah krisis, banyak pihak menyerukan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap lembaga keuangan untuk mencegah praktik pemberian pinjaman yang longgar. Regulasi seperti Dodd-Frank Wall Street Reform and Consumer Protection Act diperkenalkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem keuangan2. Dengan mengatur lembaga keuangan secara lebih ketat, risiko terjadinya krisis serupa di masa depan dapat diminimalkan.

Bailout atau dana talangan bagi lembaga keuangan yang terancam bangkrut juga merupakan salah satu solusi yang diterapkan. Pada tahun 2008, pemerintah AS menyetujui paket bailout sebesar $700 miliar untuk membantu lembaga-lembaga keuangan yang mengalami masalah likuiditas3. Meskipun ini membantu mencegah keruntuhan sistemik, penting untuk memastikan bahwa bantuan tersebut disertai dengan syarat-syarat yang mendukung pemulihan ekonomi masyarakat, bukan hanya menyelamatkan institusi besar.

 

Dapat disimpulkan bahwa Krisis kredit yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008, dikenal sebagai krisis subprime mortgage, memiliki dampak signifikan terhadap ketidaksetaraan ekonomi. Krisis ini berakar dari praktik pemberian pinjaman hipotek yang longgar, di mana lembaga keuangan memberikan pinjaman kepada peminjam yang tidak layak secara finansial. Penurunan suku bunga oleh Federal Reserve untuk merangsang pertumbuhan ekonomi pasca-geledah dot-com memperburuk situasi ini, mendorong lebih banyak orang untuk mengambil pinjaman yang tidak dapat mereka bayar ketika suku bunga meningkat.

Dampak dari krisis ini terlihat dalam peningkatan utang individu, penurunan kekayaan rumah tangga, dan lonjakan angka pengangguran. Banyak keluarga berpendapatan rendah dan menengah terjebak dalam utang akibat gagal bayar, dan nilai properti jatuh drastis, mengakibatkan banyak kehilangan rumah. Tingkat pengangguran mencapai lebih dari 10% pada tahun 2009, dengan dampak paling besar dirasakan oleh kelompok berpendapatan rendah.

Respons pemerintah terhadap krisis juga memperburuk ketidaksetaraan, dengan bailout besar-besaran untuk lembaga keuangan tetapi bantuan terbatas bagi individu yang terdampak. Solusi untuk mengatasi ketidaksetaraan ini mencakup program restrukturisasi utang bagi pemilik rumah dan peningkatan regulasi di sektor keuangan. Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk mencegah terulangnya krisis serupa di masa depan dan memastikan bahwa pemulihan ekonomi menyentuh masyarakat luas, bukan hanya institusi besar.

Nober Lamba, Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun