Air bersih adalah kebutuhan dasar yang tidak tergantikan dalam kehidupan manusia, baik untuk konsumsi, kebersihan, maupun aktivitas ekonomi. Namun, ketersediaan air bersih semakin terancam akibat berbagai faktor, termasuk pencemaran air. Menurut laporan United Nations Environment Programme (UNEP, 2022), lebih dari 80% limbah domestik di seluruh dunia dibuang tanpa pengolahan, mencemari sungai dan danau yang menjadi sumber utama air bersih bagi masyarakat. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia, khususnya di wilayah perkotaan seperti Depok, yang menjadi bagian dari kawasan Jabodetabek.Â
Depok menghadapi tantangan serius terkait pencemaran air. Data dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Depok (2022) menunjukkan bahwa Sungai Ciliwung dan Danau Depok, dua sumber air utama di wilayah ini, tercemar berat oleh limbah rumah tangga. Limbah berupa detergen, minyak, sampah organik, dan plastik banyak ditemukan mencemari badan air. Kondisi ini diperparah oleh kurangnya infrastruktur pengolahan limbah domestik, sehingga sebagian besar rumah tangga membuang limbah langsung ke saluran air. Akibatnya, tingkat Biochemical Oxygen Demand (BOD) di Sungai Ciliwung tercatat mencapai 20 mg/L, jauh di atas ambang batas 3 mg/L yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Melihat urgensi masalah ini, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat lokal. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber utama pencemaran air di Depok, menguraikan dampak pencemaran terhadap kesehatan masyarakat, dan menawarkan solusi berbasis komunitas yang berkelanjutan untuk mengatasi krisis air bersih di wilayah tersebut.
Limbah Rumah Tangga yang Menyebabkan Krisis Air Bersih di Depok
Pencemaran air akibat limbah rumah tangga di Kota Depok menunjukkan data yang signifikan dan mengkhawatirkan. Berdasarkan informasi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok, pada tahun 2021 sekitar 11.611 ton sampah organik tercatat masuk ke fasilitas pengolahan limbah, di mana hanya 8.097 ton yang berhasil diolah menjadi kompos. Sisanya, termasuk limbah anorganik dan bahan berbahaya, kemungkinan besar berkontribusi pada pencemaran air permukaan seperti sungai dan danau. Â Limbah rumah tangga menjadi salah satu sumber pencemaran utama, terutama karena rendahnya kesadaran masyarakat dalam melakukan pemilahan sampah dan keterbatasan akses terhadap teknologi pengolahan limbah. Selain itu, tingkat pemanfaatan Unit Pengolahan Sampah (UPS) belum optimal, meskipun terdapat 31 fasilitas pengolahan yang tersebar di Depok.Â
Pencemaran ini berdampak luas pada kesehatan masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) mencatat bahwa paparan air tercemar dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti diare, kolera, dan hepatitis A. Di Depok, survei lokal oleh Kompas (2023) melaporkan peningkatan kasus diare hingga 30% pada masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Ciliwung. Selain itu, pencemaran air juga mempengaruhi produktivitas ekonomi warga karena berkurangnya akses terhadap sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk kualitas air, data pada pengujian dari DLHK (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan) menunjukkan beberapa titik sungai di Depok telah melampaui ambang batas baku mutu air. Hal ini berimplikasi langsung pada ketersediaan air bersih bagi masyarakat dan menimbulkan ancaman terhadap kesehatan, seperti penyakit diare, infeksi kulit, dan gangguan pencernaan lainnya.
Permasalahan pencermaran ini juga dikuatkan dengan bukti bhawa Depok masih sulit kendalikan limbah industri rumah tangga (Pascal, Kompas. 2019). Kota Depok, Jawa Barat, masih kesulitan mengendalikan pencemaran akibat limbah industri rumah tangga. Saat dilakukannya uji kelayakan baku mutu air sungai, DLHK Kota Depok kerap sekali menjumpai air yang tercemar limbah domestik dan industri rumah tangga. Penyebabnya belum semua orang memahami sistem pengolahan limbah rumah tangga tersebut. Proses Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Depok juga menunjukkan bahwa pengelolaan limbah rumah tangga masih menunjukkan tantangan yang begitu besar. Sekitar 62,9% rumah tangga tidak mengolah limbah padat mereka secara aman dan 77,8% limbah cair rumah tangga tidak dikelola dengan baik. Hal ini menunjukkan banyaknya limbah domestik yang langsung mencemari lingkungan termasuk sumber air bersih sekalipun.Â
SOLUSI SEBELUMNYA YANG TELAH DILAKUKANÂ