Mohon tunggu...
Ni Imas Narendri
Ni Imas Narendri Mohon Tunggu... lainnya -

NI IMAS NARENDRI.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia adalah Penjahat!

13 September 2016   14:31 Diperbarui: 13 September 2016   14:50 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ruangan itu penuh dengan orang-orang yang siap menyiapkan kukunya untuk mencakar, seorang gadis di kursi pesakitan yang hanya duduk diam tanpa suara.

“saudara, sekali lagi saya tanyakan apakah anda ada di tempat kejadian saat korban juga ada di sana?” hakim mulai meninggikan suaranya.

“JAWAB!!! KAU PENJAHAT!!! JANGAN KAU TUTUPI PERILAKU BUSUKMU DI DEPAN SEMUA ORANG!!” Suara menggelegar berkali menghujam dan memenuhi ruangan yang sesak itu.

Gadis itu hanya diam, sesekali mengangguk pada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh sang hakim.

hampir tiga jam persidangan berlangsung, tapi tidak ada titik terang yang menunjukkan keberadaan pelaku. Semua jenis barang bukti merujuk pada gadis itu. bisik-bisik terdengar dari awal hingga akhir persidangan.

beberapa polisi masuk setelah persidangan itu dinyatakan selesai. Entah berapa kali lagi persidangan itu akan diadakan hingga semuanya menemui titik terang.

dua polisi mengiringi jalan gadis itu di samping kanan dan kirinya dan satu lagi tiga langkah di belakangnya. sembari mengawasi seketika ada keluarga korban yang ingin menghakimi si gadis.

setelah memasuki “ruang percobaan” salah satu polisi mengantarkannya ke dalam sel gadis itu.

“dik, apakah kamu tau dimana ini?” polisi itu mencoba membuka pembicaraan.

“tempat ini bukan main-main yang bisa dengan melihat wajahmu yang polos kemudian langsung kamu bisa keluar”

“ini bukan sembarang tempat dimana kamu bisa diam dan hanya berdoa pada tuhan supaya kamu bisa keluar”

“kamu tidak bisa diam dan hanya menunggu malaikat datang, ini bukan tempat seperti itu”

wajah gadis itu mulai terangkat. matanya sayu dan bengkak, jari-jarinya terus digerakkan.

“dik, anak saya seumuran dengan kamu.. saya tidak berada di pihakmu, tapi saya adalah orang yang percaya bahwa kamu bukan orang melakukan hal itu”.

“tidakkah kamu rindu orang tuamu? kamu tidak ingin menjumpai mereka?”

gadis itu tetap diam.

“saya tahu dik, sulit bagimu untuk bercerita.. tapi setidaknya kamu menolong untuk dirimu sendiri, agar masa depanmu terselamatkan, agar namamu tidak tercemar”.

“tidak pak, saya memang berada di tempat kejadian.. semua bukti mengarah pada saya... mau saya bilang tidak seribu kalipun jika saya bilang tidak saya akan tetap berada di sini” gadis itu mulai membuka pembicaraan.

gadis itu kini hanya berdua dengan polisi itu sembari berbicara di balik jeruji besi yang kini dia menyesuiakan menahan dinginnya suasana di sana.

“tidak peduli berada banyak saya bicara, ketika orang lain melihat saya adalah penjahat, saya akan tetap seperti itu” gadis itu mulai berair.

“tidakkah kamu percaya bahwa dengan kesaksianmu yang sebenarnya mungkin tuhan akan memberikanmu jalan keluar?”

“saya sangat percaya pada tuhan pak, mungkin saya akan keluar dari sini tapi bagi mereka yang tersakiti oleh karena saya, saya tetap menjadi penjahat bagi mereka”.

“tidak peduli sebaik apapun yang dulu saya lakukan, hingga berdarah saya mengerjakan tugas yang telah diberikan, saya hanya akan menjadi penjahat di mata mereka” matanya mulai berair.

“jadi, kamu ingin tetap di dalam bui menjijikan ini?” nada pak polisi mulai meninggi.

“lebih baik seperti itu pak...” gadis itu terseyum pahit.

polisi itu terlihat menyerah mendengarkan pernyataan gadis itu, tapi dia berjanji akan membantu si gadis keluar dari tempat itu. kini polisi itu melangkah menjauh dan menutup ruangan itu yang membuat cahaya yang masuk dalam ruangan itu semakin mengecil.

gadis itu meringkuk, sendirian, gelap, dan diam.

karena bagi mereka dia adalah penjahat.

“jika aku memberikan bunga dan menuliskan surat untuk kelulusanmu, bukan berarti aku menyukaimu”

“juga jika aku menodongmu pisau dan mengancammu, bukan berarti aku ingin membunuhmu”

“jika yang mereka ceritakan hal baik tentangku, dan kau meng”iya”kannya.. bisakah kau bertanya padaku “apakah itu benar?”

juga jika yang mereka ceritakan adalah hal buruk mengenaiku, dan kau juga meng”iya” kannya.. bisakah juga kau mengkonfirmasinya “apakah dirimu seperti itu?”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun