Mohon tunggu...
Nur Muwachid
Nur Muwachid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hati yang Bahagia karena Skema Tuhannya

20 November 2022   00:22 Diperbarui: 20 November 2022   00:44 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok gambarjempol.blogspot.com

Sumber Gambar

Mereka yang mengaji dan mengerti tingkatan hati dan sedang melatih diri serta malah datang sakit hati pasti akan tahu titik terendah manusia sekalipun itu dirinya sendiri.

Tidak ada nabi Allah dan malaikat Allah yang tiada datang dalam hatinya suatu rasa kecewa, sebagaimana Nabi Adam AS yang kecewa karena melanggar perintah Allah memakan buah Khuldi dan terpisah dengan Siti Hawa selama puluhan tahun; Nabi Syits AS dalam beberapa kisah yang berkembang di jawa, bahwa Beliau tanpa sadar meniduri Dewi Daljah anak Azazil/Iblis karena sang istri telah diam-diam ditukar; dan kisah para nabi yang sakit hati terus ada sampai Nabi Muhammad SAW yang sedih karena ditinggal Siti Aminah pada umur 6 Tahun, Abu Thalib dan Siti Kadijah pada masa kenabian, Hamzah pada Perang Uhud, dan kisah sedih lainnya.

Kisah sedih ini cukup disinggung dalam syair Kisah Sang Rasul “Inilah kisah sang Rasul yang penuh suka duka yang penuh suka duka”. Mereka (Para Nabi) menyadari bahwa tempat munajat dan tergantungnya sesuatu hanyalah Allah dan bukan makhluk yang sejatinya memiliki شَرِّ مَا خَلَقَ berupa kejahatan, keraguan, ketidak puasaan yang sering membuat sedih makhluk lain.

Sihir Allah lawan hanya dengan sifat رَبِّ ٱلْفَلَقِ (Tuhan Fajar) tetapi Allah melawan sifat hancurnya hati dengan 3 sifat رَبِّ ٱلنَّاسِ (Tuhan Manusia), مَلِكِ ٱلنَّاسِ (Rajanya Manusia), dan إِلَـٰهِ ٱلنَّاسِ  (Sembahan Manusia). 3 AsmaNya turun untuk melawan 1 sifat waswas yang menjadi dasar hancurnya hati karena perbuatan makhluk lainnya.

Kembali ke beberapa kisah, jika kita tau bahwa iblis menyukai suatu perpecahan keluarga (perceraian) padahal tidak berdosa, jika tau dalam Ratib Al Athas wa Al Haddad menyebut أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ disini letak keagungan kalimat ini. Dalam kalimat ini disebut شَرِّ مَا خَلَقَ dan jika konteksnya adalah al Falaq maka hanya sihir yang dikawatirkan, tetapi jika konteks yang kita pahami sebagai makhluk adalah selain Allah, maka dari sini termasuk penyakit fisik maupun hati jugalah bersifat makhluk, kalau Bahasa anak muda cidro, galau, gundah karena berpisahpun juga makhluk. Jadi kalimat sebelum شَرِّ مَا خَلَقَ disebut kan بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّاتِ yang berarti dengan kalimat-kalimat Allah yang Sempurna, dan Ketika kalimat-kalimat Allah turun maka pastilah menjadi Firman baik berwujud Suhuf, Kitab, maupun Hadist Qudsi, bahkan yang tak tercatat, agar kita sadar bahwa kejahatan itu luas maka tiada tempat bergantung selain Tuhan.

Dan dalam Al Baqarah ayat 2 dengan tafsir Al Ibriz ذَٰلِكَ ٱلْكِتَـٰبُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًۭى لِّلْمُتَّقِينَ .  

ذَٰلِكَ ٱلْكِتَـٰبُ utawi iki kitab Al Quran ( kitab Al Quran ini); لَا رَيْبَ فِيهِ iku ora ono gampangan iku maujud ing dalem Al Quran ( itu tidak ada sifat murahan tanpa nilai yang ada di dalam Al Quran); هُدًۭى tur dadi pituduh (serta menjadi petunjuk); لِّلْمُتَّقِينَ tumerap wong pada taqwa iya kabeh (yang dapat diterapkan kepada orang yang taqwa secara mujmal/menyeluruh). Dari firman Allah berarti jika berdasar kecukupan maka menjadi hal luar biasa dan terlewat atau melebihi kecukupan itu sendiri bagi mereka yang bertaqwa.

Sekarang bagaimana jika berlindung dengan بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّاتِ yang tak terbatas luasnya pada Al Quran saja? Maka aji (nilai) kejahatan dari para makhluk itu tidak ada yang dapat mengganggu hati sama sekali.

Dan bersama Ratib Syamsi Syumus wa Syaikhona Khlolil Bangkalan kecuali Al Haddad bersama menyebut salah satu doa Nabi Khidhir AS يا لطيفًا بخَلقه، يا ‏عليمًا بخَلقِه، يا خبيرًا بخَلقِه، الطُفْ بِنا يا لطيفُ يا عليمُ يا خبيرُ yang berarti secara cinta Duhai Zat yang Maha Lemah Lembut terhadap makhluk-Nya, Duhai Zat Yang Maha Mengetahui keadaan makhluk-Nya, Duhai Zat Yang Maha Mengerti (Pangerten) segala rahasia makhluk-Nya, tolong lembutlah kepada kami Duhai Engkau Dzat yang Maha Lemah Lembut, Duhai Engkau Dzat yang Maha Mengerti (Pangerten) segala rahasia makhluk-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun