[caption caption="Kenapa Jokowi Ketemu Suku Anak Dalam di Kebun Sawit? | Photo: nasional.kompas.com"][/caption]Masih ingat kehebohan foto Presiden Jokowi dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba?
Beberapa komentar di media sosial, misalnya, “kok suku Anak Dalam pakai baju biasa dan bukan pakai cawat?”, “kok mereka ada di kebun sawit dan bukan di hutan?”, ada juga yang komentar, “kok ada bungkus minyak goreng ****** di foto?”. Komentar-komentar ini menurut saya masih kepo dan kritis, karena selanjutnya seperti kita tahu, komentar-komentar yang nyinyir bahkan sarkasis jauh lebih mantap jumlahnya, yang intinya loncat ke kesimpulan bahwa foto-foto Jokowi dengan suku Anak Dalam merupakan foto rekayasa, alias Suku Anak Dalamnya jadi-jadian dan bayaran, tapi kurang jago settingannya, salah lokasi, masa sih di kebun sawit sehingga gampang ketahuan.
Yah, tidak bisa disalahkan juga sih, karena tidak semua dari kita paham siapa itu suku Anak Dalam. Saya justru menyesalkan Kementrian Sosial, Pemprov Jambi, dan Setneg, yang tidak memberikan informasi tentang kondisi terakhir suku Anak Dalam, sehingga menjadi boomerang pada saat foto-foto presiden bersama suku Anak Dalam dipublikasikan.
Q: Siapa sih sebenarnya Suku Anak Dalam?
A: Mereka yang kita kenal sebagai Suku Anak Dalam (mereka sendiri menyebut diri mereka sebagai ‘Orang Rimba’ untuk menunjukan identitas kerimbaan mereka, dan selanjutnya kita akan menggunakan istilah ‘Orang Rimba’) adalah suku asli Jambi yang awalnya wilayah hidup mereka meliputi hampir seluruh wilayah Provinsi Jambi. Sejatinya, Orang Rimba adalah masyarakat yang hidup berpindah-pindah dalam wilayah adat tertentu, dan menghidupi dirinya dengan berburu dan mencari hasil hutan.
Q: Kok ada Orang Rimba di kebun kelapa sawit? Bukankah seharusnya mereka semua ada di dalam hutan?
A: Itu karena sebagian besar hutan di Provinsi Jambi sudah tidak ada. Saat ini hutan di Jambi hanya tersisa di area yang dijadikan taman nasional. Sisanya sudah menjadi areal perkebunan sawit dan permukiman.
Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) sudah ditetapkan sebagai wilayah hidup Orang Rimba oleh pemerintah. Tapi, tidak semua Orang Rimba menetap di sini. Proporsi luas taman nasional ini terhadap luas Provinsi Jambi hanya kurang dari 2%. Kelompok Orang Rimba yang menetap di sini umumnya adalah kelompok yang sejak jaman dulu sudah memiliki wilayah territorial di sana. Sisanya, hidup di luar taman nasional ini.
Kalau kita petakan, saat ini ada empat tipe Orang Rimba berdasarkan lokasi tinggalnya:
1. Orang Rimba yang masih tinggal di Taman Nasional Bukit Dua Belas. Taman Nasional Bukit Dua Belas dibagi menjadi beberapa zonasi yang memungkinkan fungsi konservasi sekaligus pemanfaatan berkelanjutan oleh Orang Rimba yang tinggal di dalamnya. Mereka inilah yang masih mudah mendapatkan akses ke sumber daya alam dan mudah menjalankan adat mereka.
[caption caption="Orang Rimba di pintu masuk Taman Nasional Bukit Dua Belas. Photo: sipin/nur"]
2. Orang Rimba yang terpaksa tinggal di lahan sawit yang dulunya merupakan territorial adat mereka. Dari pengalaman saya, kelompok inilah yang paling kasihan. Paling terlunta-lunta. Mereka masih mencoba mempertahankan adat mereka, tetapi akses ke sumber daya alam sudah tidak ada. Tidak ada lagi binatang buruan untuk dimakan. Tidak ada lagi hasil hutan untuk dipetik. Mereka rentan pada bahaya kelaparan dan sakit. Mereka tidak bisa mengembara terlalu jauh, karena setiap rombong Orang Rimba terikat pada territorial wilayah hidup tertentu. Bagi pemilik perkebunan sawit, mereka adalah penghuni illegal. Padahal dari persepsi Orang Rimba, perkebunan sawit itulah yang mengambil paksa territorial adat mereka, tempat mereka menggantungkan hidup mereka selama beratus tahun.
[caption caption="Kebun Sawit yang mengambil wilayah hidup Orang Rimba. Photo: nur"]
3. Orang Rimba yang tinggal di rumah-rumah yang disediakan Kementrian Sosial. Namun sebagian besar dari mereka tidak tinggal permanen di sini dan hanya menggunakannya sebagai rumah singgah. Jika kita tanya alasannya kenapa ke mereka, itu adalah karena pemerintah hanya menyediakan rumah tapi tidak menyediakan lahan hidup, sehingga pada akhirnya mereka harus mengembara untuk mencari makanan. Alasan lain adalah karena mereka masih memegang adat nomaden.
[caption caption="Rumah-rumah singgah Orang Rimba di Kabupaten Sarolangun. Photo: nur"]
4. Orang Rimba yang memang sudah tinggal dan membaur dengan penduduk desa.
Q: Apakah saat ini Orang Rimba masih memegang adat mereka? Apa pakaian mereka? Kok ada yang pake daster?
A: Sebagian besar Orang Rimba masih teguh memegang adat mereka, termasuk yang berada di luar Taman Nasional Bukit Dua Belas. Secara adat, pria berpakaian menggunakan cawat dan wanita menggunakan kemben sepinggang. Sebagian dari mereka yang sudah berinteraksi dengan masyarakat luar, sudah mengenal pakaian biasa.
Q: Trus apa hubungan Orang Rimba dengan penanganan korban asap?
A: Jangan lupa, bahwa sebagian Orang Rimba masih tinggal di hutan. Saat hutan terbakar, artinya rumah mereka terbakar.
Q: Siapa saja yang sudah berinteraksi dengan Orang Rimba?
A: Banyak. Sebagian besar mungkin sudah mendengar tentang Sakola kan? Sakola adalah salah satu NGO yang berdedikasi memberikan pendidikan literasi pada Orang Rimba. Ada juga KKI Warsi NGO yang lebih dari dua Dekade memberikan pendampingan pendidikan dan kesehatan dan advokasi hukum pada Orang Rimba. Juga tenaga kesehatan, guru, dan petugas taman nasional yang rela ditempatkan di lini depan.
Well, buat saya pribadi, pertama kalinya kedatangan seorang presiden untuk menemui dan berbicara dengan Orang Rimba adalah berkah luar biasa bagi Orang Rimba setelah dilupakan bertahun-tahun. Saat ini permasalahan terbesar Orang Rimba adalah hilangnya hutan untuk mencari kehidupan dan menjalankan adat mereka. Mereka juga butuh akses yang setara pada layanan kesehatan, pendidikan, dan hukum. Terlepas dari pro dan kontra terhadap tawaran solusi dari Jokowi yang dianggap belum mengakomodir aspek adat dan budaya dan akar permasalahan Orang Rimba, dan apa rencana kontigensi bagi Orang Rimba bila di masa yang akan datang hutan sudah tidak ada lagi, setidaknya pintu dialog itu sudah dibuka.
Q: Eh, balik ke pertanyaan awal, jadi kira-kira foto-foto itu asli tidak sih?
A: Kalau saya lihat foto-fotonya dan membandingkan dengan pengalaman (saya pernah melakukan pendampingan kapasitas ekonomi Orang Rimba kerjasama sebuah universitas dan NGO di Jambi), so far yakin kalau itu memang foto asli, baik Jokowi–nya (bukan Jokowi jadi-jadian) dan Orang Rimba-nya juga asli kok. santai aja.
Q: Tapi gw masih tidak percaya. Gimana donk?
A: Gak pa pa! Kepo itu baik! Artinya anda berbakat sebagai peneliti, wartawan, atau petualang. Yang paling afdol memang membuktikan sendiri. Kalau selama ini backpacker-an ke Bali atau Lombok, bagaimana kalau sekarang backpacker-an ke Jambi? Saat bus anda menyusuri perkebunan sawit di Jambi, dan menemukan sekelompok orang dibawah pohon sawit dengan tenda seadanya, mungkin anda sudah menemukan Orang Rimba.
Ingin bertemu Orang Rimba di lokasi foto2 itu? Rutenya mudah. Naik pesawat/bus ke kota Jambi. Dari Kota Jambi naik travel ke Kabupaten Sarolangun. Dari pusat kota Sarolangun gunakan angkot atau ojek ke Desa Suban atau SPI dimana anda bisa mengakses pintu masuk ke Taman Nasional Bukit Dua Belas. Jangan lupa mengurus SIMAKSI buat yang mau masuk taman nasional. Jangan nyampah di taman nasional. Jangan nekat masuk kalau tidak pegang SIMAKSI.
Nb: karena ini wilayah endemik malaria, jangan lupa minum obat malaria dan berkonsultasi dengan dokter pribadi sebelum berangkat.
[caption caption="Penulis (paling kanan) bersama Orang Rimba di Taman Nasional Bukit Dua Belas tahun 2010. Photo: nur"]
#Jokowi #SukuAnakDalam #OrangRimba #Kepoitubaik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H