Mohon tunggu...
Iqbal ramadhani
Iqbal ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa aktif Program Studi Televisi dan Film (Pstf) Universitas Jember (unej)

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Jember Lab: Mengasah Lab Kreatif dan Membangun Ruang Ekspresi Seni dan Hiburan Musik yang Berlanjut

15 November 2024   00:19 Diperbarui: 15 November 2024   00:33 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Ekonomi kreatif yang semakin hari semakin berkembang, menjadikan alasan banyaknya kota kota yang berusaha untuk menciptakan dan memberikan ruang-ruang serta peluang besar yang mendukung ekspresi untuk berkarya seni, konser musik, dan kegiatan budaya lainnya. Salah satu konsep yang semakin populer adalah pembangunan ruang kreatif atau lab yang dapat berfungsi sebagai tempat pameran seni, konser musik, dan berbagai bentuk seni lainnya. Sebagai bagian dari strategi creative placemaking, seperti j-lab yang ada di kota Jember. ruang-ruang ini selain untuk menjadi wadah  berkreasi, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan dan keberlangsungan ekonomi dan sosial budaya di sebuah kota. Namun, seperti yang telah dibahas dalam teori-teori pengembangan ekonomi berbasis tempat, penggunaan seni dan budaya sebagai alat untuk memulihkan atau membaharui suatu area, lingkungan, atau sektor yang mengalami penurunan kualitas atau degradasi, dengan tujuan mengembalikan fungsi, daya tarik, dan kualitas kota pasti ada tantangan nya. 

Konsep Lab Kreatif dalam Pembangunan Ekonomi Berbasis Tempat atau bisa kita sebut teori creative placemaking, ruang seni dan budaya sepatutnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat yang memiliki makna estetika saja, tetapi juga sebagai ruang yang hidup yang membaharui struktur kota, meningkatkan keberlanjutan bisnis lokal, dan menyatukan komunitas yang beragam. Dalam hal ini, lab kreatifdapat berfungsi sebagai tempat yang tidak hanya untuk pameran seni atau konser musik, tetapi juga untuk eksperimen kreatif dan kolaborasi antar seniman dan pengunjung, seperti halnya seni tari theater, screening film festival, dan lain lain. 

Teori pengembangan berbasis tempat atau lokasi di sebuah kota, yang muncul sejak awal abad ke-20 dengan Gerakan City Beautiful, menunjukkan bahwa lingkungan atau tempat yang dirancang dengan baik dan dijaga dengan tujuan melanjutkan adanya sesuatu tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup dan moral masyarakat. Penerapan teori ini dalam konteks lab kreatif mengartikan bahwa ruang seni tidak hanya mengutamakan makna estetika, tetapi juga aksebilitas dan keberlanjutan sosial. Misalnya, pembentukan distrik seni yang mencakup pameran seni dan konser musik, yang sekaligus melibatkan komunitas lokal untuk dapat bekerja sama, memberikan rasa memiliki akan tempat yang di diami dan koneksi serta rasa tanggung jawab yang lebih mendalam dengan tempat tersebut. 

Juga sebagai Wadah Inklusif dan Berkelanjutan dalam praktiknya, membangun lab kreatif membutuhkan pendekatan yang inklusif dan berkelanjutan. Salah satunya tantangan utama dalam pengembangan ruang kreatif adalah menghindari proses perubahan sosial, ekonomi, dan fisik yang terjadi di suatu daerah perkotaan, di mana kawasan yang sebelumnya terpinggirkan, tidak dilirik oleh masyarakat sekitar, apalagi masyarakat luar kota, atau kurang berkembang mengalami peningkatan infrastruktur, renovasi properti, dan kedatangan kelompok masyarakat dengan pendapatan lebih tinggi yang dapat mendukung jalan nya aktivitas. Proses ini seringkali meningkatkan nilai properti dan biaya hidup di daerah tersebut yang sering terjadi ketika area-area yang tadinya terpinggirkan menjadi lebih menarik bagi kalangan tertentu, sehingga penduduk asli dan seniman lokal akan merasa tersaingi. Oleh karena itu, penting untuk merancang lab kreatif yang bukan hanya menarik bagi wisatawan atau pengunjung dari luar kota, tetapi juga melibatkan dan memberdayakan komunitas lokal. 

Seperti yang dijelaskan dalam konsep place-keeping atau place-belonging, pembangunan ruang seni harus berupaya menjaga keberlanjutan budaya lokal dan mengintegrasikan sejarah serta nilai-nilai masyarakat setempat. Hal ini penting guna untuk memastikan bahwa lab kreatif tidak hanya menjadi ruang bagi ekspresi seni baru, tetapi juga bagi pelestarian budaya yang sudah ada ataupun bisa dibilang ketinggalan zaman, dan memiliki penerus yang sedikit. Pendekatan ini akan menciptakan rasa memiliki yang lebih kuat, yang pada gilirannya dapat memperkuat hubungan sosial di dalam komunitas serta melanjutkan budaya masyarakat yang masih berjalan sampai saat ini ataupun yang hampir terlupakan. 

Menghadirkan Keberagaman dalam Lab Kreatif untuk menciptakan ruang yang benar-benar beragam, lab kreatif harus memfasilitasi semua bentuk seni dan budaya tanpa melihat latar belakang ataupun tanpa membeda-bedakan yang satu dengan yang lain nya, dari seni rupa, musik, hingga pertunjukan teater dan tari. Festival marketplace, yang muncul pada 1970-an dan 1980-an, menjadi contoh bagaimana pengembangan ruang seni yang melibatkan usaha kecil dan pengusaha lokal setempat dapat menciptakan ekosistem yang berkelanjutan. Selain itu, penggunaan kembali bangunan tua dan ruang yang kurang dimanfaatkan juga dapat menjadi bagian dari strategi keberlanjutan dalam menciptakan lab kreatif, daripada tidak terpakai dan terbengkalai, lebih baik digunakan secara bijak agar dapat menghasilkan sesuatu yang lain. 

Keberagaman ini juga harus disertai dengan proses yang transparan dan kolaboratif. Para pemilik kepentingan, mulai dari seniman individu, berbagai komunitas pegiat seni, masyarakat lokal, hingga pejabat kota, perlu bekerja sama dalam merancang dan mengelola ruang tersebut. Dengan demikian, lab kreatif dapat menjadi tempat di mana berbagai bentuk seni dan budaya dapat berkembang tanpa ada kelompok yang merasa terpinggirkan atau tidak dihargai. 

Kesimpulannya pembangunan lab kreatif untuk pameran seni, konser musik, dan kegiatan budaya lainnya bukan hanya soal menciptakan ruang yang memiliki makna estetika, tetapi juga berperan dalam membentuk identitas kota yang berkelanjutan. Dengan menggunakan prinsip-prinsip creative placemaking, kita dapat merancang ruang yang tidak hanya memperindah dan mengisi kota, tetapi juga menghidupkan kembali ekonomi lokal yang hampir redup, mempererat hubungan sosial antar bidang dan berbagai pegiat seni, dan memberi kesempatan kepada komunitas untuk merayakan keberagaman budaya mereka. 

Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu ada perhatian khusus terhadap dampak sosial, seperti gentrifikasi dan pengabaian terhadap budaya lokal. Lab kreatif harus dibangun dengan pendekatan yang sensitif terhadap kondisi sosial ekonomi dan budaya sekitar kota, serta melibatkan partisipasi dan dukungan aktif dari masyarakat. Dengan cara ini, lab kreatif dapat berfungsi sebagai pilar penting dalam pembangunan ekonomi berbasis tempat yang inklusif. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun