Kegiatan usaha bukanlah hal asing bagi  saya. Saya  pun bisa berdiri dari lahir sampai dewasa seperti sekarang  pun tak  terlepas dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh kedua orang  tua. Ya,  kedua orang tua saya adalah pelaku usaha mikro. Untuk membiayai  kehidupan dan membesarkan anak-anaknya, mereka melakukannya dengan cara  berwiraswasta.  Â
Awalnya  hanya warung kelontong kecil-kecilan  saja (bahkan saya belum lahir),  namun seiring berjalannya waktu usaha  kedua orang tua kian berkembang.  Mulai dari warung nasi, warung nasi  plus toko kelontong hingga membuka  toko gas, air galon dan berbagai  produk minuman. Â
Walau  usaha orang tua bukan dalam skala besar  dan sekarang usaha dilakukan  sendiri, saya merasa bersyukur.  Alhamdulillah, setidaknya kegiatan usaha  mikro yang kedua orang tua  saya lakukan sempat memberdayakan sejumlah  orang (4-8 orang). Memberi  kesempatan kepada orang lain tentu menjadi  kebahagiaan tersendiri bagi  kami. Â
Terlahir  dan besar dari keluarga yang mencukupi kehidupan  sehari-hari melalui  usaha mikro sedikit besarnya mempengaruhi  kehidupan anak-anaknya.  Seperti kakak-kakak saya yang telah melakukan  kegiatan usaha, saya pun  juga punya keinginan untuk menjadi pelaku  usaha mikro (atau lebih besar  daripada itu).  Â
Saya  berpikir  bahwa saya tidak bisa kalau saya selamanya menjadi orang yang  mendapatkan kesempatan dari orang lain. Bagaimanapun, ada saatnya saya  harus menjadi orang yang 'menciptakan' dan memberikan kesempatan itu  kepada orang lain. Soal berapa banyak dan seberapa besar itu soal  belakangan, yang penting mencoba dulu. Â
Demi  mewujudkan  keinginan tersebut tentu saya tidak bisa asal-asalan.  Bagaimanapun  menjalankan suatu hal dengan memiliki 'ilmu' jauh lebih  baik daripada  menjalankan sesuatu tanpa ada 'ilmunya' agar usia dari apa  yang kita  jalani lebih panjang.Â
Nah,  salah satu yang penting sekali  untuk dipelajari dan dipahami adalah  soal akuntansi. Ketika kita terjun  dan melakukan bisnis usaha mikro,  maka kita harus siap untuk belajar  pencatatan keuangan. Ini penting  sekali karena dalam melakukan usaha,  tidak ada orang yang ingin rugi  apalagi bangkrut karena keuangan yang  kacau balau. Semua orang yang  menjalankan usaha pasti ingin usahanya  berjalan lama dan terus  berkembang.
Sayangnya,  belum semua  pelaku usaha menguasai dan memiliki ilmu pencatatan  keuangan dengan  baik. Padahal itu adalah hal fundamental dalam  menjalankan bisnis.  Untuk itulah Kementerian Koperasi dan UMKM  bersinergi dengan Ikatan  Akuntan Indonesia (IAI) meluncurkan aplikasi  Lamikro (Laporan Akuntansi  Usaha Mikro) pada Oktober 2017.Â
Lamikro  ini aplikasi yang kece banget bagi para pelaku usaha mikro. Namun di  sisi  lain masih menjadi PR bagi Kementerian Koperasi dan UKM. Nyatanya,  masih  banyak para pelaku usaha mikro yang belum memanfaatkan Lamikro  sebagai  pencatat keuangan digital.
Nah,  sebagai tindak lanjut  dari peluncuran Lamikro, Kemenkop kemudian  mengadakan acara lanjutan  berupa forum diskusi bertajuk "Aplikasi  Laporan Keuangan Sederhana bagi  Usaha Mikro"  pada Rabu, 9 Mei 2018 di  Kementerian Koperasi dan UKM.  Dalam acara tersebut hadir beberapa  pembicara yang mumpuni, seperti Tia  Dityasih selaku Ketua Ikatan Akuntan  Indonesia, Anang Rachman selaku  Kepala Bidang Lembaga Kewirausahaan  Deputi SDM Kemenkop & UKM serta  Nala selaku pelaku usaha.Â
Ada  berbagai manfaat yang bisa  didapatkan oleh para pengguna Lamikro.  Selain dapat memonitor aktivitas  keuangan UKM, Lamikro juga membantu  pelaku usaha dalam membuat laporan  keuangan lebih cepat dan efisien,  menggantikan metode tradisional  pencatatan manual dan bahkan membuat  prosedur penganggaran menjadi  lebih modern.                  Â
Eits,  enggak perlu  khawatir. Faktanya, keamanan Lamikro telah dijamin oleh  Kementerian  Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM)  lho karena dibuat dengan kode keamanan  dengan tingkat keamanan tinggi!  "Kami akan berusaha bagaimana supaya  aman. Ini laporan keuangan yang  butuh prudential,  penuh  kehati-hatian. Sengaja kami persulit," jelas Anang Rachman, Kepala  Bidang Lembaga  Kewirausahaan Anang Rachman Kemkop UKM.
Tidak  perlu ragu juga dalam menggunakan Lamikro ini karena pembuatan aplikasi  ini melibatkan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Udah terpercaya gitu  lho! Ketua IAI Tia Adityasih menuturkan bahwa Lamikro sudah memenuhi  standar akuntansi nasional. Ia bahkan berharap jika para pelaku usaha  tidak memakai sistem transaksi tunai dapat menerapkan Standar Akuntansi  Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (EMKM). Â
Dalam kegiatan diskusi dijelaskan pula kenapa Lamikro harus diakses via daring (online).  Ternyata ada alasannya. Hal itu dikarenakan sistem Lamikro dibuat  sangat kecil untuk ponsel berbasis android. Alhasil, jika beroperasi  secara offline, itu bisa menjadi masalah karena ada banyak data yang harus disimpan.Â
Dikutip  dari Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Indonesia  memiliki 60,7 juta  UMKM pada  2015 dengan 98,73% di antaranya  merupakan usaha berskala mikro. Namun baru 3.259 orang saja di antara  mereka yang baru bergabung menjadi pengguna.
Jika  dibandingkan  dengan jumlah keseluruhan pelaku usaha mikro, jelas jumlah  pengguna  Lamikro masih sedikit. Namun seiring modernnya masyarakat dan  meningkatnya jumlah pelaku usaha, saya percaya bahwa ke depannya akan  semakin banyak pelaku usaha yang mengandalkan Lamikro untuk  memperlancar  usaha mereka.  Insyaallah salah satunya adalah saya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI