Belajar dari kisah-kisah orang inspiratif adalah hal yang saya suka. Menurut saya keren ketika ada  orang yang awalnya memiliki kekurangan dan bukan siapa-siapa, namun di  kemudian hari mereka justru mampu membungkam pandangan miring tentang  mereka dan bahkan menginspirasi banyak orang. Bagi saya ini luar biasa  karena belum tentu semua orang mampu menghadapinya.
Sebenarnya  ada banyak tokoh inspiratif yang saya suka. Selain suka dengan kisah  Soekarno, Malala Yousafzai dan Walt Disney, saya juga  suka dengan kisah Md. Radzi Saleh atau biasa dipanggil dengan sebutan  Dato' Radzi. Kalian tahu K-Link, perusahaan penunjang produk kesehatan  dan kecantikan asal Malaysia yang telah berdiri di Indonesia selama 15  tahun? Nah, di balik kesuksesannya, ternyata ada 'tangan dingin' Dato'  Radzi. Dato' Radzi sendiri adalah pengusaha sukses K-Link sekaligus  presiden Direktur K-Link Indonesia.
Kisah  hidup Dato' Radzi sendiri ada di dalam buku "Breaking Fee" yang terbit  pertama kali pada 2006. Saya sendiri telah memilikinya sejak 2017.  Ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti sebanyak 167 halaman,  "Breaking Fee" adalah salah satu buku rekomendasi karena benar-benar  membuka pikiran kita tentang apa itu impian, apa itu kesuksesan dan  bagaimana kita meraih dan memanfaatkannya dengan menebarkan kebaikan  kepada sesama. Darinya saya belajar 3 poin utama tentang meraih impian.
Jatuh Bangun Dato' Radzi Meraih Kesuksesan
Kita  mungkin mengira bahwa Dato' Radzi langsung sukses begitu saja. Namun  ternyata itu salah besar. Enggak ada kesuksesan yang instan dan bahkan  mie instan pun harus direbus terlebih dahulu untuk dapat dimakan. Begitu  pun dengan Dato' Radzi. Jauh sebelum menjadi tokoh pengusaha sukses  dapat seperti sekarang, ia hidup dalam keadaan serba kekurangan.
Lahir  pada 4 April 1959 di Kampung Rasau, Perak, Malaysia, pria keturunan  Yaman ini berasal dari keluarga yang miskin. Ibunya hanya bekerja  sebagai penyadap getah karet sedangkan ayahnya hanyalah penebang kayu di  hutan bernama Raub. Jangan bayangkan rumahnya bagus saat itu. Faktanya,  saat itu ia tinggal di rumah beratapkan nipah dengan dinding dan  lantainya terbuat dari bambu!
Setiap  anak pasti berharap dapat hidup sempurna bersama ayah dan ibu. Namun  sayangnya hal itu tidak terjadi padanya. Jauhnya jarak antara Kampung  Rasau dan Raub membuat sang ayah sangat jarang sekali pulang ke rumah,  bahkan tidak sempat mendampingi sang istri saat melahirkannya.
Hidup  ditinggalkan ayah sejak kecil sebenarnya bukanlah suatu dosa atau  keburukan. Namun Dato' Radzi justru mendapatkan perlakuan tidak  menyenangkan dari teman-teman sepermainannya. Status sebagai 'anak  yatim' membuatnya sering mendapatkan olok-olokan dan ejekan.Â
Kepedihan  kembali menghampiri saat Dato' Radzi berusia 9 tahun. Di usianya yang  masih kecil ia harus rela tinggal bersama kakek dan neneknya karena ibu  kandung dan ayah tirinya pergi ke Kuala Lumpur untuk bekerja.
Seiring berjalannya waktu, seiring bertambahnya pula pengalaman hidup Dato' Radzi. Saat usianya masih 20-an ia pernah gagal dalam menjalankan bisnis konstruksi  bersama beberapa temannya. Ia juga pernah tertipu oleh orang saat  membeli rumah di daerah Kuala Lumpur. Akibatnya, uang yang diperoleh  dari menjual tanah warisan peninggalan moyangnya pun kandas.