Siapa yang mau lihat pameran lukisan Senandung Ibu Pertiwi?" Tanya Mak Muthiah Alhasany, admin CLICKKompasiana, komunitas pengguna KRL kompasiana. Senandung Ibu Pertiwi? Wah, sebenarnya saya sudah tahu akan pameran lukisan tersebut update-an sejumlah teman blogger di jejaring Instagram. Namun berhubung belum sempat dan ternyata kebetulan Mak Muthiah mengajak teman-teman  pergi ke sana, tanpa pikir panjang saya langsung merespon,"Mauuu".Â
Kesempatan bagus! Saya pikir kapan lagi melihat lukisan koleksi istana sejak zaman Soekarno? Saya suka sekali dengan pameran seni dan jarang-jarang kegiatan seperti ini diadakan. Saya pikir, "Wah kalau bareng-bareng ke sana terlebih dengan orang yang memiliki minat yang sama pasti lebih seru!"
Berlangsung sejak tanggal 2 Â hingga 30 Agustus di Galeri Nasional Jakarta, pameran lukisan"Senandung Ibu Pertiwi" menampilkan lukisan-lukisan koleksi istana sejak era Soekarno, mulai dari koleksi lukisan di Istana Bogor, Jakarta, Bali dan Yogyakarta. Dikutip dari situs berita Okezone,Senandung Ibu Pertiwi bermakna tanah air, yang diartikan lebih dalam sebagai kekuatan yang di dalamnya mengandung banyak potensi.
![Galeri Nasional (dok. galeri-nasional.or.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/dri2570-59a40a49201ebd59d8471c82.jpg?t=o&v=770)
Soekarno tak hanya seorang bapak proklamator. Ia juga seorang penikmat seni. Beliau hobi banget dalam mengoleksi lukisan bertemakan Indonesia dari berbagai pelukis, mulai dari Henk Ngantung, Dullah hingga Basuki Abdoelah. Rasa penasaran akan seperti apa dan bagaimana selera Soekarno dalam menilai dan mengoleksi lukisan menjadi alasan kenapa saya tertarik dengan pameran ini. Akhirnya pada Sabtu, 26 Agustus 2017 kami para blogger yang terdiri dari saya, Nugroho, Erni, Gio dan tentunya Mak Muthiah mengunjungi pameran. Tak sekadar melihat-lihat lukisan saja, kami pergi ke sana juga untuk berpetualang ke dimensi waktu berbeda guna menyelami sejarah dibalik lukisan yang ada. Bukankah lukisan itu dapat berbicara?
![Soekarno (dok. beranda.co.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/soekarno-59a40a8290577d3f6b21e572.jpg?t=o&v=770)
![sejarah1-59a40a9a201ebd4f415bc352.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/sejarah1-59a40a9a201ebd4f415bc352.jpg?t=o&v=770)
Untuk memasuki ruang pameran, kita harus mengikuti peraturan, yakni kita tidak boleh membawa tas dan benda-benda lainnya seperti seperti jaket, topi, kacamata gaya, masker hingga alat tulis. Intinya hanya dompet, handphone dan power banksaja yang boleh dibawa. Oleh karena itu sebelum menjelajah, Â kita harus menitipkan benda-benda tersebut terlebih dahulu ke tempat penitipan.
![Tempat penitipan (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/20170826-112847-59a40ad53a688736cd4dfc62.jpg?t=o&v=770)
![20170826-112934-59a40afc90577d39061e9742.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/20170826-112934-59a40afc90577d39061e9742.jpg?t=o&v=770)
Kembali ke pameran, ketakjuban saya semakin bertambah setelah melihat lukisan-lukisan yang terpampang di dinding-dinding ruangan. Lukisan-lukisan tersebut cantik sekali. Instagrammable! Cocok banget buat dijadikan latar foto profil medsos! Pada beberapa lukisan terdapat penjelasan singkat tentang sejarah atau cerita di balik lukisan itu sendiri, pada beberapa lainnya tidak ada sama sekali. Dalam hati saya membatin, "Lumayan buat nambah wawasan dan ilmu pengetahuan."
Saya memandangi dan memperhatikan tiap lukisan yang ada di sana saya satu per satu. Saya sesungguhnya tidak begitu mengerti apa arti atau penafsiran dari masing-masing lukisan. Kenapa sih si pelukis melukiskan ini? Kenapa sih si pelukis memberi warna seperti ini? Berbagai tanya berputar-putar di otak saya.
 Meski begitu saya percaya bahwa tiap lukisan pasti punya nilai historis dan maknanya tersendiri. Kemudian sembari membaca penjelasan singkat tentang siapa pelukis, kapan dibuatnya dan bahkan cerita singkat di balik lukisan itu, saya berimajinasi seolah-olah saya masuk ke dalam lukisan. Saya membayangkan, "Bagaimana jadinya ya jika saya berada di sana?" Saya juga membayangkan bagaimana jadinya jika saya bisa menembus dimensi waktu dan hidup pada masa Soekarno. Pasti tak terbayangkan!
![Salah satu lukisan yang terpampang di pameran (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/20170826-113459-59a40b4704ca247fe2028d62.jpg?t=o&v=770)
1. Keragaman alam. Lukisan-lukisan ini menggambarkan tentang keindahan alam di Indonesia. Mulai dari pemandangan di tepi sawah, pegunungan, laut bahkan hingga harimau di dalam hutan.Â
2. Dinamika keseharian. Sesuai namanya, maka lukisan-lukisa  ini bercerita tentang rutinitas yang dilakukan oleh warga Indonesia sehari-hari. Tak hanya kegiatan menggaru sawah, ada pula kegiatan menggunakan perahu di Sungai Musi, menjual ayam hingga menjual sate.Â
3. Tradisi dan identitas. Pada tema ini lukisan-lukisan yang dipamerkan bercerita tentang keberagaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Kebanyakan tokoh yang dilukis adalah sosok perempuan. Â Sebagian di antaranya memotret kisah wanita berkebaya. Ada pula berkisah tentang gadis Aceh, gadis Toraja dan bahkan sepasang penari dengan baju adat Kalimantan Timur.
4. Mitologi dan Religi. Kita tahu bahwa Indonesia kaya sekali dengan kepercayaan. Para pelukis pun menuangkan kekayaan ini dalam lukisan-lukisan mereka. Selain menggambarkan Gatotkaca dengan anak-anak Arjuna yakni Pergiwa dan Pergiwati, ada pula lukisan yang berkisah tentang peribadatan umat Hindu Bali dan bahkan Nyai Roro Kidul.
Oh ya ada yang menarik loh selama pameran. Ternyata pameran tidak hanya menarik minat warga Indonesia, melainkan juga orang asing untuk datang dan ikut berpetualang ke dunia Senandung Ibu Pertiwi. Selagi saya mengamati sebuah lukisan, terdengar orang berbicara dalam bahasa yang tidak saya mengerti.Â
Pokoknya kebanyakan akhiran katanya berbunyi, "Eo" di telinga saya. Setelah saya memperhatikan dan mendengarkannya dengan saksama ternyata mereka orang Korea! Pada kelompok orang Korea yang berkunjung tersebut terdapat seorang wanita yang memandu mereka. Saya tak mengerti apa yang dibicarakan. Namun dari bahasa tubuhnya tampaknya ia tengah menjelaskan berbagai lukisan yang ada di pameran dan kelompok orang Korea tersebut memperhatikan penjelasannya dengan saksama.
Tak hanya orang Korea, saya juga melihat seorang bule bersama anak laki-lakinya yang masih kecil yang datang berkunjung. Saya tak tahu mereka berasal dari negara mana sebab menilai negara seorang bule susah. Terlebih rata-rata bule bisa berbahasa Inggris.
Saya tak tahu seperti apa dan bagaimana kesan-kesan pengunjung asing yang datang ke Galnas siang itu. Apakah mereka suka dengan pamerannya atau tidak, saya tidak tahu. Namun sebagai orang Indonesia, saya bangga saat ada orang asing yang minimal "ingin tahu" akan perkembangan dunia seni dan sejarah yang terjadi di Indonesia. Kalau orang asing aja peduli, bagaimana dengan kita? Ini jelas menambah kesadaran saya untuk lebih cinta dengan negara sendiri.
Usai bertemu dan memperhatikan orang asing yang datang berkunjung, saya kembali memperhatikan lukisan. Tak lupa saya abadikan satu per satu dan berfoto dengan beberapa lukisan yang ada di sana. Maklum, namanya juga blogger. Jadi jiwa narsis selalu terpanggil kalau ada acara kece seperti ini. Haha
![Berfoto di depan buah lukisan yang dipamerkan (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/20170826-115759-59a40b8315934447807ba373.jpg?t=o&v=770)
Lukisan favorit pertama saya adalah lukisan karya Ida Bagus Made Widja dengan judul "Sambutan Rakjat Bali kepada Presiden Soekarno" yang dilukis pasa 1950. Saya suka banget dengan lukisan ini karena lukisan ini punya cerita yang kuat dengan gaya lukisan mirip dengan doodle. Dalam lukisan itu tergambar Presiden Soekarno yang diarak dan disambut oleh rakyat Bali. Suka banget di bagian Soekarno diarak. Melihat lukisan ini menambah wawasan saya tentang keadaan rakyat Bali saat itu. Kece banget lah pokoknya!
![Lukisan karya Ida Bagus Mada (setelah diperbesar) (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/20170826-114548-59a40bb743322f755f3ab172.jpg?t=o&v=770)
![Lukisan](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/20170826-113737-59a40be090577d358d2d4da3.jpg?t=o&v=770)
![Lukisan karya Ida Bagus Made Poleng (setelah diperbesar) (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/20170826-120419-59a40c05201ebd534e4ec6c2.jpg?t=o&v=770)
![Buku tentang Soekarno (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/20170826-120612-59a40c2b15934447807ba375.jpg?t=o&v=770)
![Serius melihat foto di meja berkaca (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/20170826-121602-59a40c4de86c390796459752.jpg?t=o&v=770)
Tak ada rotan akar pun jadi. Akhirnya pemerintah pun memanfaatkan bangunan heritage bergaya arsitektur neo-klasik yang terletak di depan Stasiun Gambir untuk mewadahi kegiatan tentang senirupa di Indonesia.
Puas menyelami sejarah lewat lukisan-lukisan koleksi istana di Pameran Senandung Ibu Pertiwi di Galeri Nasional, kami pun mengakhiri penjelajahan di ruang pameran. Tak lupa kami juga menuliskan nama dan kesan-kesan selama berkunjung di buku tamu yang terletak di dekat pintu keluar.
![Menulis nama dan kesan-kesan di buku tamu (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/28/20170826-122049-59a40c7c04ca2402ca67cca2.jpg?t=o&v=770)
Secara keseluruhan pameran ini sempurna. Hanya saja saya ingin memberikan masukan bagaimana kalau ada merchandise  seperti sticker, pin mini atau mungkin gelang karet yang dibagikan secara gratis? Saya rasa kegiatan ini pasti akan jauh lebih menarik dan mengundang perhatian banyak orang. Sebagai penikmat seni, saya berharap ini bukan pertama dan terakhir kali saya mengunjungi pameran lukisan koleksi istana. Semoga pemerintah menjadikan kegiatan ini sebagai kegiatan tahunan dan juga berharap diadakan di kota-kota lain sehingga semakin banyak orang Indonesia yang dapat merefleksikan kehidupan dan belajar sejarah lewat goresan cat warna pada kanvas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI