Penasaran untuk lebih mengenal masjid ASCR lebih lanjut, saya pun melanjutkan eksplorasi di tempat ini. Â Inilah yang menarik. Saat saya ke beranda di samping kanan masjid, saya mendapati ada dua buah sumur berbentuk lingkaran dengan beberapa gayung warna-warni yang bergantungan di dekatnya.Â
Ternyata dua buah sumur tersebut bukanlah sumur biasa. Sumur tersebut dikenal dengan sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa. Konon, sumur ini dipercaya berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit dan ramai dikunjungi orang.
"Allahu Akbar. Allahu Akbar."Tak lama setelah memperhatikan sumur, tiba-tiba adzan Dzuhur berkumandang. Kesejukan mendadak memasuki relung-relung hati.
Cinta di Keraton Kasepuhan
Untuk memasuki tempat ini, biaya yang dikeluarkan cukup terjangkau. Cukup dengan membayar uang retribusi sebesar Rp 15.000, kita sudah dapat menjelajah keraton yang telah ada sejak ratusan tahun lalu ini. Tak lama setelah masuk, seorang pemandu wisata menghampiri kami. Ia pun kemudian bercerita panjang lebar tentang sejarah dan cerita seputar Keraton Kasepuhan.
Kami kini memasuki area Siti Inggil atau jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti "Tanah yang Tinggi". Sesuai namanya, bangunan di area ini memang tampak tinggi dan mirip seperti kompleks candi seperti zaman Majapahit.
Di sini sang pemandu wisata kemudian bercerita tentang betapa bersejarahnya Kasepuhan akan sejarah penyebaran agama Islam yang dicerminkan lewat bangunan-bangunan tanpa dinding di sana. Tahukah kamu? Ternyata bangunan-bangunan di sini merefleksikan nilai-nilai Islam lho! Misalnya, Mande Semar Tinandumemiliki 2 tiang. Ternyata jumlah tiang tersebut  bermakna 2 kalimat syahadat. Mande Pendawa Limamemiliki 5 tiang. Ternyata itu bermakna 5 rukun Islam. Mande Malang Semirang, bangunan utama di sana memiliki 6 tiang utama yang bermakna rukun iman. Lalu jika dijumlahkan keseluruhan tiangnya, maka totalnya adalah 20 yang merefleksikan 20 sifat wajib/mustahil bagi Allah SWT. Sebagai generasi milenial saya takjub. Kok kepikiran saja sih buat bangunan dengan filosofi-filosofi seperti itu? Hebat!
Usai bercerita seputar area Siti Inggil, ia juga memaparkan tentang betapa beragamnya Keraton Kasepuhan. Saya menyaksikannya secara langsung. Meski keraton Islam, ternyata unsur-unsur lain melebur jadi satu di sini. Perpaduan antara budaya Jawa, India, Cina, Arab, Eropa, Kristen, Islam dan Buddha-Hindu tampak pada bangunan yang ada di sini. Salah satu istri Sunan Kalijaga, yakni yakni Ong Tien Nio atau juga dikenal dengan nama Rara Sumanding bahkan berasal dari Tiongkok loh.
Letak Cirebon yang berada di pesisir memang menjadi alasan kenapa perbedaan budaya mudah diterima yang dicerminkan dari kemegahan Keraton Kasepuhan. Namun bagi saya ada yang memegang proporsi lebih besar daripada itu. Cinta, adalah penyebab utamanya. Dengan cinta, Cirebon yang digambarkan lewat Kasepuhan mampu menjadi lebih berwarna.
Ikhtiar di Kanoman