Seketika perasaan ibuku hancur berkeping-keping namun berusaha kuat sekuat baja. Hening. Kemudian dengan nada bergetar, ibuku mengatakan sesuatu kepada kami berdua, aku dan kakakku yang laki-laki. "Sekarang mama hanya punya kalian berdua. Kalian yang sayang ya sama mama."
Glek! Aku kehabisan kata-kata. Kutatap mata mama, kulihat ada kebesaran hati di sana. Kombinasi perasaan yang sulit dideskripsikan. Satu orang pergi, satu orang datang. Kakakku telah pergi, namun melaluinya, orang tuaku diberikan seorang cucu yang baru lahir 10 hari lahir sebelum ibunya meninggal. Aku tak pernah tahu rencana Tuhan dan tak ingin mempertanyakannya. Â Namun kupercaya rencanaNya selalu baik.
 Sudah lebih dari sebulan ditinggal kakak perempuanku alias anak perempuannya, ibuku tampaknya masih belum bisa 100% lepas atau move on dari almarhumah. Itu terlihat dari raut wajahnya yang penuh dengan pikiran. Ibuku tampak tidak rileks. Terkadang ia suka bengong sendiri. Tatapannya pun sering kosong. Selain itu ia juga sering membahas almarhumah ketika bertemu dengan orang yang mengenal almarhumah semisal berkata, "Kalau almarhumah masih ada...". Mengetahui hal itu aku merasa sedih.
Aku memaklumi betapa beratnya seorang ibu ditinggal anak perempuan satu-satunya. Bagaimanapun, seorang ibu tetaplah seorang ibu. Namun aku khawatir jika mama terus memikirkan almarhumah itu bisa berpengaruh ke pikiran sehingga kesehatan ibu bisa ambruk. Aku tak ingin itu terjadi.
Oleh karenanya, aku sering mengajak ibu berbicara. Aku suka peringatkan ke ibu untuk tidak suka bengong saat melakukan aktivitas harian. Aku juga memperingatkannya untuk sebisa mungkin tidak berandai-andai apa yang terjadi atau apa yang akan dilakukan jika almarhumah masih ada. Kukatakan juga kepadanya bahwa kalau ia sayang kepadanya, kirimkan doa saja. Kurasa itu lebih baik. Aku pun yakin almarhumah pasti akan senang.
Bukan berarti aku melarangnya untuk memikirkan almarhumah. Sesekali oke, tapi jangan sering dan tak perlulah diceritakan lagi ke orang lain selain keluarga sendiri. Bagaimanapun, almarhumah telah tiada. Aku hanya khawatir dengan kesehatannya jika ia terus memikirkannya. Biarkanlah jalan Tuhan bekerja.
Syukurlah, setelah berkali-kali kuperingatkan, akhirnya ibuku menurut juga. Ibuku beristighfar setelah sadar bahwa apa yang ia lakukan kurang baik. Intensitas pikirannya terhadap almarhumah kini berkurang.
Meski sudah lebih baik, aku merasa ibu butuh hiburan. Ngomong-ngomong soal lovember, aku kepikiran sesuatu. Bagaimana jika aku merealisasikannya untuk ibuku sendiri?
Lovember itu maknanya luas. Ibuku salah satu orang terpenting dalam hidupku yang perlu jadi target berbagi cinta. Dan ya, aku harus melakukan sesuatu untuk memberikannya setitik senyuman!
Aku tentu tidak bisa membuat ibu tersenyum dengan membuat almarhumah kembali hidup. Itu mustahil. Oleh sebab itu aku harus  mencari cara lain yang sederhana namun insyaallah bermakna bagi ibu.