Mohon tunggu...
Noval Kurniadi
Noval Kurniadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Speaking makes words, writing makes wor(l)ds

Passion is the fashion for ur ACTION. Passion without action is NO MENTION! | Kontributor wikipedia | www.valandstories.com | Novalku@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Gotong Royong Iuran Pangkal Sehat

19 September 2016   23:58 Diperbarui: 20 September 2016   00:28 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah tahu benar bahwa sehat itu mahal. Sebagai bentuk kepedulian akan kesehatan, pemerintah pun mengadakan program pelayanan kesehatan yang berwujud BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dengan menggunakan sistem asuransi. Hal ini selaras dengan yang tercantum dalam UU. Pasal 28 H ayat 3 UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak atas jaminan social yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat” sementara Pasal 34 ayat 2 UUD 1945 berkata, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”.  Nah, dalam BPJS ada 9 prinsip yang dipegang dan satu di antaranya ‘gotong royong’. Sebagaimana peribahasa berat sama dijinjing, ringan sama dipikul, maka siapapun itu baik dari warga biasa maupun stakeholderseperti tenaga medis, Rumah Sakit dan pengelola klinik bisa bahu-membahu dan saling melengkapi dalam mewujudkan Indonesia sehat. Caranya? Dengan subsidi silang!

Orang yang menjadi peserta BPJS tidak selamanya sakit. Pasti lebih sering sehatnya kan? Nah, di saat mereka sehat, iuran yang mereka bayarkan secara berkala sebenarnya tidak sia-sia begitu saja. Melainkan digunakan untuk membiayai peserta yang sakit melalui sistem subsidi silang.

Perbandingannya pun bukan main. 1 pasien DBD dibiayai oleh 80 peserta sehat, 1 pasien Sectio Caesaria dibiayai oleh 135 peserta sehat dan bahkan 1 pasien kanker dibiayai oleh 1.253 peserta sehat! Itu artinya, semakin banyak orang yang terdaftar sebagai peserta BPJS, maka akan semakin banyak pula manfaat yang akan dirasakan. Pengalaman kakak saya dalam melahirkan caesardi atas juga menjadi bukti bahwa betapa berharganya iuran dari 135 peserta sehat yang telah membiayai kakak saya yang hendak caesar!

Sebaliknya, di saat kita sakit, maka saatnya peserta yang sehat yang membiayai kesehatan kita. Bisa dibilang gentian. Dengan kata lain, BPJS tak hanya merupakan antisipasi dan  investasi kesehatan untuk diri sendiri, namun juga ‘kesempatan emas’ untuk berbuat kebaikan dengan sistem gotong royong. Saat sehat kita membantu si sakit, saat sakit kita terbantu oleh si sehat! Kece banget, kan?

Sebagai Penyempurna

Cita-cita menuju Indonesia sehat tidak dimulai dari waktu dekat, namun telah mengalami perjalanan panjang sejak 1968. BPDPK alias Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan yang digawangi oleh Menkes Gerrit A Siwabesi pada 1968 menjadi cikal bakal dari berdirinya BPJS.

Namun BPDPK sebagai badan jaminan sosial pertama masih memiliki banyak kekurangan. Selain baru PNS dan pensiunan saja yang bisa terlibat, sistem asuransi yang digunakan juga masih berupa reimbursment. Jadi, peserta BPDPK membayar biaya kesehatannya sendiri baru setelah itu dapat menerima uang ganti kembali setelah mengajukan klaim kepada BPDPK.

Menyadari akan kekurangan yang terdapat dalam BPDPK, pemerintah pun akhirnya mengganti BPDPK menjadi PHB (Perum Husada Bakti) pada 1984. Jangkauan penerima manfaat dalam jaminan kesehatan ini pun bertambah lebih banyak. Pensiunan (PNS, TNI, Polri) dan veteran dapat berpartisipasi di sini. Sistem reimbursementpun berubah menjadi managed care. Dikutip dari www.belajar-asuransi.com,  managed care adalah salah satu jenis Produk Asuransi Kesehatan yang mengintegrasikan pembiayaan dan penyediaan perawatan kesehatan dalam suatu sistem yang mengelola biaya, memberikan kemudahan akses pada seluruh pesertanya sehingga pembiayaan tersebut menjadi efisien dan efektif/tepat sasaran tanpa meninggalkan standard pelayanan medis yang berlaku.

Seiring berjalannya waktu, pemerintah menyadari bahwa PHB harus bisa bergerak lebih luas, Akhirnya pemerintah mengubah status hukumnya dari perum menjadi Persero pada 1992. Di saat inilah kita mengenal Askes atau Asuransi Kesehatan. Sistem dan pesertanya pun tidak mengalami perubahan sebagaimana PHB.

Setelah Askes berkarya di negeri ini selama 22 tahun, barulah lahir BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) pada 2014. Pada era ini semua warga dari berbagai kalangan bisa bergabung, tidak terbatas pada PNS dengan program andalan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan KIS (Kartu Indonesia Sehat) dengan sasaran dan fokus yang berbeda. Jika JKN menyasar kelompok masyarakat yang sudah terdata, KIS  justru sebaliknya, menampung kelompok masyarakat yang belum terdata di JKN karena tak memiliki KK, seperti anak jalanan, penyandang cacat dan penderita psikotik. Dengan beberapa kelebihan dan target berupa semua penduduk Indonesia terdaftar sebagai peserta BPJS pada 2019, di titik inilah BPJS menjadi penyempurna dari kekurangan jaminan sosial dan kesehatan Indonesia di era-era sebelumnya.

Ayo Ikut Iuran!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun