Mohon tunggu...
Noval Kurniadi
Noval Kurniadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Speaking makes words, writing makes wor(l)ds

Passion is the fashion for ur ACTION. Passion without action is NO MENTION! | Kontributor wikipedia | www.valandstories.com | Novalku@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

iJakarta, Antara Kebanggaan dan Tantangan

8 September 2016   23:15 Diperbarui: 9 September 2016   00:13 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaman semakin canggih. Teknologi terus berkembang dari waktu ke waktu. Jika dulu orang harus pergi ke kantor pos untuk berkomunikasi dengan orang via jarak jauh, sekarang hanya melalui ponsel genggam atau e-mail, seseorang sudah bisa melakukannya. Pun jika dahulu orang harus pergi ke bank untuk mengecek saldo, sekarang cukup dengan mobile banking, seseorang juga sudah bisa melakukannya.

Ada banyak perubahan terjadi dari waktu ke waktu. Tak terkecuali dengan perpustakaan. Kecanggihan teknologi menggiring masyarakat dari era perpustakaan konvensional ke era perpustakaan digital. Jika dahulu orang harus mendatangi perpustakaan secara langsung untuk membaca dan meminjam buku, sekarang hanya tinggal menggunakan komputer atau gawai yang tersambung jaringan internet, seseorang sudah bisa membaca dan meminjam buku. Duet antara BPAD DKI Jakarta dan PT Woolu Aksara Maya sejak 13 Oktober 2015 lalu melahirkan inovasi yang luar biasa. 

Sadar akan kebutuhan literasi warga ibukota, diciptakanlah perpustakaan digital berbasis aplikasi yang bisa diakses di komputer atau gawai bernama iJakarta. Dengan hadirnya iJakarta, warga Jakarta dapat membaca dan meminjam buku secara gratis.  Setidaknya di tengah-tengah kemacetan dan kerasnya ibukota yang menjadi karakter dari Jakarta, kaum urban tetap bisa menghibur dirinya lewat perpustakaan digital. Lebih lanjut tentang ijakarta, silakan baca tulisan saya di sini => Selamat Datang di Dunia iJakarta. Itu adalah tulisan yang telah saya ikutsertakan dalam lomba blog Hanjaba tingkat Jakarta Barat. Di sana Jack akan mengantarkanmu ke dunia perpustakaan digital ijakarta yang penuh dengan imajinasi. Selamat berpetualang!

Berapa yang Tahu?

Sebagai aplikasi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan diresmikan oleh Gubernur Basuki Tjahya Purnama setahun lalu sudah barang tentu ijakarta mendapat sorotan dari berbagai media. Tercatat beberapa media besar telah meliputnya. Sebut saja kompas.com, antaranews.com, tempo hingga liputan6.com. Beragamnya media yang meliput seharusnya membuat banyak warga Jakarta yang telah mengetahui bahwa Jakarta memiliki perpustakaan digital gratis yang bisa diakses oleh warganya.  Namun apa benar begitu?

Menurut Tech In Asia, pengguna ijakarta telah mencapai 540.000 orang dari sekitar 10 juta lebih penduduk Jakarta. Penasaran akan hal itu, saya pun melakukan survey terhadap 70 orang penduduk Jakarta (33 laki-laki dan 37 perempuan) secara acak pada 28-29 Agustus 2016. Sebagian di antaranya adalah orang-orang yang telah saya kenal, sebagian lainnya tidak. 

Diagram presentase jumlah jenis kelamin dari hasil survey yang saya lakukan
Diagram presentase jumlah jenis kelamin dari hasil survey yang saya lakukan
70 orang ini tersebar di seluruh daerah di Jakarta kecuali Kepulauan Seribu. Survey ini saya lakukan melalui whatssapp dan facebook. Melalui kedua jejaring sosial tersebut saya menanyakan satu hal yang intinya, “Apakah kamu tahu bahwa Jakarta memiliki perpustakaan digital?” Jika mereka menjawab tahu maka saya akan menanyakannya lebih lanjut. Jika mereka menjawab belum atau tidak tahu maka saya akan memberitahu bahwa Jakarta punya perpustakaan digital bernama ijakarta. Untuk yang belum tahu respon mereka biasanya kaget karena baru tahu bahwa Jakarta punya perpustakaan digital sendiri.

What? Jakarta punya perpustakaan digital? (gambar diambil dari cerdaskeuangan.wordpress.com, sumber asli belum diketahui)
What? Jakarta punya perpustakaan digital? (gambar diambil dari cerdaskeuangan.wordpress.com, sumber asli belum diketahui)
Adapun orang yang saya tanyakan terdiri dari rentang usia 19-32 tahun yang tinggal di Jakarta  dari berbagai latar belakang seperti mahasiswa, pegawai swasta hingga dosen di sebuah universitas negeri. Pertimbangannya, orang dengan usia muda lebih updateterhadap perkembangan zaman dan apa yang sedang terjadi ketimbang orang yang telah berusia lebih senior. Mahasiswa juga menjadi mayoritas karena mahasiswa identik dengan kegiatan membaca buku. Tugas kuliah dan skripsi tentu membutuhkan perpustakaan sebagai tempat mencari referensi. Atas dasar itulah, sudah seharusnya mereka mengetahui perpustakaan digital yang Jakarta miliki.

Hasil dari survey yang saya lakukan cukup mengagetkan. Dari 70 orang yang saya tanyakan, hanya ada 15 (21,43%) orang saja yang telah mengetahui bahwa Jakarta memiliki perpustakaan digital yang bernama iJakarta. Sisanya, 55 orang atau 78,57 % orang belum mengetahuinya. 

tahu-tidak-tahu-57d18d783f23bdfe4f9845a7.jpg
tahu-tidak-tahu-57d18d783f23bdfe4f9845a7.jpg
Hasil survey tentang pengetahuan 70 orang terhadap iJakarta

tahu-sudah-download-57d18d9af396736f536616dc.jpg
tahu-sudah-download-57d18d9af396736f536616dc.jpg
Hasil survey pada 28-29 Agustus 2016

Dari 15 orang yang tahu akan iJakarta, baru 4 orang saja yang pernah meminjam buku di sana, 2 orang telah membuka atau mengunduh namun belum pernah meminjam sedangkan 9 orang hanya sekadar tahu namun belum pernah mengunduh dan membukanya sama sekali. Itu artinya, iJakarta masih punya PR besar untuk semakin gencar mempromosikan iJakarta agar semakin dikenal di kalangan masyarakat Jakarta.

Bukan Satu-satunya

Meski iJakarta menjadi terobosan baru di ibukota, ternyata iJakarta bukan satu-satunya perpustakaan digital yang telah ada di Indonesia. Nama-nama di bawah ini adalah beberapa nama perpustakaan digital yang telah hadir mewarnai dunia perpustakaan Indonesia.

Perpustakaan Digital Daerah

Warga Jakarta bukan satu-satunya warga yang patut berbangga akan kehadiran perpustakaan digital di daerahnya. Beberapa kota dan daerah lain juga memiliki perpustakaan digital masing-masing yang bahkan bisa pula diunduh di playstore. Sebut saja iSukabumi, iJogja, iPekanbaru hingga iKaltim. Ada pula iPusnas yang merupakan singkatan dari perpustakaan nasional.

screenshot-2016-08-30-13-22-22-57d18dc0de22bd6a53226116.png
screenshot-2016-08-30-13-22-22-57d18dc0de22bd6a53226116.png
Enggak cuman Jakarta aja yang punya, Sukabumi, Pekanbaru hingga Yogyakarta pun juga punya!

Ada kabar baik dan ada kabar yang kurang baik. Kabar baiknya, adanya berbagai aplikasi perpustakaan digital daerah turut mewarnai dunia perpustakaan di Indonesia. Itu artinya, kebutuhan akan literasi di berbagai daerah di Indonesia semakin terpenuhi melalui kecanggihan teknologi. Semakin banyak orang di berbagai daerah yang dapat akses lebih mudah dalam membaca buku, semakin baik, bukan? Dengan demikian minat baca tidak hanya bertumpu di ibukota saja namun juga di berbagai daerah lainnya.

Kabar kurang baiknya, tidak ada perbedaan terlalu mendasar antara iJakarta dengan aplikasi perpustakaan digital daerah lainnya. Semua fiturnya sama. Yang berbeda hanyalah warna dan desain aplikasinya serta kategori ePustaka atau penyedia jasa pinjaman buku. Tentu tidak akan ada akun Arsip IMB Provinsi DKI Jakarta di iKaltim, begitu pun sebaliknya.  

Persamaan antara iJakarta dan aplikasi berawalan ‘i’ lainnya, termasuk iPusnas, membuat iJakarta sebagai perpustakaan digital ibukota tidak tampak spesial karena sama dengan aplikasi perpustakaan lain. Ibarat sebuah martabak, semua perpustakaan digital sama-sama hanya pakai meses.  Tidak ada yang pakai keju, ketan hitam, susu dan lainnya. Namun hal ini dapat dimaklumi karena pengembang iJakarta dan perpustakaan digital berawalan ‘I’ yang lain juga merupakan PT Woolu Aksara Maya.

BuquLib

Buqulib, perpustakaan digital selain ijakarta (sumber: buqulib.com)
Buqulib, perpustakaan digital selain ijakarta (sumber: buqulib.com)
Selain perpustakaan berawal huruf ‘i’ kecil, aplikasi perpustakaan digital lainnya bernama BuquLib. Yang membedakan dengan iJakarta adalah, BuquLib murni dikembangkan oleh pihak swasta. Buqulib bisa menjadi alternatif lain dalam membaca dan meminjam buku.

Penasaran akan bagaimana Buqulib, saya pun mencoba aplikasi ini pada 29 Agustus 2016. Saya ingin tahu bagaimana perbandingan buqulib dengan ijakarta. Saat itulah saya merasa ada beberapa perbedaan.

Jika untuk masuk ke iJakarta bisa melalui facebook atau akun e-mail, buqulib hanya bisa diakses lewat e-mail. Fitur yang tersedia pun terbatas. Buqulib tidak menyediakan fasilitas donasi buku dan tidak seperti ijakarta yang juga merupakan kombinasi dengan media sosial. Dengan begitu, buqulib murni hanya sebatas tempat minjam atau menyewa buku, tidak ada interaksi antar pengguna buqulib di dalamnya.

Perbedaan lainnya adalah buqulib merupakan perpustakaan digital berbayar dengan sistem bayar menggunakan token.  1 token bernilai Rp 3.000. Token ini bisa dibeli di alfamart atau dipotong dari pulsa. Untuk peminjaman satu buku akan bervariasi. Bisa satu atau lebih dari satu token, tergantung buku yang hendak kita pinjam dengan waktu peminjaman hanya berkisar 7 hari. Namun untuk kamu yang baru saja registrasi tidak usah khawatir. 2 buah token akan langsung tersedia di akun kamu. Sebagai langkah awal, setidaknya kamu bisa meminjam 1 hingga dua buku. Promosi yang baik. Sama seperti ijakarta, setiap buku yang kita pinjam akan masuk ke fitur rak buku.

Salah satu buku yang dapat dibaca dengan gratis
Salah satu buku yang dapat dibaca dengan gratis
Meski berbayar, buqulib juga menyediakan beberapa buku yang bisa dipinjam dan dibaca secara gratis. Namun ada harga, ada rupa. Ketersediaan buku yang gratis ini terbatas. Untuk buku berbayar pun juga judul bukunya masih terbatas. Kekurangan buqulib ini dapat dimaklumi karena ketiadaannya peran pemerintah daerah di dalamnya. Di titik inilah iJakarta memiliki keunggulan tersendiri.

Sebuah Tantangan

Masih ingat soal hasil survey di atas?

Hasil survey terhadap 70 orang Jakarta secara acak di atas mungkin belum bisa mewakili keseluruhan warga Jakarta yang berjumlah 10 juta lebih, namun setidaknya dapat diambil kesimpulan. Di balik tahu atau tidak tahu warga tentang iJakarta, pernah atau belum pernah meminjam buku di iJakarta terdapat suatu prestasi namun juga PR besar untuk iJakarta dalam berkarya ke depannya.

Hasil survey dengan Fauzier Rahman
Hasil survey dengan Fauzier Rahman
Orang yang tahu iJakarta namun belum pernah mengunduh atau membuka ijakarta memiliki berbagai alasan. Fauzier Rahman, pemuda 25 tahun yang berdomisili di Jakarta Pusat menuturkan bahwa ia mengetahui ijakarta dari review di internet. Namun begitu ditanya kenapa belum unduh dan menggunakannya ia menjawab, “Belum merasa butuh, Val. Karena lebih terbiasa ama perpustakaan yang pada umumnya.” Hampir mirip dengan Fauzier, Yaumil Phasa, pemuda 22 tahun yang berdomisili di Jakarta Utara ini juga mengaku belum tertarik untuk menggunakan ijakarta. Ia mengaku bahwa ia kurang suka baca buku di gawai terlebih adanya keterbatasan daya baterai. Adapun Tyas Gusti Harta, seperti yang ia jawab di status facebook saya menjawab bahwa ia belum tertarik untuk mengunduh karena kapasitas memori yang agak besar.

screenshot-2016-08-30-11-20-54-57d18e2fd49373f7525b5589.png
screenshot-2016-08-30-11-20-54-57d18e2fd49373f7525b5589.png
Sama halnya dengan mereka yang belum pernah meminjam buku terlebih mengunduh, orang yang pernah meminjam buku di ijakarta juga memiliki tanggapan yang berbeda. Zainal Irfan, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UIN Syarif Hidayatullah yang berKTPkan Jakarta Selatan menjelaskan bahwa ia pernah meminjam 2 buku. Meski beranggapan bahwa iJakarta itu merupakan suatu terobosan dunia baca, ia mengaku bahwa masih terdapat kekurangan di dalamnya. Menurutnya, stok pinjaman buku di iJakarta masih terbatas dan belum semua buku terdigitalisasi. Juga sering ngelag  dan kurang promosi untuk pelajar dan masyarakat umum.

Tak jauh berbeda dengan Irfan, Dian Maria Ulfa, dosen jurusan farmasi UI ini juga pernah meminjam buku di iJakarta. Bahkan anaknya, Syafiq yang masih duduk di kelas 2 SD juga suka meminjam buku di ijakarta. Namun sayang, Dian mengeluhkan beberapa kekurangan di ijakarta. Seperti yang ditanyakan oleh Linda Erlina, kawan baik saya kepadanya melalui whatssapp, Dian menuturkan bahwa iJakarta memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. “Kekurangannya bukunya ya belum terlalu banyak. Kadang suka antre pinjamnya kalau bukunya bagus. Kelebihannya, kita enggak perlu ke perpustakaan (konvensional) untuk minjam buku. Ada sosial media gitu jadi kita bisa lihat pinjaman orang-orang.” Tuturnya di whatssap.

Apa yang dialami oleh Irfan, Phasa, Tyas, Fauzier dan Dian merupakan suatu gambaran tentang bagaimana masyarakat menilai iJakarta. Terlepas dari berapa banyak orang yang telah tahu iJakarta dan berapa banyak yang telah menggunakannya, iJakarta merupakan suatu kebanggan bagi warga Jakarta. Tidak semua kota di Indonesia memiliki perpustakaan digital sendiri. Namun di sisi lain, berkaca dari berbagai keluhan yang disampaikan juga merupakan tantangan besar. Harapannya, iJakarta terus memperbaiki diri menjadi perpustakaan digital yang lebih baik dan makin dicintai warganya.*

Artikel Ini Ditulis Untuk Mengikuti Lomba Konten Blog Dalam Rangka Hanjaba (Hari Anak Jakarta Membaca) 2016 yang diselenggarakan Oleh BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH #BloggerHanjaba. Ditulis juga di blog pribadi www.valandstory-val.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun