Namun bagaimana pun juga waktu terus bergulir. Roda terus berputar dan tidak mungkin keadaan Indonesia 10 tahun silam sama dengan sekarang atau bahkan 10 tahun kemudian. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di samping adanya konversi minyak tanah menjadi gas elpiji menjadi beberapa penyebab perubahan. Ditambah lagi kebutuhan Indonesia akan elpiji melebihi daripada produksi itu sendiri. Dari data Kementerian ESDM seperti yang dilansir oleh BPPT saja terdapat fakta bahwa penggunaan elpiji di dalam negeri terus melonjak dari waktu ke waktu. Mulai dari 1,08 juta ton pada tahun 2004, 1,37 juta ton di 2007, lalu menjadi 4,35 juta ton pada tahun 2011 hingga diperkirakan kembali meningkat pada 2014 menjadi 5,78 juta ton. Akibatnya, kita harus menerima dengan ikhlas bahwa Indonesia yang sebelumnya berstatus sebagai pengekspor berganti status sebagai sang pengimpor.
Dasar itulah yang membuat PT Pertamina harus melakukan impor elpiji dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga PT Pertamina perlu melakukan penyesuaian harga termasuk pada elpiji nonsubsidi 12 kg. Keadaan alam dan kondisi keuangan dari masa ke masa yang tidak selalu sama dan bisa berubah mengingatkan kita bahwa roda memang selalu berputar. Untuk saat ini pengguna elpiji 12 kg mungkin harus berjuang lebih untuk membelinya, Namun bukan tidak mungkin suatu hari nanti Indonesia dapat kembali ke masa jayanya sebagai pengekspor elpiji dan semua masyarakat mampu membelinya. Bagi Tuhan, tidak ada yang tidak mungkin, kan? Bersyukur, senantiasa berpikir positif dan hemat energi adalah kuncinya.
3.Meningkatkan Kreativitas
Meski PT Pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg, bukan berarti Pertamina melakukannya dengan serta merta. Terlepas dari sejumlah kerugian yang sempat diterimanya, PT Pertamina masih melakukan kebaikan. Terbukti kenaikan harga pada elpiji 12 tidak dilakukan secara ‘tajam’ melainkan dilakukan secara bertahap dan Pertamina jarang menaikkan harga elpiji 12 kg. Terakhir kali kenaikan harga terjadi pada Agustus 2009 dengan harga pasarannya sebesar Rp 69.000 atau setara dengan Rp 5.750 per kilogramnya. Lalu setelah 5 tahun berlalu, Pertamina baru 2 kali menaikkannya pada tahun ini, yakni pada 1 Januari 2014 dengan harga konsumen sebesar Rp 117.708 dan pada 10 September 2014 dengan harga konsumen sebesar Rp 120.000.
Ke depannya pertamina akan menaikkan harga elpiji 12 kg per 6 bulan sekali mulai dari 1 Januari 2015 hingga puncaknya pada 1 Juli 2016 dengan harga konsumen sebesar Rp 175.900-185.000. Sekilas, jika dilihat dari satu sisi hal ini hanya menambah pengeluaran bulanan saja. Namun sejatinya kita patut berterima kasih. Hal ini berarti Pertamina memberikan kesempatan kepada kita untuk melatih dan meningkatkan kreativitas.
Kalau katanya Pak Anies Baswedan daripada mengutuk kegelapan lebih baik menyalakan lilin, lantas mengapa kita tidak seperti itu saja? Bisa jadi apa yang kita lakukan bisa bermanfaat dan menginspirasi baik untuk diri sendiri maupun orang sekitar.
Jadikan saja kenaikan elpiji ini sebagai momen mengembangkan soft skill: kreativitas diri. Dalam hal apa saja. Entah itu kreatif dalam meningkatkan pendapatan seperti membuat usaha, menjual sesuatu atau bahkan berkarya lebih giat, kreatif dalam mengatur keuangan agar kebutuhan bulanan tetap tercukupi sekalipun harga elpiji 12 kg naik, kreatif dalam mengatur penggunaan elpiji di rumah atau bahkan kreatif dalam mengembangkan alat atau teknologi yang dapat menghemat penggunaan elpiji. Atau siapa tahu kreatif pula dalam mengembangkan dan membuat bahan atau sumber alam lain yang dapat digunakan sebagai pengganti elpiji sehingga kebutuhan akan impor elpiji akan berkurang. Siapa tahu? Tidak ada dari kita yang bisa menebaknya sebab kadang kreativitas itu tak terbatas.
Pada akhirnya, memang, tidak ada keputusan yang tidak ada dampak atau resikonya, termasuk pada kenaikan elpiji. Dan mungkin memang inilah jalan terbaik dan satu-satunya yang bisa dilakukan bagi kita semua, yakni Pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg secara berkala. Seperti yang saya utarakan sebelumnya, keadaan Indonesia tidak sama dari waktu ke waktu, entah itu menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk. Maka atas keputusan terbaik yang diambil, tidak ada salahnya kalau kita mengambil ini dari sisi positifnya. Kiranya kita tetap mendukung kebijakan ini dan atas 3 poin yang telah saya sebutkan tidak ada salahnya jika kita mengucapkan terima kasih. Terima kasih kenaikan elpiji, terima kasih Pertamina!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H