Bilamana kesadaranku yang melesat jatuh
Nafas terengah-engah menikmati tiap belaian serana
Ciuman-ciuman panas menggelitiki ego nan brutal
Mata sayu, kala lidah hangat menyapu tiap lekuk indah
Bibir ranum mencumbu dusta dengan panasnya
Getaran kenikmatan janji, melayangkan angan-angan
Terlihat lihai jari-jari merangsang kekacauan
Buah dada mengkal menggoda 'kan birahi kekuasaan
Tak puas-puas ku merogoh kocek dalam-dalam
Memuaskan hasrat keserakahan yang terlampau tinggi
Desahan ku bersahut-sahutan nikmati tiap centi pelanggaran
Ranjang berdecit seirama dengan sodokan-sodokanku pada kepalsuan
Melempar leguhan panjang saat puncak catur politik dimainkan
Berdesir aliran darahku tika rangsangan wacana-wacana gila diucapkan
Goyangan binal kampanye hitam mendistorsi sudut pandang
Kebohongan di pertontonkan bak cairan pelumas kian membanjir
Menggelinjang tak kuasa menahan kenikmatan debat sial lagi keliru
Klimaks dengan semburan dahsyat benih-benih penderitaan hangat
Aku....
Kamu...
Dia....
Serta mereka-mereka yang acapkali tertipu
Terdistorsi dengan legitnya rayuan dewan-dewan pelacuran
Bayaran tak setimpal tuk kenikmatan elektabilitas tak terbatas
Mencuri suara desahan-desahan binal demi tampuk kuasa nan liar
Masihkah membiarkanku di perkosa nafsu pemangku jabatan?
Aku yang terdistorsi
Suara pinggiran tak bernyali
Coba sampaikan aib yang tersembunyi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H