Mohon tunggu...
Nyak OemarAyri
Nyak OemarAyri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tidak berbakat di bidang menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Lembar Elegi Johan Pahlawan

17 Februari 2021   23:37 Diperbarui: 18 Februari 2021   00:00 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi: via tirto.id

Saat itu sandyakala telah hilang, tutup hari menuju gelap malam

Terdengar sayup suara memanggil, kisruh kehancuran di depan mata

Bumi serambi indah nan permai, diliput cemas rasa was-was kian mencekam

Serdadu-serdadu terkutuk itu mencelupkan kakinya di tanah para pejuang

Dari penjuru takbir digaungkan, mengadu dalam hela nafas tersisa


Dersik kian laju berhembus, seolah bersorak pada muda balia 

Jika tetap tunduk menutup mata bila tiba kezaliman

Esok 'kan ada genangan darah jiwa-jiwa tak berdosa

Itulah 'kan kau lihat dengan matamu aliran darah saudaramu

Pekikan dari barat keras terdengar, muak tuk tetap menjura pada penjajah


Sosok tangguh juga perkasa tlah mengoyak harga diri penjajah

Si bengis bermata biru kewalahan untuk taktik tipu-tipu

Teuku Umar pejuang gagah perkasa tak gentar menghunus rencong

Bermula atas dalih pembebasan kapal nicero, arang telah dicorengkan pada wajah

Bagaimana bisa penjajah tertipu oleh yang terjajah?

Serdadu lengkap panglima Belanda tewas terbunuh dalam pekat samudra


Lindap merasuki arwah penjajah yang terpukul mundur

Keberhasilan rebut daerah 6 mukim jadi cahaya atas jaya kemenangan

Tika mereka mencaci pongah, Je bent stom... Tangkap Umar!

Murka tlah kuasai mereka, penghinaan Teuku Umar jadi apinya

Entah kapan harus terhenti, tatkala tertorehkan khianat dalam perjuangan

Setelah Van Teijn kemudian Deykerhooff, siasat Teuku Umar menipu pandang


Setiap karsa tersusun rapi, hingga seruan perang berada dalam satu panji

Indah lazuardi memikat rasa, semangat juang Teuku Umar kian membara

Perang...lawan...maju... Jangan sekali-kali kau menghamba meratap iba

Aceh tanah pusaka tak rela dijajah Belanda, kesetian untuk paduka raja

Meski para penghianat bangsa menikam sisi tanpa takut dosa

Pasukan Belanda mengepung tiap sisi, tak mungkin mundur sebagai pengecut

Lawan kiranya jalan kemuliaaan, meski kematian membayang di pelupuk mata

Teuku Umar gugur membela tanah airnya, membela bangsanya

Kini ia menyatu selaras dalam pelukan hangat ibu pertiwi

Menyisakan jejak sejarah perjuangan kepada generasi berikutnya


Meski Teuku Umar telah tiada, semerbak wangi semangatnya tetap tinggal

Membekas dalam ingatan, diwariskan turun-temurun sebagai penghormatan

Lembar elegi Johan Pahlawan, wujud terima kasih atas segala pengorbanan

Teuku Umar... Kau bagai sabitah yang menunjukkan arah

Arah kebebasan, arah menghirup udara kemerdekaaan.


Nyak Oemar Ayri

Lhokseumawe, 17 Februari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun