Mohon tunggu...
Panji Saputra
Panji Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Makelar Kopi

Sunyi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pandemi dan Ajaran Kaum Stoa

13 April 2020   22:02 Diperbarui: 13 April 2020   22:08 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"If you are distressed by anything external, the pain is not due to the thing itself, but to your estimate of it; and this you have the power to revoke at any moment." 

 Marcus Aurelius, Meditations

Kita semua tahu bahwa dalam masa pandemi yang memaksa kita untuk mengisolasi diri dalam rumah yang entah kapan akan berakhir hanya akan buat kita depresi kalah tidak mampu melewati masa-masa sulit ini. 

Bagi Anda yang senang berkelompok-kelompok, jalan-jalan, hiburan, karaokean, duduk di kedai kopi dan bicara tanpa batas entah itu politik, filsafat, sains, dls, dalam masa pandemi yang membuat Anda untuk meninggalkan rutinitas dan mengisolasi diri dalam rumah lalu mengambil  smartphone Anda dan membagikan rutinitas dalam rumah yang membosankan dan paya.

Atau juga, Anda punya rencana out door yang luar biasa dan itu tidak bisa terlaksana oleh karena coronavirus yang mengglobal ini.

Sekarang apa? Setelah semua kekacauan yang disebabkan oleh virus yang mengglobal itu, yang bukan hanya membuat kita mengisolasi diri dalam rumah tapi juga membombardir ekonimi dan ketahanan pangan kita. 

Pun sudah begitu, kehidupan sosial kita juga dibuat rapuh karena dibayang-bayangi oleh virus yang membuat kita saling curiga seperti halnya ada dusta di antara kita.  Bahkan untuk sekedar guyon saja sudah tidak ada. 

Huuu, ini para sekali, sumpah! Sudah susah, tidak ada guyon, malah tambah penyakit. 

Dalam masa pandemi yang mengglobal ini, kita bukan lagi berada pada fase masyarakat risiko (risk society) tapi post-risiko lagi. Sekiranya bagi saya.

Tapi, apa yang bisa kita petik ambil pelajaran dari semua ini? Atau setidaknya bagaimana kita bisa melewati isolasi diri dalam rumah dengan rutinitas rebahan yang kita sendiri bingung mau model gimana lagi? Seakan kita seperti tunduk dan tidak berdaya dihadapan kenyataan yang timpang. 

Mungkin, kita bisa belajar pada kaum Stoa yang dipimpin oleh seorang filsuf yang bijak dan tidak tertarik dengan kehidupan yang sangat hedonistic, ia adalah Marcus Aurelius dengan corak filsafatnya yang tidak ruwet dan bisa kita praktekkan dalam konteks sosial yang terisolasisasi (isolasitation of society).

Tujuan inti Stoisisme adalah ketenangan, yaitu tidak membiarkan kedamaian batin seseorang terganggu oleh peristiwa-peristiwa luar.

Sehingga dalam masa-masa sulit: sulit karena untuk tidak membiarkan kepanikan dan ketakutan global meresap ke dalam tulang kita ketika membaca berita atau melihat statistik COVID-19 terbaru, kita bisa melewatinya tanpa harus membuat mental kita terganggu.

Hal pokok dari ajaran Stoisisme adalah: a) perbedaan antara apa yang  up to us (yang tergantung pada kita) dan not up to us (yang tidak tergantung pada kita; b) soal baik atau buruk itu tergantung dari cara jiwa kita menafsirkannya; c) segala situasi yang menimpa kita bersifat indifferent (netral saja).

Kaum Stoa mengandalkan distingsi pokok antara "apa yang tergantung padaku" yaitu (jiwaku atau rasioku) dan "apa yang tidak tergantung padaku" yaitu (tubuhku, lahir dan matiku, statusku, karierku, hartaku, siapa gubernur dan presidenku).

Setia dengan tradisi Sokrates, kaum Stoa menempatkan kebahagiaan dalam ketenangan batin (peace of mind), dan bukan dalam hal-hal eksternal. Rasa bahagia tidak sama dengan kenikmatan (kesenangan) uang, makan, minum, seks, atau posisi jabatan tinggi serta kekuasaan.Ketenangan batin di atas bisa dicapai lewat askesis lexercise, latihan). 

Kebahagiaan khas Stoa diupayakan lewat latihan sehari-hari. Teori-teori Stoa tentang pembedaan apa yang tergantung padaku dan tidak tergantung padaku, atau teori tentang korporalitas segala sesuatu, atau kecanggihan pelurusan bahasa, tidak akan berguna bila tidak dilatihkan. Askesis (exercise) tujuannya adalah untuk membebaskan jiwa dari "penyakit jiwa" (yaitu emosi negatif: sebuah error of reasoning. sebuah false belief produk dari faulty judgement). 

Kebahagiaan dalam hidup sesuai Rasio Semesta tercapai lewat apatheia, yaitu ketika kita terjauhkan dari perverted reason (definisi untuk emosi negatif). Yang perlu dipahami, apatheia bukanlah apatis! Apatheia kaum Stoa penuh emosi-emosi yang baik seperti rasa gembira (joy), waspada (caution) dan memiliki keteguhan kehendak. 

Untuk lebih jelasnya, Anda bisa baca sendiri buku Filosofi Teras-nya Henry Manampiring yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas tahun lalu dalam bahasa Indonesia pertama, yang menurut kesaksiannya, ia terselamatkan oleh ajaran-ajaran kaum Stoa dari gangguan-gangguan eksternal.

Dalam masa isolasi diri, ini mungkin adalah kesempatan kita untuk mempraktekkan ajaran-ajaran kaum Stoa dalam menjalani hidup yang lebih bahagia dengan hal-hal sederhana namun sangat mendalam dalam hidup yang sering kita anggap remeh.

Yang buat kita tidak harus merasa terganggu dan cepat emosi dengan hal-hal yang berada di luar kita atau yang tidak tergantung pada kita (not up to us) seperti: hasrat untuk jalan-jalan tidak terpenuhi oleh karena terhalang virus, dan itu membuat darah kita mendidih.

Hal sederhana seperti bangun di pagi hari tanpa harus terjerumus dalam ambisi, atau kebelet untuk pergi kerja, pergi sekolah dan kulia yang memicuh emosi. Dan kita masi punya waktu luang untuk membuka kembali buku bacaan kita yang sempat terhenti setenga bab, atau membantu Ibu kita dalam mengerjakan pekerjaan rumah, dan hal-hal sederhana lainnya yang kaya bermakna.

Pada satu sisi, dalam masa pandemik, dengan tetap berada dalam rumah, kita juga telah berpartisipasi dalam memutuskan laju penyebaran Covid 19.

So, tetap bahagia. Tetap dalam rumah.

Salam...

#stayathome

#socialdistancing

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun