Mohon tunggu...
Panji Saputra
Panji Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Makelar Kopi

Sunyi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekelumit tentang "Bumi Manusia" Om Pram

30 Juli 2019   00:53 Diperbarui: 30 Juli 2019   03:11 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dialog Minke dan teman sekelasnya itu, menggambarkan kebanyakan bupati jawa pada masa itu suka memperbanyak istri alias philogynik. Juga pada masa itu orang relah melalukan apa saja demi mendapatkan status soasial yang menjanjikan seperti seorang bupati.

Bahkan sampai relah menukarkan anaknya dengan jabatan bupati. Sebagaimana yang dialami Nyai Ontosoro.

Pram juga menggambarkan bagaimana budaya feodalisme jawa yang sangat menindas masyarakat akar rumput waktu itu, sebagaimana digambarkan pram antara Minke dengan ayahnya yang begitu sentimentil:

"Aku mengangkat sembah sebagaimana yang biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku, waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu... Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini."

Pada fase pertama tetralogi pulau buru: Bumi Manusia, menggambarkan bagaimana masyarakat Jawa pada masa itu yang sangat kental dengan kultur feodalisme Jawa, yang ditumpangi oleh kepentingan kolonialisme Belanda. Karena sekola pribumi belum ada dan H.B.S adalah milik Belanda, dan pada masa itu juga yang bisa mendapatkan pendidikan hanya anak bangsawan dan anak bupati.

Bumi Manusi karya Prameodya Ananta Teor ini telah diterjemahkan ke 43 bahas, hampir sebagian belahan dunia ini telah membaca karyanya ini. Dan ironisnya, di tempat lahirnya sendiri buku "Bumi Manusia" kurang diminati. Yang menyedihkan lagi, kebanyakan anak mudah tidak mengenal Prameodya Ananta Teor. 

Lebih jelasnya cari bukunya di toko buku terdekat di kota anda biar nanti nonton filmnya, yang digarap oleh sutra dara Hanung Bramantyo tidak terjebak pada kisah cintanya semata. Tapi lebih dari itu. Lewat karyanya itu Pram mengobarkan semangat perlawanan terhadap segalah bentuk ketidak adilan dan memperjuangkan hak asasi manusia.

Salam. Semogah terprovokasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun