Mohon tunggu...
Panji Saputra
Panji Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Makelar Kopi

Sunyi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orang Indonesia Itu Ramah Bukan Marah

11 Juni 2019   09:27 Diperbarui: 12 Juni 2019   14:00 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah acara gelar wicara (Hitam Putih) yang ditayangkan oleh salah satu channel Trans7, yang selaluh menyuguhkan tema-tema inspiratif juga aktual dengan pembawaan yang santai dan tidak tegang apalagi marah-marah.

Sebagai media hiburan, sangat pas untuk pelarian dari daring yang selaluh mengeksplos kegaduhan pasca kontekstasi perpolitikan yang gaduh yang menjadikan kita berwatak tegang dan mudah marah.

Acara ini dibawakan oleh mentalist Indonesia Deddy Corbuzier, dengan menghadirkan beberapa bule sebagai narasumber yang menjadi viral di media sosial. Dan rata-rata bule yang viral itu telah menjalin kisah kasih dengan warga asal Indonesia yang mungkin itu hal yang tabu oleh penduduk negara yang baru berkembang ini. 

Saya pribadi yang masi menganggab para kulit ubi kupas itu sebagai superior sama halnya kebanyakan orang--- orang pribumi menjalin asmara dengan eropa tak akan direstui semesta.

Dari narasumber yang dihadirkan yang menjadi viral, ada yang hanya karena ditinggalkan pergi tanpa berita oleh sih kekasih buleh selama setahun yang kemudian kembali lagi. 

Sementara yang narasumber kedua viral karena menaruh ibah pada pasukan orange yang senantiasa membersihkan ibu kota dari sampah-sampah masyarakat yang tak bertanggung jawab. Tentulah itu hal yang tak bole dilakukan oleh bangsa kulit ubi kupas--- turun ke jalan bersama pasukan orange dan membersihkan sampah.

Selama acara berlangsung, saya yang ditemani oleh sisa-sisa kue lebaran sambil menyeruput kopi dengan isi kepala yang mengandung tanya: kenapa hal yang nampak biasa-biasa itu bisa menjadi luar biasa dan sangat wow ketika bule yang melakukan hal itu? 

Ataukah mungkin karena mental inlander yang kita warisi dari masa penjajahan kolonialisme yang begitu lama  sehingga yang eropa selaluh superior? Saya masi belum bisa menumukan jawabannya. Sejarah seleluh ditulis sesuai dengan selerah tiran.

Ditambah lagi, politik identitas yang makin kental dan kentara itu ditelan bulat-bulat oleh mereka yang literasinya kurang yang bersamaan dengan malas dalam menyaring (tabayun) informasi.

Watak yang marah-marah itu mulai dipropagandakan sejak lidah ahok terpelintir dalam kontekstasi perpolitikan DKI jakarta tahun lalu yang menimbulkan aksi tertalogi yang berunjung pada aksi poeple power yang anarkis bulan laluh. Yang berdampak pada memudarnya watak Indonesia yang ramah dan bertransformasi ke watak yang agresif dan mudah marah-marah.

Kendati pun Gus Dur sudah dari jauh-jauh hari mengingatkan lewat easinya yang berjudul "Islam ramah bukan marah" kepada kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun