Dalam sidang Tahunan MPR tanggal 16 Agustus 2018, Ketua MPR Zulkifli Hasan (Zulhas) memberikan sambutan pembukaan aatara lain menyinggung masalah utang menyatakan sebagai berikut: Â "Yang perlu dicermati adalah jumlah beban utang pemerintah yang mencapai tidak kurang dari Rp 400 trilliun (T) pada tahun 2018. Â Jumlah ini setara dengan tujuh kali dana yang diberikan ke desa-desa atau enam kali dari anggaran kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Â Ini sudah di luar kewajaran dan kemampuan negara untuk membayar".
Sri Mulyani Indarwati (SMI) Menkeu meradang. Â Sindiran Zulhas dibalas dengan kata-kata pedas bahwa perhitungan Zulhas tidak tepat sebab dia hanya melihat porsi pembiyaaan utang untuk pemerintah saja, tapi tidak melihat penurunan defisit ABPN dan keseimbangan primer yang menunjukkan bahwa pemerintah mengelola utang dengan baik dan sangat hati-hati.
Beberapa hari kemudian tepatnya tgl 20 Agustus 2018, SMI menjawab kritikan utang secara lebih rinci antara lain SMI mengatakan bahwa besaran cicilan pokok tepatnya sebesar Rp 396 T dan sebesar 44% merupakan pembayaran utang pokok yang dibuat sebelum tahun 2015.
Selanjutnya SMI mengatakan bahwa pada tahun 2009, cicilan pokok utang tahun 2009 sebesar Rp 117.1 T atau  4.57 kali anggaran kesehatan, sedangkan tahun 2018 hanya sebesar 3.68 kali.  Angka Zulhas menyesatkan dan kenapa kekuatiran Zulhas tidak diungkapkan pada saat dia sebagai anggota kabinet 2009.  Lalu apa ukuran kekuatiran itu?
Apa Pemerintah Jokowi Membayar Cicilan Pokok dan Bunga Utang?Â
Saya beri contoh tahun 2018. Â Cicilan Bunga sebesar Rp 238.6 T + utang untuk memambah pengeluaran APBN sebesar Rp 87.3 T (lebih besar pasak daripada tiang), sehingga total defisit APBN sebesar Rp 325.9 T. Â Pembayaran cicilan pokok utang sebesar Rp 396 T, sehingga total utang baru yang dibutuhkan tahun 2018 sebesar Rp 724.9 T.Â
Selama empat tahun pemerintahan Jokowi 2015-2018, cicilan pokok dan bunga dibayar dengan menciptakan utang baru seperti contoh tahun 2018. Â Bahkan menciptakan utang baru lagi untuk membiayai pengeluaran APBN, misalnya Rp 87.3T untuk tahun 2018.
Dengan kata lain, pemerintah untuk membayar utang dari utang (gali lobang tutup lobang). Â Begitu juga untuk tahun 2019 dan tahun berikutnya seperti itu. Â Dengan demikian, pemerintah tidak bayar pokok utang dan bunga dari pendapatan, tapi dibayar dengan menciptakan utang baru. Â Semua beban tersebut dilempar kepada generasi yang akan datang.
Pemerintah Mega dan SBY tidak demikian. Â Karena Mega dan SBY sadar bahwa beban cicilan pokok dan bunga utang warisan cukup berat, maka Mega dan SBY tidak menciptakan utang untuk pengeluaran ABPN (tidak lebih besar pasak daripada tiang).
Realisasi keseimbangan primer Mega dan SBY positif. Â Jadi Mega dan SBY menciptakan utang baru selama pemerintahannya untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang warisan.
Kekuatiran Zulhas dan Masyarakat Indonesia