Mohon tunggu...
Nizwar Syafaat
Nizwar Syafaat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kisruh Utang, SMI Versus Zulhas

21 Agustus 2018   07:55 Diperbarui: 21 Agustus 2018   08:05 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Dalam sidang Tahunan MPR tanggal 16 Agustus 2018, Ketua MPR Zulkifli Hasan (Zulhas) memberikan sambutan pembukaan aatara lain menyinggung masalah utang menyatakan sebagai berikut:  "Yang perlu dicermati adalah jumlah beban utang pemerintah yang mencapai tidak kurang dari Rp 400 trilliun (T) pada tahun 2018.  Jumlah ini setara dengan tujuh kali dana yang diberikan ke desa-desa atau enam kali dari anggaran kesehatan seluruh rakyat Indonesia.  Ini sudah di luar kewajaran dan kemampuan negara untuk membayar".

Sri Mulyani Indarwati (SMI) Menkeu meradang.  Sindiran Zulhas dibalas dengan kata-kata pedas bahwa perhitungan Zulhas tidak tepat sebab dia hanya melihat porsi pembiyaaan utang untuk pemerintah saja, tapi tidak melihat penurunan defisit ABPN dan keseimbangan primer yang menunjukkan bahwa pemerintah mengelola utang dengan baik dan sangat hati-hati.

Beberapa hari kemudian tepatnya tgl 20 Agustus 2018, SMI menjawab kritikan utang secara lebih rinci antara lain SMI mengatakan bahwa besaran cicilan pokok tepatnya sebesar Rp 396 T dan sebesar 44% merupakan pembayaran utang pokok yang dibuat sebelum tahun 2015.

Selanjutnya SMI mengatakan bahwa pada tahun 2009, cicilan pokok utang tahun 2009 sebesar Rp 117.1 T atau  4.57 kali anggaran kesehatan, sedangkan tahun 2018 hanya sebesar 3.68 kali.  Angka Zulhas menyesatkan dan kenapa kekuatiran Zulhas tidak diungkapkan pada saat dia sebagai anggota kabinet 2009.  Lalu apa ukuran kekuatiran itu?

Apa Pemerintah Jokowi Membayar Cicilan Pokok dan Bunga Utang? 

Saya beri contoh tahun 2018.  Cicilan Bunga sebesar Rp 238.6 T + utang untuk memambah pengeluaran APBN sebesar Rp 87.3 T (lebih besar pasak daripada tiang), sehingga total defisit APBN sebesar Rp 325.9 T.  Pembayaran cicilan pokok utang sebesar Rp 396 T, sehingga total utang baru yang dibutuhkan tahun 2018 sebesar Rp 724.9 T. 

Selama empat tahun pemerintahan Jokowi 2015-2018, cicilan pokok dan bunga dibayar dengan menciptakan utang baru seperti contoh tahun 2018.  Bahkan menciptakan utang baru lagi untuk membiayai pengeluaran APBN, misalnya Rp 87.3T untuk tahun 2018.

Dengan kata lain, pemerintah untuk membayar utang dari utang (gali lobang tutup lobang).  Begitu juga untuk tahun 2019 dan tahun berikutnya seperti itu.  Dengan demikian, pemerintah tidak bayar pokok utang dan bunga dari pendapatan, tapi dibayar dengan menciptakan utang baru.  Semua beban tersebut dilempar kepada generasi yang akan datang.

Pemerintah Mega dan SBY tidak demikian.  Karena Mega dan SBY sadar bahwa beban cicilan pokok dan bunga utang warisan cukup berat, maka Mega dan SBY tidak menciptakan utang untuk pengeluaran ABPN (tidak lebih besar pasak daripada tiang).

Realisasi keseimbangan primer Mega dan SBY positif.  Jadi Mega dan SBY menciptakan utang baru selama pemerintahannya untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang warisan.

Kekuatiran Zulhas dan Masyarakat Indonesia

Untuk tahun 2018 pemerintah menciptakan utang baru sebasar Rp 724.9 atau 38% dari pendapatan sebesar Rp 1894.7 T.  Ini angka cukup besar dan menjadi kekuatiran Zulhas dan kita semua karena akan mengganggu alokasi kebijakan fiskal untuk sektor produktif dan beban bagi generasi yang akan datang.

Kita bangga dengan bentangan jalan tol di seluruh pelosok negeri tapi kita dengan  kebijakan utang untuk APBN tersebut ternyata : TBD (trade Balance Deficit) melebar dan CAD (Current Account Deficit) mengaga menyebabkan rupiah tidak tahan terhadap gangguan eksternal.  

Rupiah melemah terus membuat bunga Surat Utang Negara melijit (Ini kebijakan SMI berutang kepada masyarakat dengan bunga tinggi diharapkan CAD terkendali, namun faktanya CAD menganga, bunga surat utang negara melejid supaya laku dijual).

Bunga tinggi di dalam negeri mengurangi investasi para pebisnis dan mengurangi alokasi fiskal untuk sektor produktif menahan laju pertumbuhan ekonomi.  Diperkirakan pertumbuhan ekonomi kita sampai tahun 2020 hanya berkisar angka 5% dan pengangguran meningkat dari 6.9 juta menjadi 7,5 juta orang.

Dengan demikian yang menjadi kekuatiran Zulhas dan kita semua adalah keberhasilan utang itu sendiri dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesehatan ekonomi.

Menurut saya benar apa yang disampaikan Zulhas sebagai pengingat Presiden tentang meroketnya utang.  Saran saya SMI jangan mengungkit utang masa lalu, belajarlah menjadi pemimpin yang mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.  

Mega dan SBY tidak pernah mengungkit utang masa lalu, mereka menyelesaikan tanpa berisik seperti era Jokowi ini.  Faktanya pemerintahan sekarang tidak membayar cicilan pokok dan bunga utang yang dibuatnya, malah ditambah utang untuk pengeluaran APBN.  Semua itu yang nanggung genarasi yang akan datang.  Sebaiknya setiap kritik utang dijelaskan dengan baik-baik saja. 

Masyarakat sedang menunggu karya besar SMI tentang APBN utang yang menggunung untuk kesejahteraan rakyat bisa mendapatkan pekerjaan dan pendapatan bukan dari bantuan sosial dan kartu-kartu. 

Nizwar Syafaat, Ekonom dan  Pengamat Kebijakan Publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun