BI memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan (Deficit Current Account-CAD) sebesar US$ 25 milliar akhir tahun 2018 melonjak tajam 44% dibanding tahun sebelumnya sebesar US$ 17,3 milliar. Â Â
Melihat defisit neraca perdagangan (Trade Balance Deficit-TBD) bulan juli 2018 mencapai lebih US$ 2 milliar dollar, maka CAD akhir tahun 2018 diperkirakan bisa lebih dari US$ 25 milliar.Â
CAD yang membengkak menyebabkan pelemahan rupiah yang makin dalam selanjutnya menjadi faktor eksogen yang memiliki daya jelajah yang luas dan daya rusak yang kuat terhadap sendi pertumbuhan ekonomi nasional. Â Oleh karena itu, pemerintah dengan cepat mengerem impor 500 komoditas substitusi impor dan mendorong ekspor serta meminta eksportir agar membawa seluruh devisanya ke Indonesia serta menunda beberapa proyek infrastruktur.
Dalam situasi yang demikian, Menteri Perdagangan menerbitkan tambahan izin impor beras lagi sebesar 1 juta ton, yang sebelumnya sudah direalisasikan impor 1 juta ton. Â Total izin impor tahun 2018 sebesar 2 juta ton. Â Jelas membengkaknya impor beras tersebut akan menekan CAD lebih besar lagi.
Masih ingatkan Dirut Buwas melawan Menteri Perdagangan untuk merealisasikan impor beras 500 ribu ton beberapa bulan sebelumnya, tapi mengapa sekarang justru Bulog meminta tambahan izin impor 1 juta ton lagi. Â Mari kita telusuri data perdagangan luar negeri sebagai berikut.
Stok awal (di tangan masyarakat, pedagang swasta dan pemerintah) tahun 2018 sebesar 3913 ribu ton dan perkiraan produksi 2018 sebesar 37300 ribu ton dan perkiraan konsumsinya  sebesar 38200 ribu ton (konsumsi 143 kg/kapita/tahun terbesar di ASIA), maka perkiraan impor tahun 2018 sebesar 1200 ribu ton dan ending stok tahun 2018 sebesar 4213 ribu ton.
Impor beras tahun 2018 sebesar 2 juta ton jelas berlebih sebesar 0.8 juta ton dibanding perkiraan data perdagangan dunia yang hanya 1.2 juta ton.Â
Kelebihan impor beras tersebut sama dengan kelebihan impor gula sekitar angka 0.8 juta ton. Â Ini sungguh tindakan yang tidak mendukung upaya pemerintah untuk menekan CAD.
Walaupun impor beras dilakukan oleh Bulog tapi menurut saya peran kartel beras nasional sangat besar. Di situ banyak rente ekonomi manis bagi pedagang tapi pahit bagi petani. Pemerintah sepertinya membiarkan tindakan kartel beras, termasuk untuk komoditas gula.Â
Impor berlebih tersebut menekan harga, disinsentif petani untuk berproduksi selanjutnya berdampak pada penurunan kesempatan kerja dan pendapatan penduduk pedesaan.Â
Data BPS (silahkan kepala BPS hitung sendiri) membuktikan kalau kemampuan pemerintah saat ini dalam mengentaskan kemiskinan penduduk pedasaan lebih kecil dibanding penduduk perkotaan tidak seperti pemerintahan sebelumnya. Pemerintah saat ini seharusnya malu membanggakan kemampuan mengentaskan kemiskinan, karena data BPS tidak menunjukkan demikian.Â
Mungkin tidak perlu dilanjutkan pencitraan bahwa pemerintah memiliki kemampuan besar dalam  mengentaskan kemiskinan hingga mencapai satu digit 9.82 % terendah sejak tahun 1999, tapi bedah dibalik angka tersebut agar pemerintah mampu menganalisis dengan jernih akar penyebab kemiskinan dan upaya penanggulanganya.
Nizwar Syafaat, Ekonom dan  Pengamat Kebijakan Publik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H